Senin, 20 Mei 2013

Ilmu Gizi Terakreditasi

S1 Ilmu Gizi - Terakreditasi B

Ilmu gizi didefinisikan sebagai suatu cabang ilmu yang mempelajari hubungan antara makanan yang dimakan dengan kesehatan tubuh yang diakibatkannya serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dampak globalisasi menuntut tenaga gizi yang handal dan profesional serta tanggap dalam mengantisipasi perkembangan masalah gizi baik nasional maupun internasional. Oleh karena itu diperlukan pengembangan sumberdaya manusia sebagai ahli gizi professional di Indonesia yang berkesinambungan dan mempunyai daya saing internasional.
Kompetensi Lulusan

Lulusan Program Studi Ilmu Gizi Universitas Esa Unggul dibekali dengan pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan untuk mengkaji secara menyeluruh  keterkaitan gizi, kesehatan dan pangan dalam suatu sistem;  mengkaji, menilai, dan mengidentifikasi keadaan gizi individu, kelompok atau masyarakat;  membuat perencanaan serta melaksanakan kegiatan monitoring dan evaluasi intervensi dan pelayanan gizi;  melakukan promosi gizi dan melakukan mobilisasi sosial untuk pencegahan dan penanganan masalah gizi;  memahami pentingnya kerjasama lintas sektor, lintas disiplin, dan lintas profesi dalam menangani masalah gizi;  melakukan persiapan- persiapan yang diperlukan untuk kegiatan advokasi dalam menangani masalah gizi.
 
Kompetensi program studi ilmu gizi dilakukan berdasarkan dari peran dan fungsi sarjana gizi/ahli gizi (S.GZ) di masyarakat dan sistem pelayanan gizi dalam aspek promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif serta mengacu kepada tujuan pendidikan sebagai berikut :
  • Menjelaskan secara benar dasar-dasar ilmu gizi dan kaitannya dengan kesehatan dan pangan;
  • Mengkaji secara menyeluruh keterkaitan gizi, kesehatan, dan pangan dalam suatu sistem;
  • Mengkaji, menilai, dan mengidentifikasi keadaan gizi individu, kelompok, atau masyarakat;
  • Membuat perencanaan intervensi dan pelayanan gizi yang sesuai dengan kebutuhan;
  • Melaksanakan intervensi dan pelayanan gizi sesuai dengan rencana intervensi;
  • Melaksanakan kegiatan monitoring pelaksanaan intervensi dan pelayanan gizi;
  • Melaksanakan kegiatan evaluasi pelaksanaan intervensi dan pelayanan gizi;
  • Melakukan promosi gizi dan melakukan mobilisasi sosial untuk pencegahan dan penanganan masalah gizi;
  • Memahami pentingnya kerjasama lintas sektor, lintas disiplin dan lintas profesi dalam menangani masalah gizi;
  • Melakukan persiapan-persiapan yang diperlukan untuk kegiatan advokasi dalam menangani masalah gizi;
  • Merancang dan melaksanakan penelitian dibawah bimbingan seorang ahli atau kelompok ahli;
  • Menerapkan hasil-hasil penelitian terbaru pada intervensi dan pelayanan gizi;
  • Memutakhirkan diri dalam perkembangan ilmu dan teknologi bidang gizi.
Program Studi Manajemen Informasi kesehatan (S1)
 Program Studi Manajemen Informasi kesehatan (S1)

Adanya tuntutan dari profesi, masyarakat dan semua pihak - yakni agar terciptanya pelayanan kesehatan yang good clinical governance, mengharuskan institusi pelayanan kesehatan seperti Rumah Sakit, dan Lembaga Pelayanan Kesehatan Masyarakat untuk melakukan pembenahan dalam sistem pencatatan, pengolahan dan analisis data medis secara lengkap, akurat, tepat waktu dan terintegrasi dalam pengelolaan data pasien baik yang tertulis maupun terekam tentang identitas, amnesia, penentuan fisik, laboratorium, diagnosa segala pelayanan dan tindakan, medik yang diberikan kepada pasien dan pengobatan baik yang dirawat inap, rawat jalan maupun yang mendapatkan pelayanan gawat darurat, sehingga menghasilkan Sistem Informasi Kesehatan yang terintegrasi dan akurat yang dapat digunakan untuk penyusunan kebijakan, penyusunan program dan penelitian. Jadi, Manajemen Informasi Kesehatan sangat penting karena merupakan administrative, legal, financial, research, and education value.
Tujuan Pendidikan :
1.    Menghasilkan Sarjana Sain Terapan Manajemen Informasi Kesehatan yang profesional dalam bidang pengelolaan informasi kesehatan.
2.    Menghasilkan karya – karya inovatif dalam menunjang kualitas pelayanan informasi kesehatan.
3.    Menghasilkan lulusan yang memiliki daya saing tinggi dan dapat menjadi acuan bagi pendidikan yang sama.
4.    Menghasilkan lulusan yang peka terhadap masalah dan perkembangan IPTEK di bidang manajemen informasi kesehatan
5.    Menghasilkan lulusan yang trampil dalam menggunakan berbagai peralatan terkait manajemen informasi Kesehatan sesuai dengan perkembangan IPTEK .
6.    Menghasilkan lulusan yang mampu mandiri dan siap pakai dalam bidang manajemen informasi kesehatan.
7.    Menghasilkan lulusan yang berjiwa kewirausahaan dan berwawasan global.




Program studi Manajemen Informasi Kesehatan (MIK) Universitas Esa Unggul memiliki komitmen untuk membentuk tenaga-tenaga yang profesional dalam pengumpulan, analisis dan desiminasi informasi kesehatan, yang cakupan penggunanya meliputi administrator, manajer, pemberi pelayanan kesehatan (provider). MIK Universitas Esa Unggul menghasilkan lulusan Sarjana Sain Terapan Manajemen Informasi Kesehatan yang profesional dan mampu :
1.    Menghasilkan karya – karya inovatif dalam menunjang kualitas pelayanan informasi kesehatan.
2.    Memiliki daya saing tinggi dan dapat menjadi acuan bagi pendidikan yang sama.
3.    Memahami perkembangan IPTEK di bidang Manajemen Informasi Kesehatan
4.    Trampil dalam menggunakan berbagai peralatan terkait manajemen informasi Kesehatan sesuai dengan perkembangan IPTEK
5.    Memiliki jiwa kewirausahaan dan berwawasan global.

Proses Pembelajaran:
1.    Masa Orientasi Mahasiswa baru diawali dengan pembekalan softskill (training: ESQ, leadership, entrepreneur, communication, dan self confidence)
2.    Kurikulum 3,5 tahun (7 semester normal, 3 semester pendek)
3.    Progam Bahasa Inggris secara komperehensif (TOEFL & TOEIC)
4.    Kemajuan belajar mahasiswa dievaluasi berdasarkan sistem evaluasi kemajuan belajar yang meliputi ujian tengah semester, ujian akhir, kuis, dan penyelesaian tugas rumah dan praktikum
5.    Pembelajaran berbasis Hybrid Learning (intranet dan internet sebagai alat komunikasi antar dosen dan mahasiswa dalam aplikasi materi ajar, pemberian tugas, dan referensi
6.    Praktikum di Laboratorium dengan fasilitas terbaik
7.    Bimbingan Akademik
8.    Mengadakan Kuliah Umum dan Dosen Tamu dari pakar dan praktisi profesional
9.    Mengadakan Seminar, Lokakarya, Pelatihan dan Diskusi interaktif
10.                       Ekstrakulikuler melalui Unit Kegiatan Mahasiswa
11.                       Praktek Kerja Lapangan di perusahaan nasional dan multinasional.

Mitra Kerjasama dalam Praktek Mahasiswa, Pendidikan Pengajaran, Penelitian, dan Pengabdian Masyarakat Departemen Pemerintah dan BUMN  :


Depkes RI - Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Nasional, Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia, Dinas Kesehatan Pemprov DKI Jakarta, Pemerintah Prov DKI Jakarta Badan Kesatuan Bangsa, Pemerintah Kabupaten Cianjur Badan Kesatuan Bangsa, Politeknik Kesehatan Jakarta II Jurusan Gizi, Pemerintah Kotamadya Jakarta Barat, Suku Dinas Kesehatan Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Cianjur, Purwakarta, Tangerang, Bekasi, dan Poltekes Depkes.


Lembaga Pelayanan Kesehatan, Rumah Sakit Umum, Daerah dan Swasta :


Hyperkes, RSU Cipto Mangunkusumo, RS FK UKI, Siloam Hosiptal Karawaci, Siloam Hospital Kebon Jeruk, RS Fatmawati, RS Tarakan, RS Islam Cempaka Putih, RS Islam Pondok Kopi, RSU Tangerang, RSU Cibinong, RSUD Tarakan, RSUD Tangerang, RSUD Budhi Asih, RSUD Sumber Waras, RSUD Koja, RSP Pertamina, RS Patria IKKT, RSAB Harapan Kita, RS Harapan Bunda, RS PIK, RS PELNI, RS Siloam, RS Persahabatan, RS Pasar Rebo, RS Atmajaya, RS Medistra, RS Puri Indah, RS Puri Kedoya Mandiri, RS Medika Permata Hijau, RS Juwita Bekasi, RS Paramita Tangerang, RS Global Medika Tangerang, RS Bersalin Avisena, RS Mitra Asih, RS Pantai Indah Kapuk, RS Islam Pondok Kopi, RSPAD, RS Angkatan Laut, RSJ Soeharto Herjan, RS Hasan Sadikin Bandung, Yayasan Jantung Harapan Kita, RSIA Keluarga Kita Tangerang, dan Puskesmas (Jaktim, Jakpus, Jakbar, Jaksel, dan Jakut).


Organisasi Profesi, Sosial, Kesehatan, dan Perusahaan :


Asosiasi Institusi Perguruan Tinggi Kesehatan Masyarakat Indonesia (AIPTKMI), Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Ikatan Mahasiswa Ilmu Keperawatan Indonesia, Asosiasi Ilmu Pendidikan Gizi Indonesia, Persatuan Ahli Gizi Indonesia, PT. Enzym, PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia, PT. Krakatau Medika, PT.Yakult Indonesia, PT. Aero Catering, Puspa Catering, LP Cipinang, Badan Narkotika Nasional, Palang Merah Indonesia, Sampoerna Foundation, Tbk, John Bloomberg Hopkins Institute, Positive Deviance Resources Centre, Danone Nutrition Institute, Badan POM RI, dan World Health



LAPORAN BESAR RUMAH SAKIT H. MOCH, ANSHARI SALEH


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Pelayanan gizi rumah sakit adalah pelayanan gizi yang disesuaikan dengan keadaaan pasien dan keadaan klinis, status gizi dan status metabolisme tubuhnya. Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS) merupakan salah satu fasilitas dan pelayanan yang harus ada di rumah sakit. Program pelayanan gizi rumah sakit bertujuan untuk meningkatkan kulitas pelayanan rumah sakit melalui penyediaan makanan yang sesuai guna mencapai syarat gizi di rumah sakit perlu sesuatu suatu pengetahuan dan keterampilan yang meliputi pengadaan makanan sampai dengan produksi makanan dan evaluasi makanan.
Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas tinggi sangat diperlukan dalam era globalisasi saat ini. Hal ini berkaitan dengan kemampuan bersaing dengan negara lain pada berbagai aspek. Untuk mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas diperlukan peranan faktor lain seperti kesehatan dan gizi. Kesehatan dan gizi merupakan faktor penting yang berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia disuatu Negara. Untuk mewujudkan hal tersebut perlu upaya perbaikan gizi yang bertujuan untuk meningkatkan status gizi masyarakat melalui upaya perbaikan gizi dalam keluarga maupun pelayanan gizi dan individu yang karena sesuatu mereka harus tinggal disuatu institusi kesehatan diantaranya rumah sakit. Kegiatan pelayanan gizi di rumah sakit meliputi asuhan gizi, penyelenggaraan makanan, dan kegiatan penelitian dan pengembangan gizi.
Untuk menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang bermutu sesuai sesuai dengan kebutuhan pasar kerja atau dunia usaha dan industri di era globalisasi saat ini, perlu adanya hubungan timbal balik antara dunia usaha/industri dengan lembaga pendidikan. Salah satu bentuk hubungan timbal balik ini adalah dilaksanakannya kerjasama yang saling menguntungkan dalam proses kegiatan pembelajaran mahasiswa sebagai upaya peningkatan relevansi pengetahuan dan kemampuan praktek mahsiswa dengan dunia nyata. Di sisi lain, dunia usaha/industri akan merasa terbantu secara gratis dalam mengembangkan usaha mereka.
Kurikulum Akademi Gizi Departemen Kesehatan RI Tahun 1996 mencantumkan wilayah tujuh peran yang harus dicapai oleh para lulusan Diploma III Gizi, diantaranya adalah sebagai pengelola system penyelenggaraan makanan institusi, penyuluhan dan institusi penyuluhan atau konsultasi gizi, pelaku pendayagunaan bahan mkanan, dan penilai mutu gizi makanan.
Dalam kurikulum tersebut peserta didik dapat memilih permintaan dalam bidang Gizi klinik atau bidang Gizi Masyarakat untuk pedalaman ilmunya seorang “Dietition” dan “Nutrition”.
Peserta didik memilih peminatan dalam bidang gizi klinik harus dapat menjalankan beberapa peran khususnya sebagai pengelola system penyelenggaraan makanan. Untuk lulusan dituntut mempunyai kemampuan tertentu yang dijalanakan secara professional dan memenuhi tuntutan masyarakat.
Untuk dapat mewujudkan tuntutan tersebut maka peserta didik atau setiap mahasiswa diwajibkan menjalanakan praktek mata kuliah pelayanan gizi institusi salah satunya di instalasi gizi senior untuk rumah sakit kelas C di bawah bimbingan intensif dari ahli gizi senior dirumah sakit tersebut. Penyelenggaraan makanan di rumah sakit meliputi penggadaan makanan sampai dengan produksi makanan dan evaluasi makanan. Tahapan kegiatan tersebut antara lain : 1.) Pemesanan dan Pembeliaan bahan, 2.) Penerimaan, Penyaluran, dan Penyimpanan, 3.) Persiapan dan Pengolahan Makanan , 4.) Sisitem distribusi dan Penyajian Makanan, 5.) Pengawasan mutu makanan dan, 6.) Evaluasi dan Penyelenggaraan makanan.
Dengan menjalankan praktek kerja lapangan tersebut diharapkan dapat diperolehnya lulusan yang siap kerja dan lebih percaya diri dalam melaksanakan tugasnya di masyarakat, khususnya dalam manajemen sistem penyelenggaran makanan.

1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penyelenggaraan Praktek Kerja Lapangan (PKL) manajemen sistem penyelenggaran makanan pada rumah sakit tipe B adalah memberikan gambaran system penyelenggaran makanan di instalasi gizi rumah sakit yang meliputi pengorganisasian, ketenagaan, sistem penyelenggaran makanan di instalasi quality control dan evaluasi penyelenggaraan makanan, membuat laporan, menyusun dan menyajikan laporan praktek.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Menganalisis kebutuhan tenaga
b. Menganalisis sistem pengelolaan makanan di institusi
c. Menilai dan dapur dan peralatan
d. Menilai mutu makanan yang di produksi
e. Mengkaji dan mengembangkan menu yang lebih unggul
f. Menganilisis harga makanan konsumen perporsi
g. Menilai kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi.
1.3 Manfaat
a. Bagi institusi rumah sakit
Sebagai bahan evaluasi sehingga menjadi salah satu masukan untuk lebih meningkatkan sistem penyelenggaraan makanan di institusi rumah sakit
b. Bagi mahasiswa
Dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan tentang sistem penyelenggaran makanan institusi rumah sakit.

BAB II
PELAKSANAAN PELAYANAN GIZI

2.1 Gambaran Umum Rumah Sakit
2.1.1 Sejarah Berdirinya Rumah Sakit Dr. H. Moch Ansari Saleh
Sebelum rumah sakit menempati bangunan baru di jalan Brigjen H.Hasan Basry Banjarmasin, maka rumah sakit ini terlebih dahulu menempati di jalan Letjen R.Soeprapto no. 41 Banjarmasin.
Rumah sakit Dr. H. Moch Ansari Saleh Banjarmasin yang merupakan peninggalan pemerintah Belanda yang pernah menjajah negri ini selama 3,5 abad dan perkirakan dibangun sekitar tahun 1926 diatas tanah seluas 7,4 – 65 m2 yang mula-mula hanya digunakan sebagai rumah sakit umum, waktu itu penduduk kurang lebih 50.000 orang.
Kemudian setelah pecah perang dunia II sewaktu pengambilan alihan kekuasaan dari pemerintah Belanda kepala pemerintah Jepang. Rumah sakit ini oleh pemerintah Jepang di bubarkan dan para pasien mental dipulangkan ke keluarga masing – masing dan sebagian dipindahkan ke Rumah Sakit Kota Baru (Pulau Laut) Kalimantan Selatan. Begitu pula Rumah Sakit Umum Daerah Ulin, sedang gedung lama tesrebut tentara Jepang dipergunakan sebagai mess pertahanan dan segala macam kegiatan militernya di daerah ini setelah perang dunia II, maka gedung tersebut dijadikan perawatan orang sakit jiwa yang menampung penderita berasal dari daerah Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah.
Setelah revolusi kemerdekaan bagi pemerintah Indonesia (17 Agustus 1945), rumah sakit jiwa ini mulai berfungsi sebagai rumah sakit jiwa walaupun dengan segala keterbatasan, baik fasilitas peralatan, obat–obatan, tenaga medis dan paramedis, tenaga rumah tangga, tenaga administrasi dan kepegawaian masih dikerjakan oleh inspektur kesehatan provinsi kalimatan Selatan. Tempat perawatan orang sakit jiwa pada waktu itu masih berstatus otonom yang dipimpinnya dirangkap oleh inspektur kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan. Setelah itu, rumah sakit ini diserah terimakan oleh inspektur kesehatan statusnya kepada Kepemerintahan kesehatan (DepKes) yang pada itu ditandatangani langsung oleh jawatan rumah sakit iwa tersebut diubah menjadi Rumah Sakit Perawatan Sakit Jiwa Banjarmasin sejak tahun 1952 dengan kapasitas 100 tempat tidur.
Sekarang Rumah sakit Jiwa Banjarmasin berganti nama menjadi Rumah Sakit Dr.H.Moch Anshari Saleh yang bertempat di jalan Brigjen H.Hasan Basry dan dibangun sejak tahun 1980 di atas seluas 88.09832 m2. Adapun operasi kegiatannya mulai sejak tanggal 22 Juli 1985 dan diresmikan pemakaian nya oleh Bapak Menteri Republik Indonesia Dr. Soewardjo Soerjaningrat pada tanggal 3 September 1985.
Tahun 2002, Rumah Sakit Jiwa Banjarmasin (RSAS) sedang dalam proses penatapan kelas Rumahy Sakit Jiwa kelas B menjadi kelas A, tahun 2001 diberlakukan otonomi daerah. RSAS diserahkan ke Pemerintah Daerah. Pemprov Kalsel mengusulkan melalui surat Gubernur Kalimantan Selatan Nomor : 061/00611/ORG, tanggal 30 april 2001, perihal usulan konversi dari RS Jiwa Banjarmasin kelas B non pendidikan.
Adapun dokter – dokter yang pernah menjabat Direktorat Rumah Sakit Jiwa Banjarmasin adalah sebagai berikut :
a. Dr. Moersito, beliau adalah inspektur kesehatan merangkap pimpinan Rumah Sakit Jiwa Banjarmasin. Menjabat sejak tahun 1945 sampai 31 Mei 1952.
b. Dr. Mas Soenarto, beliau selain menjabat Direktur Umum RSU Ulin Banjarmasin, juga menjabat sebagai Direktur Rumah Sakit Jiwa Banjarmasin sejak tanggal 31 Mei 1952 sampai dengan 5 Januari 1972.
c. Dr. Prawito Suryasudarno, menjabat sejak tanggal 5 Januari 1972 sampai dengan 15 September 1976.
d. Dr. Pandu Setiawan ( Psikiater ), menjabat sejak tanggal 15 September 1976 sampai dengan 15 Sepptember 1984.
e. Dr. Solihan Patah ( Psikiater ), menjabat sejak tanggal 15 September 1984 sampai dengan 15 September 1988.
f. Dr. Yulizar Darwis ( Psikiater ), menjabat sejak tanggal 15 September 1988 sampai dengan tahun 2003.
g. Dr. Fauzi, MARS.
h. Dr. Asyikin Noor.
i. Dr. Sriyanto, M. Kes.

2.1.2 Struktur Organisasi Rumah Sakit Dr. H. Moch. Ansari Saleh Provinsi Kalimantan Selatan
Berdasarkan peraturan daerah Provinsi Kalimantan Selatan No. 18 tanggal 8 November 2001. Tentang susunan organisasi RSU Dr. H. Moch. Ansari Saleh Provinsi Kalimantan Selatan sebagain satuan kerja perangkat daerah yang berfungsi sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pemerintah Kalimantan Selatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan seperti peningkatan, pencegahan, pengobatan dan pemulihan di bidang kesehatan umum dan kesehatan lainnya sebagai Rumah Sakit Umum Daerah kelas B oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia melalui surat keputusan nomor : 372/MENKES/SK/IV/2 maka dengan motto “Pelayanan Kesehatan Prima Andalan Kami” Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin menyelenggarakan pelayanan dengan :
1. Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan terdepan yang terjangkau oleh masyarakat menegah kebawah .Pengembangan fasilitas yang ditargetkan dapat sedikit menggeser segmentasi pasar yang tidak hanya berkutat pada masyarakat mrnegah kebawah, tetapi juga menegah keatas.
2. Mengutamakan kenyamanan san keselamatan pasien yang melalui keramahan pelayanan, kecepatan/kelancaran pelayanan serta kebersihan sarana dan prasarana di Lingkungan Rumah sakit.
Rumah sakit Dr. H. Moch.Ansari Saleh Banjarmasin adalah unit pelaksnaan teknis dinas kesehatan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui kepala dinas kesehatan.
Susunan organisasi rumah sakit terdiri dari :
Direktur
Wakil direktur
Kepala Bagian Seketariat
Kasubag Penyusunan Program dan Laporan
Kasubag Tata Usaha
Kasubag Rumah Tangga dan Kepegawaian
Ksubag Pencatatan Medik
Kepala Bidang Pelayanan Medik
Kepala Seksi Pelayanan Medik
Kepala Bidang Penunjang Medik
Kepala Bidang Keperawatan
Kepala Seksi Keperawatan I
Kepala Seksi Keperawatan II
Kepala Seksi Keperawatan III
Kepala Seksi Keperawatan IV
Kepala Komite Medik
Staff Medik Fungsional
Satuan Pengawasan Intern
Instalasi – instalasi Eselon IIb
Eselon IIIa
Eselon IIIb
Eselon IVb
Eselon IVb
Eselon IVb
Eselon IVb
Eselon IIIb
Eselon IVb
Eselon IVb
Eselon IIIb
Eselon IVb
Eselon IVb
Eselon IVb
Eselon IVb
Fungsional
Fungsional
Fungsional
Fungsional

Dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Rumah Sakit Dr. Moch . Ansari Saleh Banjarmasin Provinsi Kalimantan Selatan sesuai struktur organisasi yang ditetapkan, di dukung ketersediaan sarana dan prasarana kelembangaan ,sistem prosedur yang baku serta jumlah pegawai yang cukup dan penyediaan anggaran yang memadai.
2.1.3 Tugas dan Fungsi .
Tugas dan fungsi seperti dalam perda no 18 Tahun 2001 adalah sebagai berikut adalah menyelenggarakan dan melaksankan pelayanan, pencegahan, pemulihan dan rehabilitas dibidang kesehatan jiwa dan kesehatan umum lainnya.sedangkan fungsi rumah sakit sesuai dengan pasal 5 Perda no.18 tahun 2001.
1. Pelaksanaan usaha pelayanan kesehatan jiwa dan pencegahan
2. Pelaksanaan dan usaha kesehatan jiwa dan pemulihan
3. Pelaksanaan usaha dan pelayanan kesehatan jiwa rehabilitasi
4. Pelaksanaan kesehatan jiwa kemasyarakatan
5. Pelaksanaan sistem rujukan (system referal)
6. Pelaksanaan pelayanan kesehatan umum lainnya
7. Pelaksanaan kegiatan pendidikan riset dan penelitian
2.1.4 Visi, Misi, dan Motto
a. Visi
“Pelayanan gizi yang bermutu dan berkualitas untuk mewujudkan pelayanan yang terbaik”
b. Misi
- Meningkatkan dan mengemebangkan kualitas pelayanan dan sumber daya manusia
- Meningkatkan dan mengembangkan sarana dan prasarana rumah sakit
- Menyelenggarakan system informasi manajemen rumah sakit efektif dan efesien
- Menjadikan pusat pelayanan kesehatan umum dengan unggulan kebidanan, penyakit dalam dan jiwa
c. Motto
Anda Puas,Kami Bangga :
Profesional, Utamakan Pelanggan, Agamis, Sejahtera
2.1.5 Tujuan, Sasaran, Kebijakan,dan Program
a. Tujuan
- Meningkatnya kualitas dan kuantitas jenis pelayanan
- Meningkatkannya kualitas sumber daya manusia
- Tersedianya sarana dan prasarana rumah sakit yang reparesentatif
- Akuritasasi pelayanan
- Terselenggarannya pelayanan yang menyeluruh.
b. Sasaran
- Terciptanya kepuasan masyarakat atas pelayanan kesehatan di rumah sakit
- Terciptanya tenaga professional
- Terpenuhinya fasilitas pelayanan cepat dan tepat
- Terpenuhinya kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan
c. Kebijakan
- Penyelenggaraan pelayanan yang berpihak kepada masyarakat
- Penyelenggaraan pelayanan secara professional
- Pembangunan dan pemeliharaan fasilitas rumah sakit
- Pemenuhan sarana sistem informasi manajemen rumah sakit
- Perluasaan pelayanan kesehatan umum dengan unggulan kebidanan, penyakit dalam dan jiwa
d. Program
- Peningkatan pelayanan kesehatan
- Peningkatan kualitas sumber daya manusia
- Peningkatan fasilitas rumah sakit
- Peningkatan pelayanan melalui sistem informasi manajemen rumah sakit.
2.1.6 Sarana dan Prasarana
Secara umum sarana dan prasarana rumah sakit terdiri dari :
a. Sarana fisik
 Luas tanah seluruhnya : 87.675 m2
§
 Luas bangunan
§ : 10.552 m2
 Tempat parkir
§ : 860 m2
 Halaman atau taman
§ : 320 m2
 Lain –lain
§ : 76.481 m2
b. Fasilitas Tempat Tidur dan Rencana Pembangunan
Berdasarkan jenis pelayanannya yaitu pelayanan umum pelayanan jiwa, penambahan baru, dan fasilitas tempat tidur yang tersedia di Rumah Sakit Dr. H. Moch. Anshari Saleh pada tahun 2007 berjumlah 238 TT, tahun 2009 berjumlah 400 TT dan tahun 2010 berjumlah TT.
Fasilitas penunjang lainnya seperti mobil ambulance ada 3 buah dan mobil jenazah ada 2 buah. Pada waktu mendatang masih diperlukan beberapa kenderaan opersional.
2.1.7 Fasilitas pelayanan
a. Rawat jalan
 IGD umum
§
 IGD jiwa
§
 Poli Penyakit Dalam
§
 Poli Kandungan
§
 Poli Bedah
§
 Poli Anak
§
 Poli THT
§
 Poli Jiwa
§
 Poli HIV/AIDS
§
 Poli Konsultasi Psikologi
§
 Poli Kulit dan Kelamin
§
 Poli Mata
§
 Poli Gizi
§
 Poli Jantung
§
 Poli Orthopedi
§
 Poli Syaraf
§
b. Rawat inap
 Kebidanan dan Kandungan
§
 Penyakit Dalam
§
 Bedah
§
 Anak
§
 Bayi
§
 ICU
§
 THT
§
 Mata
§
 Jiwa
§
 Jantung
§
c. Pelayanan Medik
Pelayanan Medik berupa :
 Intensif Care Unit (ICU)
§
 Rehabilitasi Psikiatrik Pria
§
 Rehabilitasi Psikiatrik Wanita
§
 Rehabilitasi Medik dan Fisioterapi
§
 Kamar Operasi
§

d. Pelayanan penunjang
Pelayanan penungjang berupa :
 Instalasi labolatorium Klinik/IPA
§
 Instalasi Farmasi
§
 Instalasi pendidikan dan pelatihan
§
 Instalasi Gizi
§
 Instalasi radiologi
§
 Instalasi Pemusaran Jenazah
§
 Instalsi pemeliharaan Sarana Rumah Sakit (IPSRS)
§
2.2 Gambaran Umum Instalasi gizi
2.2.1 Tugas Pokok dan Fungsi Instalasi Gizi
Instalasi gizi rumah sakit adalah wadah yang mengelola kegiatan pelayanan gizi rumah sakit. Dalam surat keputusan Menteri Kesehatan No. 134/MenKes/SK/IV/1978 tentang susunan oraganisasi dan tata kerja rumah sakit umum, dinyatakan bahwa instalasi gizi mempunyai tugas melaksanakan kegiatan pengolahan, penyediaan, penyaluran makanan dan penyuluhan gizi di lakukan oleh tenaga atau pegawai dalam jabatan fungsional .
Secara fungsional instalasi gizi Rumah Sakit Dr. H. Moch. Anshari Saleh Banjarmasin dalam melaksanakan tugas pokoknya dikelompokkan dalam 3 kegiatan :
a) Kegiatan pelaksanaan
b) Kegiatan Penyelenggaraan makanan.
c) Kegiatan penyuluhan dan konsultasi gizi serta pengembangan gizi terapan
Kegiatan tersebut diatas dituangkan dalam uraian tugas sebagai berikut :
1. Kegiatan Pelaksanaan
 Membuat struktur organisasi
§
 Membuat atau menyusun protap
§
 Membuat standar
§
 Menginvestasikan kegiatan-kegiatan
§
2. Kegiatan Penyelenggaraan Makanan
 Melakukan penyimpanan bahan makanan
§
 Mengelola kegiatan pengadaan makanan
§
 Melakukan kegiatan pramusaji
§
 Mengatur kegiatan pendistribusian makanan
§
 Menyediakan snack karyawan/karyawati
§
 Melaksanakan dan mengawasi kegiatan penyediaan makanan
§
 Mengawasi distribusi makanan
§
 Menyusun anggaran belanja makanan pasien
§
 Merencanakan menu
§
 Merencanakan bahan makanan pasien
§
 Merencanakan bahan makanan petugas khusus
§

3. Kegiatan penyuluhan dan konsultasi gizi serta pengembangan gizi terapan :
 Mengelola kegaiatan gizi di ruang rawat inap
§
 Memantau status gizi pasien selama rawat inap
§
 Konseling di ruang rawat inap dan poli gizi
§
 Memonitoring kegiatan pelayanan gizi
§
 Evaluasi hasil pelayanan
§
Fungsi instalasi gizi sebagai berikut :
1. Menyelenggarakan kegiatan administrasi di unit kerja instalasi gizi dan melaksanakan perencanaan kebutuhan dan bahan makanan sesuai dengan permintaan standar menu dan pelayanan gizi.
2. Menyelenggarakan pengolahan dan penyaluran makanan untuk pasien, dokter muda serta pegawai khusus.
3. Menyelenggarakan pengolahan perbekalan bahan makanan dan perlengkapan pelayanan gizi sesuai dengan kebutuhan yang berlaku.
4. Menyelenggarakan peningkatan dan pengembangan pelayanan gizi.
5. Menyelenggarakan penyuluhan dan konsultasi gizi
6.
2.2.2 Keadaan Umum Instalasi Gizi
a. Letak Instalasi Gizi
Instalasi gizi terletak berdampingan dengan ruangan (Loundry) dan ruang perawatan kelas III pria serta ruangan diklat sehingga cukup sehingga strategis untuk menunjang kelancaran kegiatan pelayanan gizi di rumah sakit.
b. Keadaan Fisik Dapur
Keadaan fisik instalasi gizi di Rumah Sakit Dr. H. Moch Ansari Saleh telah memenuhi beberapa persyaratan antara lain :

1. Instalasi gizi dapat dicapai semua ruangan perawatan sehingga pelayanan gizi dapat diberikan merata untuk semua pasien.
2. Instalasi gizi terletak sedemikian rupa keributan dan kegaduhan dari instalasi gizi tidak menganggu ruangan lain.
3. Instalasi gizi mudah dicapai kenderaan dari luar, sehingga memudahkan pengiriman bahan makanan. Instalasi gizi mempunyai jalan tersendiri dari luar untuk lalu lintas bahan makanan.
4. Instalasi gizi mendapatkan udara dan sinar matahari yang cukup.
Lantai instalasi gizi terbuat dari beton dilapisi tehel putih, lantai cukup kuat, mudah dibersihkan dan kedap air. Lantai selalu dibersihkan setiap hari dan setelah selesai kegiatan. Dinding intalasi gizi terbuat dari beton di cat putih.dinding mudah dibersihkan, tahan cairan dan dapat memantulkan cahaya yang cukup terang bagi ruangan.
Penerangan di dapur sudah cukup, berasal dari listrik, kaca, ataupun ventilasi. Hal ini di tunjang oleh warna ruangan yang dapat memantulkan cahaya.
c. Hygiene dan sanitasi
Tujuan kegiatan sanitasi dalam penyelenggaran makan di rumah sakit adalah :

1. Tersedianya makanan yang berkualitas baik dan aman bagi kesehatan konsumen.
2. Menurunnya kejadian resiko penularan penyakit/gangguan kesehatan melalui makanan.
3. Terwujudnya perilaku kerja yang sehat dan benar dalam penanganan makanan di rumah sakit.
Pengelolaan sanitasi dalam penyelenggaraan makanan di rumah sakit meliputi pengelolaan terhadap :
Bahan makanan
Sarana fisik/ ruangan
Peralatan dapur
Fasilitas sanitasi
Penjamah makanan
Secara umum di instalasi gizi Rumah Sakit Dr. H. Moch Ansari Saleh masih belum memenuhi persyaratan , khususnya mengenai limbah. Tidak ada tempat pengaliran khusus untuk pembuangan limbah di instalasi gizi. Peralatan yang di gunakan untuk kegiatan penyelenggaraan makanan dibersihkan terlebih dahulu sebelum digunakan. Lantai ruangan dapur dapat dibersihkan setiap hari, setiap pagi dan sore hari.
Sumber air yang digunakan untuk kegiatan di instalasi gizi menggunakan air ledeng dari PDAM, sehingga terjamin kebersihannya. Air tersebut dialirkan melalui kran air yang terdapat di bagian belakang dan ditampung dalam sebuah bak air, di dalam ruangan gizi terdapat kran gizi dan bak cuci.
Sampah hasil kegiatan penyelenggaran makanan di instalasi gizi di tangani dengan cara buang/ ditampung dalam tempat bak sampah sementara, kemudian di buang ke pembuangan akhit setelah itu di bakar.
d. Arus kerja
Arus kerja yang dimaksud adalah urutan – urutan kegiatan kerja dalam memproses bahan makanan menjadi hidangan. Hal ini meliputi gerak dari penerimaan bahan makanan, persiapan, pemasakan, pembagian/distribusi makanan. Yang perlu di perhatikan dalam arus kerja penyelenggaraan makanan adalah :
1. Pekerjaan sedapat mungkin dilakukan searah atau satu jurusan.
2. Pekerjaan dapat lancar sehingga energi dan waktu dapat dihemat.
3. Bahan tidak dibiarkan lama sebelum diproses
4. Jarak yang ditempuh pekerja sependek mungkin, tidak bolak balik.
5. Ruang dan alat dapat di pakai efektif mungkin.
6. Ongkos produksi dapat ditekan
Arus kerja di instalasi gizi Rumah Sakit Dr. H. Moch Ansari Saleh Banjarmasin di mulai dari pembelian bahan makanan yang dilakukan oleh reverensil dan dibawa keruangan penerimaan bahan makanan kemudian ditimbang oleh petugas penerimaan barang yang sesuai dengan permintaan. Setelah itu diserahkan ke bagian instalasi gizi/yang berwenang. Bahan makanan basah di bawa ke tempat persiapan untuk diolah, sedangkan bahan makanan kering disimpan di gudang penyimpanan (gudang kering) jika diperlukan sesuai dengan permintaan/kebutuhan per hari tersebut (sesuai dengan permintaan dan kebutuhan pasien sehari).
2.2.3 Struktur Organisasi dan Ketenagaan Instalasi Gizi
Instalasi gizi sebagai wadah fasilitas penunjang medik rumah sakit yang menyelenggarakan kegiatan pengelolaan makanan, pemberian terapi diet, penyuluhan dan konsultasi gizi, serta penelitian pengembangan gizi terapan dalam meningkatkan pelayanan gizi diperlukan upaya penetapan serta pemantauan mutu pelayanan gizi yang dibuat struktur organisasi. Struktur organisasi di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dr. H. Moch. Ansahari Saleh Banjarmasin dipimpin oleh kepala yang langsung bertanggung jawab kepada direktur. Kepala instalasi gizi dibantu oleh wakil kepala instalasi gizi. Kepala instalasi gizi langsung membawahi semua unit kegiatan instalasi gizi.
Jumlah total tenaga instalasi gizi 2009 sebanyak 30 orang sedangkan pada tahun 2010 jumlah tenaga sebanyak 32 orang adanya penambahan tenaga sebanyak 2 orang. Untuk lebih jelasnya jumlah tenaga instalasi gizi dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 1. Distribusi Ketenagaan Instalasi Gizi Berdasarkan Tingkat Pendidikan.
No Pendidikan Tahun 2009
(orang) Tahun 2010
(orang) Keterangan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
S1 Kesling/FKM
S1 Gizi
D4 Gizi
D3 Gizi
D1 Gizi/SPAG
SMK/Boga
SMA
STM/Teknik
SMP-SD 2
-
-
13
2
8
-
-
5 4
-
-
13
1
7
2
-
5


1:75
1:25
1:6
Jumlah 30 32

Tabel 2. Distribusi Ketenagaan Berdasarkan jenis Kepegawaian
No Jenis kepegawaian Tahun 2009
(orang) Tahun 2010
(orang) Keterangan
1.
2.
3.
4. Pegawai Negeri Sipil
Honor
Magang
Kontrak 17
1
2
10 18
1
1
12
Jumlah 30 32
Tabel 3. Distribusi Ketenagaan Berdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis kelamin Tahun 2010 (orang) Keterangan
1.
2. Laki-laki
Perempuan 3
29
32

2.2.4 Job Discription Instalasi Gizi
a) Perencanaan dan Pengembangan instalasi gizi
1. Membuat perencanaan dan pengembangan instalasi gizi
2. Membuat perencanaan dan pengajuan amprahan bahan makanan dan harian
3. Membuat laporan bulanan pemakaian bahan makanan
4. Membuat laporan harian pemakaian bahan makanan jiwa dan umum
5. Mengisi buku harian/tabel laris penerimaan dan pemakaian bahan makanan
6. Perencanaan menu penderita kelas VIP, I, II, dan III jiwa umum
7. Perencanaan diet khusus
8. Perencanaan petugas dinas pagi, sore dan shubuh
9. Mengajukan perbaikan barang yang rusak
10. Mengajukan permintaan barang atau alat-alat keperluan instalasi gizi
11. Mengajukan permintaan bahan bakar atau gas elpiji


b) Penyimpanan
1. Menyimpan barang yang diterima dan membukukannya sesuai dengan peraturan.
2. Menerima dan membukukan barang atau alat keperluan dapur
3. Menerima bahan makanan kering bulanan dan harian
4. Menerima dan membukukan jumlah penderita dari ruangan laki –laki dan wanita serta menulis pada papan yang telah disediakan
5. Menerima bahan bakar
6. Dan lain-lain yang dianggap perlu
c) Pengelolaan
Ada dua kegiatan dalam pengelolaan yaitu pengadaan makanan dan kebersihan ruangan.
2.2.5 Kegiatan – kegiatan Instalasi Gizi
Pada SK Menkes No.134 tahun 1978 dinyatakan bahwa wadah yang menangani kegiatan gizi di rumah sakit disebut instalasi gizi. SK Menkes tersebut kemudian disempurnakan dalam rapat konsultasi perjabat rumah sakit yang I,II, dan III tahun 1980 dan 1981 yang menajabarkan bahwa kegaiatan pelayanan gizi rumah sakit dikelompokan menjadi :
a. Kegiatan pengadaan penyediaan makanan
b. Kegiatan pelayanan gizi di ruang inap
c. Kegiatan penyuluhan/konsultasi dan rujukan gizi
d. Kegiatan penelitian dan pengembangan gizi terapan.
Di Instalasi Gizi Di Rumah Sakit Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin, kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan adalah :
1. Pengadaan makanan
Pengadaan makanan merupakan serangkaian kegiatan yang dimulai dari perencanaan macam dan jumlah bahan makanan hingga proses penyediaan makanan matang bagi pasien dan karyawan rumah sakit. Proses ini mencakup 10 kegiatan yaitu :
a. Perencanaan Anggaran Belanja
Perencanaan/penyusunan anggaran belanja adalah suatu kegiatan penyusunan anggaran biaya yang diperlukan untuk pengadaan bahan makanan bagi konsumen/pasien yang dilayani. Adapun tujuan dari perencanaan anggaran belanja yaitu agar tersedianya taksiran anggaran belanja makanan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan macam dan jumlah bahan makanan bagi konsumen/pasien yang dilayani sesuai dengan standar kecukupan gizi.
Di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin, perencanaan anggaran belanja dilakukan per tahun. Sehingga untuk anggaran belanja juga dilakukan per tahun. Sedangkan anggaran belanja per orang per hari di buat berdasarkan bentuk, jenis diet dan kelas perawatan.
Perencanaan anggaran belanja untuk peralatan instalasi gizi diajukan pada pihak rumah sakit setiap tahun, anggaranya meliputi, peralatan, persiapan, pemasakan, dan lain – lain.
b. Perencanaan Menu
Perencanaan menu adalah suatu kegiatan penyusunan menu yang akan diolah untuk memenuhi selera konsumen pasien, dan kebutuhan zat gizi yang memenuhi prinsip gizi seimbang. Tujuan perencanaan menu yaitu agar tersedianya menu sesuai klasifikasi pelayanan yang ada di rumah sakit (misalnya 10 hari/seminggu).
Di Instalasi Gizi Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin perencanan menu dibuat dengan siklus menu 10 hari + 1 hari (hari 31). Menu tersebut dibuat berdasarkan standar menu yang ada, makanan biasa, makanan lunak, makanan cair saring dan bubur.
Siklus menu yang dibuat tidak selalu dapat dilaksanakan karena dipengaruhi oleh keadaan atau ketersediaan bahan makanan di pasar
c. Perencanaan Kebutuhan Bahan Makanan
Perencanaan kebutuhan bahan makanan adalah serangkaian kegiatan untuk menetapkan kegiatan untuk menetapkan jumlah, macam, atau jenis kualitas bahan makanan yang dibutuhkan untuk kurun waktu tertentu sebagai hasil dari kegiatan ini adalah adanya taksiran kebutuhan bahan makanan yang akan dibeli.
Perencanaan kebutuhan bahan makanan di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin dibuat dengan cara sebagai berikut :

- Menentukan rata – rata jumlah pasien sehari
- Menentukan standar porsi tiap tahun makanan berat kotornya
- Menentukan berapa kali pemakaian bahan makanan sehari.
- Mengkalkulasinya dengan mengalikan ketiga hal diatas.
Jumlah Pasien x Berat Kotor x Kerap Pemakaian
d. Pembelian Bahan Makanan
Pembelian bahan makanan adalah penyusunan permintaan (order) bahan makanan berdasarkan menu atau pedoman menu dan rata – rata jumlah konsumen atau pasien yang dilayani dalam upaya memenuhi kebutuhan bahan makanan.
Di Instalasi Gizi Di Rumah Sakit Dr. H. Moch Ansari Saleh Banjarmasin pembelian bahan makanan basah setiap melalui leveransir. Hal ini dikarenakan jumlah pasien yang tidak terlalu banyak, sehingga bahan makanan yang diperlukan dalam keadaan segar bisa di peroleh setiap hari.
e. Penerimaan Bahan Makanan
Penerimaan bahan makanan adalah suatu kegiatan yang meliputi pemeriksaan atau penelitian pencatatan pelaporan tentang macam, kualitas dan kuantitas bahan makanan yang diterima sesuai dengan pesanan serta spesifikasi tang telah ditetapkan.
Di Instalasi Gizi Rumah Sakit Ansari Saleh Banjarmasin, melaksanakan kegiatan penerimaan bahan makanan, baik bahan makanan kering maupun basah melalui proses penerimaan.
f. Penyimpanan Bahan Makanan
Penyimpanan bahan makanan adalah suatu tata cara menata menyimpan, memelihara keamanan bahan makanan kering atau basah, baik kualitas maupun kuantitas di gudang bahan makanan kering atau basah serta pencatatan dan pelaporan.
Di Instalasi Gizi Rumah Sakit Ansari Saleh Banjarmasin, penyimpanan bahan makanan dilakukan setelah bahan makanan datang dan diterima. Bahan makanan yang disimpan di gudang atau lemari kaca, sedangkan bahan makanan basah langsung dibawa ketempat persiapan dan disimpan dilemari pendingin. Kegiatan ini dilaksanakan oleh tenaga pelaksana gizi.
g. Persiapan Bahan Makanan
Persiapan bahan makanan adalah serangkaian kegiatan dalam penanganan bahan makanan, yaitu meliputi berbagai proses antara lain membersihkan, memotong, mengupas, mengocok, merendam dan sebagainya,
Di Instalasi Gizi Rumah Sakit Ansari Saleh Banjarmasin, bahan makanan basah langsung diterima dan dibawa ketempat penyimpanan. Lauk pauk untuk siang dan sore hari, serta esok pagi di persiapan pada pagi hari. Bumbu dan sayuran disiapkan sebelum kegiatan pemasakan, kemudian bahan makanan yang telah disiapkan dibawa ke tempat pemasakan atau disimpan di lemari pendingin/kulkas. Kegiatan persiapan dilakukan oleh petugas gizi.

h. Pengolahan Bahan Makanan
Pengolahan merupakan suatu kegiatan mengubah (memasak) bahan makanan mentah menjadi makanan siap di makan, berkualitas dan aman untuk di konsumsi sesuai dengan resep, dengan menggunakan media cair, lemak, udara, atau kombinasi dan ketiganya.
Di Instalasi Gizi Rumah Sakit Ansari Saleh Banjarmasin, kegiatan pemasakan dilakukan dengan memperhatikan macam diet yang dilayani. Diet tersebut antara lain :
a. Diet Tinggi Kalori Protein (TKTP)
b. Diet rendah kalori
c. Diet rendah garam
d. Diet pada penyakit saluran cerna
e. Diet pada penyakit hati dan kantung empedu
• Diet lambung
• Diet rendah serat
f. Diet Diabetes mellitus
g. Diet pada jantung dan pembuluh darah
• Diet jantung
• Diet hipoproteinemia
h. Diet pada penyakit ginjal dan saluran kemih
• Diet hipertensi
• Diet kegagalan faal ginjal (Renal Failure)
• Diet penyakit ginjal dengan proteinuri (Nefrotik Sydrome).
• Diet batu ginjal
i. Diet rendah purin
j. Diet komplikasi kehamilan
• Diet hipermesis gravidarum
• Diet preklamsi
k. Makanan prabedah
l. Makanan pasca bedah
m. Makanan formula
n. Modesco
i. Pendistribusian Makanan
Pendistribusian makanan adalah serangkaian kegiatan penyaluran makanan yang sesuai dengan jumlah, porsi dan jenis makanan konsumen yang telah dilayani (makanan biasa maupun makanan khusus), yang mencakup pembagian makanan dan penyampaian makanan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pendistribusian makanan Di Instalasi Gizi Rumah Sakit Ansari Saleh Banjarmasin, dengan cara steralisasi yaitu pendistribusian makanan yang dipusatkan di instalasi gizi. Makanan di bagikan oleh petugas instalasi gizi dengan jadwal pendistribusian makanan sebagai berikut :
• Makan pagi pukul 06.30 – 07.30 WITA
• Snack pukul 09.30 – 10.30 WITA
• Makan siang 11.30 – 12.30 WITA
• Makan sore 16.30 – 17.30 WITA
j. Pencatatan, Pelaporan, dan Evaluasi
Pencatatan dan pelaporan serangkaian kegiatan pengumpulan dan pengolahan data kegiatan pelayanan gizi dalam jangka waktu tertentu, untuk menghasilkan bahan bagi evaluasi . kegiatan PGRS dan pengambilan keputusan pencatatan dilaksanakan di setiap langkah kegiatan yang sesuai dilakukan secara berkala sesuai dengan kebutuhan rumah sakit.
Perencanaan dan pelaporan yang dilakukan Di Instalasi Gizi Rumah Sakit Ansari Saleh Banjarmasin, terdiri dari :
• Pencatatan dan pelaporan jadwal dinas pegawai
• Pencatatan dan pelaporan bahan makanan kering
• Pencatatan dan pelaporan rekapitulasi diet pasien (harian, bulanan, dan tahunan)
• Pencatatan dan pelaporan keuangan
• Pencatatan dan pelaporan jenis dan jumlah konsultasi
2. Pelayanan Gizi di Ruang Rawat Inap
Kegiatan pelayanan di ruangan rawat inap merupakan serangkaian kegiatan yang di mulai dari upaya perencanaan penyusunan diet pasien sehingga pelaksanaan evaluasinya di ruang rawat inap. Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari kegiatan pengadaan makanan yang diperlukan dalam upaya mempercepat proses penyembuhan.
Di Instalasi Gizi Rumah Sakit Ansari Saleh Banjarmasin, kegiatan pelayanan gizi di ruang rawat inap sudah dilaksanakan, tetapi belum berjalan optimal karena kurangnya sarana peralatan yang dimiliki. Demikian pula dengan konsultasi ruangan, kegiatan ini masih belum berjalan secara efektif, karena tenaga ahli gizi yang dimiliki selain bertugas memberikan konsultasi rawat inap juga dibutuhkan dalam penyelenggaraan makanan dinstalasi gizi.
3. Penyuluhan, Konsultasi, dan Rujukan Gizi
Kegiatan penyuluhan, konsultasi, dan rujukan gizi di rumah sakit adalah serangkaian kegiatan penyampaian pesan – pesan gizi yang bertujuan menanamkan dan meningkatakan pengertian, sikap, dan perilaku bagi individu dan masyarakat rumah sakit. Sedangkan kegiatan rujukan menyangkut orang sakit yang memerlukan penyuluhan/konsultasi/rujukan tenaga gizi sebagai upaya untuk menambahkan atau meningkatkan pengetahuannya di bidang kesehatan.
Di instalasi Gizi Rumah Sakit Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin. Kegiatan ini juga belum dilaksanakan secara optimal, hanya dilaksanakan jika ada pasien umum yang dirujuk oleh dokter dan konsultasi gizi dilaksanakan apabila diperlukan.
4. Penelitian dan Pengembangan Gizi Terapan
Kegiatan penelitian dan pengembangan gizi terapan di instalasi gizi rumah sakit adalah kegiatan yang mendukung pelaksanaan kegiatan – kegiatan gizi yang terencana, terarah, dan terus menerus seperti halnya kegiatan gizi yang lain dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan gizi yang diberikan rumah sakit.
Tujuan kegiatan ini adalah untuk menghasilkan cara kerja yang tepat untuk mencapai kualitas pelayanan gizi yang tepat dari aspek klinis dan gizi terapan.
2.3 Unit – unit Instalasi Gizi
2.3.1 Ruang Penerimaan Bahan Makanan
Ruang penerimaan bahan makanan adalah ruang yang digunakan untuk menerima bahan makanan dan mengecek kualitas bahan makanan.Biasanya terdapat peralatan berupa timbangan 10 – 500 kg. sistem pemesanan dan penerimaan barang menggunakan sistem revaransir, yang merupakan orang ketiga dalam penerimaan barang – barang yang diperlukan di instalasi gizi. Dimana pemesanan menggunakan bon permintaan bahan makanan dengan format yang sudah terlampir.
Di instalasi Gizi Rumah Sakit Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin terdapat ruang penerimaan makanan dan didalamnya terdapat sebuah timbangan 100 -300 kg.
2.3.2 Ruang Penyimpanan Bahan Makanan Kering dan Basah
Ada dua jenis tempat penyimpanan bahan makanan yaitu tempat penyimpanan bahan makanan kering (gudang) dan penyimpanan bahan makanan basah (kulkas). Contoh bahan makanan yang biasanya disimpan dalam gudang penyimpanan bahan makanan kering yaitu seperti makaroni, gula pasir, telur, beras, mie kering, dan bahan makanan lainnya, sedangkan contoh bahan makanan yang disimpan di gudang basah (kulkas) seperti jenis sayuran (wortel. Karawila, buncis, kacang dan sayuran lainnya), dan buah-buahan, lauk nabati (tahu, dan tempe) maupun hewani (ayam, ikan dan daging).
Di instalasi Gizi Rumah Sakit Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin terdapat ruang penyimpanan bahan makanan kering (gudang) dan tempat penyimpanan bahan makanan basah (kulkas I buah). Di dalam gudang bahan makanan terdapat lemari kaca, keadaan lantai cukup kuat, kedap air, mudah dibersihkan, dan gudang beras agak gelap.
2.3.3 Ruang Persiapan Bahan Makanan
Ruang penyimpanan bahan makanan merupakan tempat untuk mempersiapkan bahan makanan dan bumbu yang meliputi kegiatan membersihkan, mencuci, mengupas, menumbuk, menggiling, memotong, merendam, dan lain – lain sebelum bahan makanan dimasak atau diolah.
Ruangan penyimpanan harus cukup luas untuk bahan alat, pegawai, transportasi, cukup terang, cukup ventilasi, lantai kuat dan kedap air.
Ruang persiapan Di instalasi Gizi Rumah Sakit Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin terdapat ruang induk distribusi. Tempatnya cukup luas dan tersedia peralatan – peralatan pokok untuk kegiatan persiapan.

2.3.4 Ruang Pemasakan dan Distribusi Masakan
Ruang pemasakan merupakan suatu tempat proses pemasakan atau pengolahan bahan makanan. Ruang pemasakan biasanya dikelompokkan menurut bahan makanan yang dimasak antara lain masakan biasa dan makanan diet khusus. Kemudian makanan biasa dibagi menjadi kelompok nasi, sayuran, lauk pauk, dan makanan selingan serta buah.
Ruangan cukup luas, cukup penerangan dan ventilasi, cukup kebutuhan peralatan untuk pemasakan dan distribusi makanan antara lain, panci aluminium, kompor, wajan, mixer, blender dan kulkas, meja kerja, bak cuci, rak alat, meja membagi dan kereta dorong.
Di instalasi Gizi Rumah Sakit Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin, ruang pemasakan dan distribusi makanan berada dalam satu ruang induk dan berdekatan sehingga mempermudah proses pemasakan dan distribusi. Ruangan cukup luas, cukup penerangan, dan ventilasi.
Proses pemasakan terbagi antara pemasakan biasa dan khusus. Bahan bakar yang digunakan adalah gas (elpiji) untuk kompor gas.
2.3.5 Tempat Pencucian dan Penyimpanan
Tempat pencucian dan penyimpanan alat Di instalasi Gizi Rumah Sakit Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin letaknya terpisah. Tempat penyimpanan alat berupa rak yang terdapat di ruang dapur. Ruang penyimpanan alat dan ruang pemasakan tidak terpisah, sehingga tidak menghambat proses pemasakan.
2.3.6 Tempat Pembuangan Sampah
Tempat pembuangan sampah Di instalasi Gizi Rumah Sakit Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin bersifat sementara dan segera dikosongkan begitu terkumpul. Tempat sampah tidak dilengkapi dengan tutup sehingga menimbulkan bau tak sedap. Tempat pembuangan sampah sementara terletak di luar instalasi gizi.
2.3.7 Ruang fasilitas Pegawai
Ruang pegawai Di instalasi Gizi Rumah Sakit Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin tersedia fasilitas berupa meja kerja, mesin tik, televisi, komputer/laptop, dan sekaligus ruang istirahat bagi pegawai, juga terdapat sebuah kamar kecil (tempat ibadah), dan toilet.
2.3.8 Ruang Perkantoran
Ruang perkantoran Di instalasi Gizi Rumah Sakit Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin terdiri dari ruangan kepala instalasi gizi beserta staff, kegiatan administrasi, dilakukan di ruang kepala instalasi gizi maupun ruang staf.
Ruangan – ruangan tersebut berdekatan dengan ruangan kegiatan kerja, sehingga memudahkan untuk berkomunikasi dengan melakukan pengawasan.

BAB III
PERMASALAHAN DAN ALTERNATIF PEMECAHAN

3.1 Permasalahan
Berdasarkan hasil penggumpulan data secara obeservasi langsung dan wawancara selama Praktek Kerja Lapangan (PKL) Di Rumah Sakit Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin mulai tanggal 21 Maret – 16 April 2011 terdapat beberapa permasalahan sebagai berikut :
a. Keadaan Lantai
Keadaan lantai di ruang pengolahan makanan terbuat dari permukaan halus, sehingga apabila terkena air atau minyak menyebabkan lantai menjadi licin. Hal ini dapat menyebabkan kecelakaan kerja seperti tergelincir yang pernah dialami salah satu petugas. Jika dibiarkan terus menerus dapat membahayakan keselamatan kerja.
b. Hygiene dan Sanitasi
Untuk hygiene petugas makanan sudah cukup, namun untuk hygiene bahan makanan kurang, karena pada persiapan sayuran tidak dicuci terlebih dahulu. Untuk sanitasi di luar ruangan instalasi gizi tepatnya di tempat pembuangan sampah sementara. Sampah dibiarkan dalam waktu yang cukup lama, sehingga muncul aroma yang kurang enak dan menimbulkan bau yang tidak sedap. Selain itu petugas kebersihan yang dimiliki tidak langsung mengambil sampah yang berada ditempat pembuangan sementara.
c. Persiapan bahan Makanan
Proses persiapan bahan makanan tidak dilakukan pada tempatnya.
d. Tenaga Ahli Gizi
Tenaga ahli gizi Di instalasi Gizi Rumah Sakit Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin melebihi ketentuan (Buku Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit ) yang ada disamping itu, kegiatan yang dilakukan ahli gizi tidak sesuai dengan tugas dan fungsinya sebagai ahli gizi.
3.2 Alternatif Pemecahan Masalah
a. Keadaan lantai
Sebaiknya lantai ruangan pengolahan tersebut dari bahan yang permukaannya kasar, sehingga tidak menyebabkan lantai menjadi licin jika terkena minyak atau air. Jika hal ini tidak memungkinkan minimal harus diupayakan agar lantai tetap dalam keadaan kering , yaitu melapisi dengan kain dan mempelnya dengan bersih,
b. Sebaiknya Hygiene dan Sanitasi
Sebaiknya sayuran dicuci terlebih dahulu sebelum dipotong. Tempat pembuangan sampah sebaiknya selalu dibersihkan setiap saat dan semaksimal mungkin, dihindarkan terkena genangan air agar tidak tercium bau yang kurang enak.
c. Persiapan Bahan Makanan
Sebaiknya proses persiapan dilakukan pada tempat yang sudah disediakan demi menjaga kualitas bahan makanan sebelum diolah.
d. Tenaga Ahli Gizi
Tenaga ahli gizi untuk tiap 75 – 100 orang tempat tidur diperlukan 1 (satu) tenaga ahli gizi dan dua tenaga menengah gizi, dan untuk 5 atau 6 tempat tidur dibutuhkan satu tenaga pemasak, 60 – 75 tempat tidur untuk satu pekarya pembersih. Dan juga sebaiknya tenaga ahli gizi disesuaikan dengan tugas dan fungsinya dalam pengolahan dan pendistribusian makanan tersebut.

BAB IV
KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan
a. Dari keempat kegiatan pokok pelayanan rumah sakit yang terlaksana di instalasi Gizi Rumah Sakit Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin hanya dua kegiatan yang optimal yang dilaksanakan yaitu, pengadaan bahan makanan dan pelayanan gizi di ruangan rawat inap , sedangkan kegiatan konsultasi atau rujukan gizi dan penelitian serta pengembangan gizi terapan belum optimal dilaksanakan.
b. Pelaksanaan penyuluhan dan konsultasi belum dilaksanakan secara optimal.
4.2 Saran
a. Lantai dapur diupayakan agar selalu dalam keadaan kering yaitu dilapisi dengan kain dalam mempel atau membersihkannya
b. Bahan makanan seperti sayuran dicuci terlebih dahulu sebelum dipotong
c. Petugas cleaning Service dioptimalkan jangan sampai sampah yang ada bertumpuk ditempat pembuangan sampah sementara.
d. Tenaga ahli gizi sebaiknya dioptimalkan dalam hal konsultasi atau rujukan gizi sesuai tugas dan fungsinya.

DAFTAR PUSTAKA

Brata, Renuh. 1981. Buku Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta

Departemen Kesehatan RI. 2003. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit.
Haryani, dkk. 2003. Laporan PKL MSPM Di RS. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin, Banjarmasin : Poltekkes Jurusan Gizi
Haqueena, dkk, 2009. Laporan PKL MSPM Di RS. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin, Banjarmasin : Poltekkes Jurusan Gizi
Laporan Akhir Tahunan Instalasi Gizi Rumah Sakit Dr. H. Moch, Ansari Saleh Banjarmasin Tahun 2009.
Khotimah, dkk, 2009. Laporan PKL MSPM Di RS. H. Moch, Ansari Saleh Banjarmasin. Banjarmasin : Poltekkes Jurusan Gizi


Koordinator Program Keahlian    :   dr. Vera Uripi
Sekretaris Program Keahlian       :   Ir. Rina Martini, M.Si.

VISI 
Menjadi institusi yang menghasilkan tenaga ahli madya yang tangguh, unggul, memiliki keterampilan dan employability tinggi di bidang manajemen industri jasa makanan dan gizi.
MISI
1.    Menerapkan penyelenggaraan pendidikan Program Keahlian Manajemen Industri Jasa Makanan dan Gizi yang berkualitas dan profesional.
2.    Menyediakan tenaga dosen dan tenaga pendukung dengan jumlah, kualifikasi dan pengalaman kerja yang ideal.
3.    Menyiapkan sarana dan prasarana yang mampu mendorong pengaktualisasian potensi terbaik yang dimiliki seluruh civitas academica.
4.    Mengembangkan jejaring kerjasama dengan lembaga atau perusahaan yang terkait dalam upaya peningkatan kompetensi lulusan.
5.    Dalam jangka panjang mengembangkan kurikulum pendidikan yang bersifat tailor-made yang sesuai dengan cluster industri, dan antisipasi dalam pemanfaatan peluang-peluang usaha baru.
KOMPETENSI LULUSAN
1.    Merencanakan menu sesuai standar kebutuhan gizi, sumberdaya dan dana, serta sosial budaya konsumen.
2.    Menyusun standar makanan (menterjemahkan kebutuhan gizi ke bahan makanan/menu).
3.    Menyelia pengadaan bahan makanan dan bahan pengemas di industri jasa makanan.
4.    Menyelia produksi makanan yang memenuhi kecukupan gizi, biaya, daya terima dan aspek kulinari.
5.    Melakukan uji citarasa atau uji organoleptik makanan berdasar prinsip kulinari.
6.    Menyelia distribusi dan transportasi makanan.
7.    Menyelia pelayanan dan penyajian makanan dengan memperhatikan aspek kulinari.
8.    Menyelia masalah keamanan pangan dan sanitasi dalam industri jasa makanan.
LAPANGAN PEKERJAAN
1.    Supervisor pada industri jasa makanan baik di restoran maupun katering dan usaha sejenis.
2.    Supervisor bagian pengadaan bahan produksi makanan di instalasi gizi rumah sakit.
3.    Ahli kuliner.
4.    Perencana menu di instalasi gizi rumah sakit.
KURIKULUM
No
Kode MK
Nama Mata Kuliah
SKS


 Semester 1

1
 DIP 102
 Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraaan
3 (2-1)
2
 DIP 104
 Bahasa Inggris
3 (1-2)
3
 DIP 113
 Aplikasi Komputer
3 (1-2)
4
 GZI 101
 Dasar-Dasar Ilmu Gizi
3 (1-2)
5
 GZI 102
 Kulinari Dasar
3 (1-2)
6
 GZI 103
 Dasar-dasar Dekorasi Hidangan
2 (1-2)
7
 GZI 104
 Pemilihan, Pengolahan dan Pengawetan Pangan Hewani
3 (1-2)
8
 GZI 105
 Anatomi dan  Fisiologi Manusia
3 (1-2)


Jumlah
24 (9-15)


 Semester 2

1
 DIP 103
 Bahasa Indonesia
3 (2-1)
2
 DIP 105
 Bahasa Inggris Bisnis
3 (1-2)
3
 GZI 106
 Pemilihan, Pengolahan dan Pengawetan Pangan Nabati
3 (1-2)
4
 GZI 107
 Metabolisme Zat Gizi
3 (1-2)
5
 GZI 108
 Gizi dan Penyakit
3 (1-2)
6
 GZI 109
 Gizi Kelompok Khusus
3 (1-2)
7
 GZI 110
 Teknik Pelayanan Makanan
3 (1-2)
8
 GZI 111
 Penyelenggaraan Makanan Indonesia
3 (1-2)


Jumlah
24 (9-15)


 Semester 3

1
 DIP 201
 Pendidikan Agama
2 (2-0)
2
 DIP 220
 Keselamatan dan Kesehatan Kerja
2 (1-1)
3
 DIP 212
 Metode Statistika
3 (1-2)
4
 GZI 212
 Penyelenggaraan Makanan Kontinental
3 (1-2)
5
 GZI 213
 Dietetik Penyakit Infeksi
3 (1-2)
6
 GZI 214
 Formula Enteral dan Formula Khusus
3 (1-2)
7
 GZI 215
 Metode dan Teknik Promosi Gizi dan Makanan
3 (1-2)
8
 GZI 216
 Manajemen Keuangan dan Pengawasan Biaya
2 (1-1)


Jumlah
21 (9-12)


 Semester 4

1
 DIP 217
 Pengantar Agroindustri
2 (2-0)
2
 DIP 216
 Kewirausahaan
3 (1-2)
3
 GZI 217
 Manajemen Personalia Industri Makanan
2 (2-0)
4
 GZI 218
 Metode dan Teknik Pendidikan Gizi
3 (1-2)
5
 GZI 219
 Penyelenggaraan Makanan Oriental
3 (1-2)
6
 GZI 220
 Manajemen Produksi Makanan
3 (1-2)
7
 GZI 221
 Cipta Boga dan Diet
3 (1-2)
8
 GZI 222
 Dietetik Gizi Lebih dan Penyakit Degeneratif
3 (1-2)


Jumlah
22 (10-12)


 Semester 5 & 6

1
 DIP 325
 Seminar
1 (0-1)
2
 GZI 323
 Tugas Akhir
3 (0-3)
3
 GZI 324
 Praktik Manajemen Asuhan Gizi Klinik
4 (0-4)
4
 GZI 325
 Praktik Manajemen Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakit
6 (0-6)
5
 GZI 326
 Praktik Usaha Jasa Boga
6 (0-6)


Jumlah
20 (0-20)


Jumlah Total SKS
111 (37-74)

SILABI MATA KULIAH

1.    Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 3(2-1)
Membahas pengertian Pancasila, Pembukaan Undang-undang Dasar, Undang-undang Dasar 1945, Hak Asasi Manusia, Pancasila sebagai Sistem Etika, Wawasan Nusantara, Ketahanan Nasional, Otonomi Daerah dan Good Governance.

2.    Bahasa Inggris 3(1-2)
Mempelajari serangkaian skill untuk membaca dan memahami teks dalam bahasa Inggris dan meningkatkan penguasaan kosa kata pada level intermediate dengan topik bacaan yang sesuai dengan masing-masing program keahlian.

3.    Aplikasi Komputer 3(1-2)
Mempelajari jenis-jenis perangkat lunak yaitu perangkat lunak sistem (sistem operasi dan utilitas) dan aplikasinya, pengenalan komponen-komponen komputer meliputi peralatan pemroses, input, output, dan penyimpanan, dasar-dasar jaringan komputer, keamanan komputer dan internet, penggunaan perangkat lunak sistem dan aplikasi untuk penyelesaian masalah serta materi muatan lokal sesuai kebutuhan setiap program keahlian.

4.    Dasar- dasar Ilmu Gizi 3(1-2)
Membahas pemahaman zat gizi, fungsi, dan sumber zat gizi dalam pangan. Memberikan keterampilan kepada mahasiswa untuk melakukan penialaian status gizi secara antropometri, menghitung kebutuhan pangan dan gizi untuk berbagai kelompok umur dan kegiatan serta penyusunan menu seimbang untuk individu. Memberikan kemampuan kepada mahasiswa untuk dapat melakukan analisis zat gizi yang tersedia dalam makanan dengan DKBM.

5.    Kulinari Dasar 3(1-2)
Membahas pemahaman tentang ruang lingkup jasa makanan, memberikan keterampilan prinsip bekerja di dapur, persiapan dan pengolahan makanan serta penyajian; mampu menulis resep baku dan menghitung biaya bahan dan harga jual.

6.    Dasar-dasar Dekorasi Hidangan 3(1-2)
Mempelajari pemahaman seni kuliner dan dekorasi hidangan; dasar-dasar perencanaan, pengerjaan, dan pengembangan dekorasi hidangan dan minuman sebagai bagian dari seni kuliner; memberikan keterampilan dalam garnishing dan carving dari bahan sayur, buah, telur, dan mentega; pembuatan dekorasi meja dari bunga dan sayur serta pembuatan alas hidangan dari daun dan janur.

7.    Pemilihan, Pengolahan dan Pengawetan Pangan Hewani 3(1-2)
Membahas pemilihan, pengolahan, pengemasan, dan penyimpanan bahan pangan hewani berdasarkan pengelompokkan bahan pangan (daging, ayam, ikan, telur, susu) serta syarat-syarat mutu dan keamanannya mulai dari pembelian, persiapan, pengolahan, dan penyajian sesuai dengan tujuan pengolahannya; mempelajari teknik pengolahan makanan hewani dengan memperhatikan aspek gizi, fisikokimia, cita rasa, dan estetika; pengenalan dan penggunaan peralatan yang digunakan dalam industri jasa makanan.

8.    Anatomi dan Fisiologi Manusia 3(1-2)
Membahas pemahaman anatomi dan fisiologi, berkaitan dengan proses pencernaan, penyerapan, dan utilisasi zat gizi dalam tubuh manusia serta ekskresi sisa-sisa metabolisme. Pembahasan meliputi : sistem pencernaan, pernafasan, jantung dan peredaran darah serta sistem ekskretoria.

9.    Bahasa Indonesia 3(2-1)
Mempelajari penguasaan dan penggunaan Bahasa Indonesia secara baik. Topik-topik yang dibahas : EYD, struktur kalimat, kalimat yang efektif dan logis, paragraf, jenis-jenis tulisan, karya ilmiah, dan penyajian lisan.

10.                       Bahasa Inggris Bisnis 3(1-2)
Mempelajari teknik-teknik komunikasi secara lisan maupun tulisan dengan bahasa Inggris yang sering digunakan dalam kegiatan bisnis, perkantoran dan sejenisnya. Percakapan dalam bisnis, wawancara, mendengarkan, membuat catatan dan laporan, surat menyurat serta membuat laporan.

11.                       Pemilihan, Pengolahan dan Pengawetan Pangan Nabati 3(1-2)
Membahas pemilihan, pengolahan, pengemasan, dan penyimpanan bahan pangan nabati berdasarkan pengelompokkan bahan pangan (serealia, kacang-kacangan, sayuran, buah) serta syarat-syarat mutu dan keamanannya mulai dari pembelian, persiapan, pengolahan, dan penyajian sesuai dengan tujuan pengolahannya; teknik pengolahan makanan nabati dengan memperhatikan aspek gizi, fisikokimia, cita rasa, estetika; pengenalan dan penggunaan peralatan yang digunakan dalam industri jasa makanan.

12.                       Metabolisme Zat Gizi 3(1-2)
Membahas metabolisme mineral, vitamin, air, serta bioavailabilitas dan interaksi zat-zat gizi mikro; peranan zat-zat gizi mikro dalam penyebab dan/atau pencegahan penyakit degeneratif (jantung koroner, obesitas, hipertensi, diabetes, dan kanker).

13.                       Gizi dan Penyakit 3(1-2)
Membahas pemahaman sebab akibat dan perjalanan penyakit gizi kurang dan gizi lebih, gangguan metabolisme serta dampaknya pada berbagai sistim dan organ tubuh; pencegahan dan penanggulangannya.

14.                       Gizi Kelompok Khusus 3(1-2)
Membahas pemahaman zat gizi yang diperlukan tubuh manusia sesuai dengan kelompok umurnya, dan memiliki karakteristik tertentu seperti kondisi fisiologis khusus, yang berhubungan dengan aktifitas atau pola makan tertentu, serta untuk tujuan kecantikan dan kebugaran; memberikan keterampilan pada mahasiswa dalam penyelengaraan menu untuk masing-masing kelompok, mencakup perencanaan, pengolahan, penyajian, dan penilaian.

15.                       Teknik Pelayanan Makanan 3(1-2)
Membahas prinsip menata meja dan pelayanan dalam menghidangkan makanan di restoran; jenis-jenis sistem pealayanan makanan, jenis menu, urutan pelayanan, perlengkapan alat hidang sesuai dengan jenis pelayanan menu; tugas, peranan, dan fungsi pramusaji serta pengoranisasiannya; sistem pemesanan dan pembayaran selama persiapan bahan makanan sampai penyajian.

16.                       Penyelengaraan Makanan Indonesia 3(1-2)
Mempelajari pengolahan makanan dan minuman Indonesia ditinjau dari aspek sejarah dan budaya dari berbagai wilayah Indonesia (Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Betawi, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku); pembuatan bumbu dasar, sambal, aneka soto, sate, dan nasi goreng dan penyajiannya untuk makanan sehari-hari maupun upacara tradisional.

17.                       Pendidikan Agama 2(2-0)
Membahas pemahaman, penghayatan, dan pengamalan tentang konsep keimanan dan keagamaan yang mantap, agama dan keagamaan dalam disiplin ilmu, agama, bangsa, dan negara didalam menunjang pembangunan nasional, sikap mental dan tercapainya tujuan hidup manusia.

18.                       Keselamatan dan Kesehatan Kerja 2(1-1)
Membahas pemahaman prinsip-prinsip keselamatan dan kesehatan kerja di industri pengolahan pangan atau industri jasa makanan mulai dari persiapan, pengolahan, dan pelayanannya; pengelolaan penerapan keselamatan dan kesehatan kerja berdasar peraturan perundangan yang berlaku di bidang produksi dan pelayanan makanan.

19.                       Metode Statistika 3(1-2)
Mempelajari pemahaman konsep-konsep dasar statistika meliputi hitung peluang, ukuran pemusatan, penyebaran, kemiringan, dan ukuran kecuraman; memberikan kemampuan kepada mahasiswa untuk dapat melakukan penyajian data secara tepat, melakukan penarikan contoh yang dapat menggambarkan populas: melakukkan pendugaan parameter (mean, simpangan, proporsi); serta kemampuan untuk dapat melakukan pengujian terhadap hipotesis tentang mean, median, dan proporsi di industri jasa makanan.

20.                       Penyelenggaraan Makanan Kontinental 3(1-2)
Mempelajari makanan kontinental dari aspek menu internasional (hidangan pembuka, hidangan pembuka, dan penutup), pemilihan bahan dan bumbu, cara pengolahan, pemorsian, dan penyajiannya; pengetahuan tentang minuman yang menyertai hidangan, serta ciri-ciri makanan beberapa negara Eropa seperti Inggris, Jerman, Perancis, dan Italia.

21.                       Dietetik Penyakit Infeksi 3(1-2)
Pemahaman dietetik sebagai alternatif pencegahan dan penunjang pengobatan pada penyakit infeksi dan gizi kurang; memberikan kemampuan kepada mahasiswa terampil dalam penyusunan menu, pemilihan bahan dan bumbu, serta pengolahan makanan sesuai dengan syarat gizi dan diet pada keadaan hiperkatabolisme, infeksi dan gizi kurang.

22.                       Formula Enteral dan Formula Khusus 3(1-2)
Mempelajari pembuatan formula enteral dan formula khusus dengan memperhatikan prinsip, tujuan, dan indikasi pemberian, sifat fisikokimia dan fungsional makanan (air, protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral) dan atau komponen lainnya.

23.                       Metode dan Teknik Promosi Gizi dan Makanan 3(1-2)
Mempelajari berbagai faktor yang berpengaruh terhadap proses pengambilan keputusan konsumen dalam mengkonsumsi gizi dan makanan; mempelajari berbagai metode dan teknik yang dilakukan pemasar untuk mempromosikan produk gizi dan makanan sehingga konsumen tertarik untuk mengkonsumsinya.

24.                       Manajemen Keuangan dan Pengawasan Biaya 2(1-1)
Membahas pemahaman ruang lingkup dan peranan manajemen keuangan. Memberikan keterampilan dalam penyusunan anggaran, pengawasan, dan pengendalian biaya mulai dari pengadaan bahan hingga penyajiannya, serta analisa dan penyusunan laporan keuangan.

25.                       Pengantar Agroindustri 2(2-0)
Mempelajari sistim agroindustri dalam arti luas dengan membahas berbagai topik yang berkaitan dengan agroindustri, antara lain pengertian pasca panen dan pengolahan hasil, pengertian nilai tambah produk pertanian, bentuk-bentuk olahan hasil pertanian, serta bentuk-bentuk proses pengolahan hasil pertanian.

26.                       Kewirausahaan 3(1-2)
Mempelajari pengetahuan tentang kewirausahaan mulai dari pengertian wirausaha, karakter seorang wirausaha, serta wawasan tentang perilaku dan kemampuan seorang wirausaha, dan contoh aplikasinya sesuai dengan kebutuhan muatan lokal setiap program keahlian.

27.                       Manajemen Personalia Industri Makanan 2(2-0)
Mempelajari perencanaan, rekruitmen, dan seleksi tenaga kerja di bidang jasa makanan, teknik peningkatan produktifitas kerja, penilaian prestasi kerja (reward dan punishment), mempelajari hubungan atasan dan bawahan dalam struktur organisasi, motivasi dan kepemimpinan, pengaturan dan pengawasan tenaga kerja sesuai dengan perundangan yang berlaku.

28.                       Metode dan Teknik Pendidikan Gizi 3(1-2)
Mempelajari pemahaman tentang prinsip, metode, teknik pendidikan, komunikasi dan alat ukur pendidikan gizi; memberikan keterampilan kepada mahasiswa dalam merancang, mengembangkan, dan melaksanakan pendidikan gizi, memonitor dan mengevaluasinya.

29.                       Penyelengaraan Makanan Oriental 3(1-2)
Mempelajari makanan dari negara-negara Asia: Asia Timur, Asia Tenggara, Asia Selatan dan Timur Tengah; pola menu dan pola makan, pengetahuan resep penting, pemlihan bahan, dan penggunaan bumbu, pengolahan dan cara penyajiannya.

30.                       Manajemen Produksi Makanan 3(1-2)
Mempelajari tentang manajemen produksi dan distribusi makanan yang memenuhi standar higiene dan sanitasi, meliputi aspek perencanaan menu, dan penyediaan bahan makanan, penyimpanan, persiapan, pemorsian, pengawasan, dan distribusi makanan, serta pengaturan tata ruang dan peralatan.

31.                       Cipta Boga dan Diet 3(1-2)
Mempelajari manfaat dan urgensi pengembangan produk dalam industri jasa makanan dan gizi; prinsip-prinsip dalam pengembangan produk industri jasa makanan dan gizi (termasuk di dalamnya pengembangan produk untuk kelompok khusus, teknik pengembangan produk, modifikasi resep, imitasi, kreativitas dalam penyajian dan pengemasan, faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pengembangan produk; bahan dan sifat fungsional baha, ketersediaan, substitusi, gizi, penerimaan konsumen dan sebagainya); praktek pengembangan produk dengan berbagi teknik (imitasi resep, produk benar-benar baru) dan penggunaan berbagai alternatif bahan baku.

32.                       Dietetik Gizi Lebih dan Penyakit Degeneratif 3(1-2)
Mempelajari dietetik sebagai alternatif pencegahan dan penunjang pengobatan pada gizi lebih dan penyakit degenerative, memberikan kemampuan kepada mahasiswa terampil dalam penyusunan menu, pemilihan bahan dan bumbu, serta pengolahan makanan sesuai dengan syarat gizi dan diet pada keadaan gizi lebih dan penyakit degeneratif berbagai organ tubuh.

33.                       Seminar 1(0-1)
Mahasiswa mempresentasikan hasil praktik kerja lapangan didepan kelas, mendapatkan umpan balik dari diskusinya, bertukar pengalaman praktek kerja.

34.                       Tugas Akhir 3(0-3)
Pendalaman terhadap suatu topik tertentu yang dikaji secara khusus selama PKL atau kajian pengembangan produk di bawah arahan pembimbing akademik setelah melakukan praktik di rumah sakit atau di hotel/restoran/katering. Termasuk didalamnya diseminasi dan diskusi hasil atau temuan dalam pelaksanaan tugas akhir.

35.                       Praktik Manajemen Asuhan Gizi Klinik 4(0-4)
Praktik ini bertujuan agar mahasiswa mampu merencanakan menu diet berdasar keadaan pasien di rumah sakit, mengolah dan menyajikan makanan, serta mengevaluasi konsumsi energi dan zat gizi.

36.                       Praktik Manajemen Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakit 6(0-6)
Praktik ini bertujuan agar mahasiswa mengenal dan memperoleh pengalaman praktik kerja dalam penyelenggaraan makanan di rumah sakit mulai dari perencanaan menu, pengadaan bahan makanan, produksi makanan, distribusi dan pelayanan makanan.

37.                       Praktik Usaha Jasa Boga 6(0-6)
Praktek langsung pengelolaan usaha jasa boga mulai dari pengorganisasian, perencaan menu, pembelian bahan, produksi, penyajian dari pelayanan makanan kepada konsumen, sampai evaluasi hasil usaha, termasuk di dalamnya promosi usaha.

Training Gizi Seimbang di Rumah Sakit (22-23 Maret 2013 Bogor)

February 13, 2013 By admin Leave a Comment

Training Gizi Seimbang di Rumah Sakit

PENGANTAR TRAINING GIZI SEIMBANG DI RUMAH SAKIT
Training Gizi Seimbang di Rumah Sakit-Malnutrisi merupakan masalah yang sering terjadi pada pasien yang dirawat di rumah sakit. Berbagai penelitian menunjukkan prevalensi malnutrisi pada pasien pada saat masuk rumah sakit besarnya sekitar 20%-60%. Malnutrisi berdampak buruk terhadap proses penyembuhan dan hasil pembedahan, serta menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas. Status gizi dapat memburuk selama perawatan di rumah sakit, dan pada pasien yang mengalami kehilangan berat badan (BB), secara bermakna dapat terjadi peningkatan resiko timbulnya kekambuhan dalam waktu yang cepat.
Untuk bisa mengatasi hal tersebut diperlukan usaha-usaha promotif dan edukatif dengan melibatkan partisipasi masyarakat luas juga harus menjadi bagian terpadu dari penanganan masalah gizi di Indonesia juga pengetahuan dan keterampilan yang memadai bagi ahli gizi dalam manajemen pelayanan gizi baik pasien maupun pada tingkat instalasi gizi rumah sakit.
TUJUAN TRAINING GIZI SEIMBANG DIRUMAH SAKIT
Tujuan umum dari Training Gizi Seimbang di Rumah Sakit adalah agar tidak terjadi malnutrisi sehingga dalam penyajian makanan untuk pasien tepat sesuai kebutuhan.
Adapun tujuan mengikuti training adalah :
  • Memiliki pengetahuan dan ketrampilan dalam penanganan individu yang mempunyai masalah gizi.
  • Memiliki pengetahuan yang mendalam mengenai gizi rumah sakit sebagai suatu bagian dari sistem pelayanan kesehatan holistik yang mempunyai aspek medis, kesehatan masyarakat, pendidikan dan bisnis.
  • Mampu merancang dan melakukan penelitian yang berkaitan dengan permasalahan gizi yang ada di rumah sakit secara mandiri
  • Memiliki ketrampilan dalam proses pengambilan keputusan dan tindakan segera dalam asuhan gizi rumah sakit.
MATERI TRAINING
  • Nutrisi Dasar
  • Tata Gizi Seimbang
  • Frekuensi Makan
  • Menilai Status Nutrisi
  • Energi
  • Karbohidrat
  • Protein
  • Vitamin dan Mineral
  • Air dan Elektrolit
PESERTA YANG DI REKOMENDASIKAN
Team Anggota P2K3 Rumah Sakit (Klinik, Lab, RS), QHSE Manager dan supervisor Rumah Sakit, Dokter, Perawat, Bidan, HRD Rumah Sakit dan Departemen GA Rumah Sakit dan semua pihak yang terkait dengan Gizi di Rumah Sakit
TRAINER 
Apriningsih SKM,MKM
Latar belakang pendidikan beliau Master of Public Health, University of Indonesia Faculty of Public Health, major in Quality of Health Service, Bachelor degree of Public Health, University of Indonesia Faculty of Public Health, major in Epidemiology. Working experiences: aktif sebagai Asosiasi Konsultan ” Jaminan Sosial dan Mutu Pelayanan Kesehatan Masyarakat, Medical Hotline and Preauthorization Administrator dan Utilization review at Case Management Departement,  Peneliti di Pusat Administrasi Kesehatan dan Study Kebijakan Universitas Indonesia, Dosen mutu dan kesehatan masyarakat di beberapa kampus di Jakarta seperti: Universitas Indonesi, UPN-Jakarta dan Univ. Muhammadiyah., Jakarta , University of Indonesia. Dalam karirnya beliau pernah menulis sekaligus menterjemah buku: “ HACCP Sekilas Pandang. oleh Sara Mortimore & carol Wallace yang diterbitkan oleh  EGC- Penerbit Buku Kedokteran Jakarta (2005). Pengantar Epidemiologi karya Thoms C Timmreck,PhD diterbitkan oleh EGC Jakarta(2005), Panduan Studi Epidemiologi dan Biostatstika oleh Richard F Morton EGC-Jakarta(2009), Metode Pendidikan Kesehatan Masyarakat oleh Robert J.Bensley Jodi Brookins-Fisher diterbitkan oleh EGC-Jakarta(2009), Pedoman Mutu Air Minum-World Health Organization. diterbitkan oleh EGC Jakarta (2009).
DURASI
 2 Hari (Efektif 14 Jam: 09.00-16.00)
INVESTASI
Rp 3.750.000,00/peserta
FASILITAS
Sertifikat, Modul (Hard/Soft Copy), Training Kit, Lunch, 2 X Coffe Break, dilaksanakan di hotel berbintang
INFORMASI & PROMO
Hub      : 021 – 3280 5064, 3280 5074
CONTACT PERSON
0813 8280 7230
JADWAL  TRAINING GIZI SEIMBANG DI RUMAH SAKIT
  • 22-23 Maret 2013, Bogor
  • 15-16 Mei 2013, Jakarta
  • 3-4 Juli 2013, Bogor
  • 6-7 September 2013, Yogyakarta
  • 14-15 November 2013, Jakarta


Pusat Penelitian

Pengembangan S2 MMR di Fk-UGM dan peningkatan kebutuhan konsultan untuk manajemen rumah sakit berjalan secara sinergis. Prof. Laksono Trisnantoro sebagai salah satu pendiri MMR-UGM melihat potensi pengembangan konsultan rumah sakit dan kemudian mendirikan Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan dibawah FK UGM http://chsm.fk.ugm.ac.id
Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan (PMPK) secara resmi berdiri berdasarkan SK Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada dengan No: UGM/KU/503/UM/01/39 tertanggal 5 Februari 1998. PMPK dibentuk sebagai embrio di dalam Program Pascasarjana Program Studi Magister Manajemen Rumahsakit dan Magister Manajemen Pelayanan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Mitra kami yang semula terbatas pada institusi pemerintah pun meluas ke institusi swasta bahkan badan-badan internasional. Diversifikasi kegiatan kami diperkaya oleh berbagai penelitian/konsultasi, pelatihan in-house, penyelenggaraan seminar dan semiloka secara reguler, penerbitan jurnal dan buletin, pengadaan program studi banding ke luar negeri, dan sebagainya.

Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan dikelola di bawah pengawasan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Kantor organisasi ini terletak di lingkungan kampus Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada yang memiliki sarana dan prasarana memadai. Struktur organisasi menggunakan model matriks yang merupakan gabungan antara struktur fungsional dan divisional.

Pengembangan strategi dan sistem kontrol mutu dilakukan oleh Sistem Board, yang beranggotakan Resource Person yang berstatus sebagai dosen/staff pengajar di lingkup UGM. Resource Person juga mengawasi setiap proses penelitian dan konsultasi. Setiap divisi dipimpin oleh seorang Kepala Divisi sekaligus Konsultan Full Timer dibantu oleh satu orang Manajer Divisi. Manajer Divisi merupakan staf operasional yang penuh waktu memberikan dukungan administrasional kepada pada Peneliti dan Konsultan. PMPK merupakan unit di fakultas yang mempunyai tenaga penunjang akademik berupa peneliti dan konsultan.

Organisasi PMPK tidak bertumpu pada dosen, namun lebih pada tenaga konsultan dan peneliti penuh dan paruh waktu. Hal ini untuk menghindari over-commitment dari dosen dan memenuhi harapan masyarakat akan adanya konsultan yang dapat bekerja penuh waktu di luar, tidak terganggu oleh jadual mengajar. Model pengembangan ini dilakukan di berbagai universitas terkemuka seperti Harvard University, London School of Hygiene and Tropical Medicine.

Visi
Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan Bertekad menjadi institusi penelitian, konsultasi dan pelatihan manajemen pelayanan kesehatan yang menjadi acuan nasional dan mempunyai standar internasional.

Misi

1.Melakukan penelitian, konsultasi dan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan manajerial bagi institusi pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta dan sumber daya manusianya

2.Melakukan penelitian, konsultasi, dan pelatihan dalam kebijakan kesehatan.

3.
Mendukung misi UGM sebagai world class research university dengan menyediakan dana penelitian bagi mahasiswa S2 dan S3.

4.Menjadi narasumber bagi lembaga konsultan pelayanan kesehatan lain yang membutuhkan.


Jangkauan Aktifitas:
1.    Konsultasi manajemen untuk manajemen pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun institusi swasta.
2.    Konsultasi dan penelitian dalam peningkatkan mutu pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun institusi swasta. Mengembangkan jaringan mutu pelayanan kesehatan melalui buletin dan website (www.ihqn.co.id).
3.    Manajemen dan Kebijakan Pelayanan Kesehatan bagi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Departemen Kesehatan, Departemen Dalam Negeri, dan Departemen Tenaga Kerja.
4.    Membangun kerja sama dengan berbagai organisasi internasional, seperti : WHO, Uni Eropa, Bank Dunia, ADB, USAID dan sebagainya.
5.    Mengorganisasi pelatihan manajemen internal.
6.    Mengorganisasi seminar, pelatihan, penelitian, dan lokakarya dalam manajemen palayanan kesehatan dan pengambilan keputusan dalam menejemen kesehatan berdasarkan fakta.
7.    Mempublikasikan Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan. Jurnal ini telah berusia 8 tahun, dan terakreditasi.
8.    Menerbitkan buku-buku manajemen kesehatan.
9.    Menerbitkan buletin dan website www.desentralisasi-kesehatan.net, yang merupakan publikasi hasil ataupun laporan kegiatan lainnya terkait dengan pelaksanaan desentralisasi kesehatan.
10.                       Memperluas jaringan PMPK, khususnya untuk kerjasama luar negeri yang menyangkut kebijakan kesehatan antar negara dan pengendalian penyakit prioritas.

Selain PMPK terdapat pula pusat-pusat penelitian lainnya di FK-UGM, yaitu:
a.     Pusat Perilaku dan Promosi Kesehatan (P2PK)/Center of Health Behavior and Promotion Divison, Public Health Department Gadjah Mada University
b.    Pusat Studi Maternal dan Perinatal/Center for Maternal-Perinatal Health-CMPH
c.     c.Laboratorium Penelitian Kesehatan dan Gizi Masyarakat (LPKGM) / Community Health and Nutrition Research Laboratories (CHNRL) website http://chnrl.org/
d.    Pusat Kesehatan dan Gizi Manusia/Center for Health and Nutrition-CH2N
e.     Pusat Kedokteran Tropis UGM (Center for Tropical Medicine GMU) website http://fk.ugm.ac.id/tropis.php
f.      Pusat Kajian Bioetika dan Humaniora Kesehatan/Center for Bioethics & Medical Humanities (CBMH) website http://bioethics.fk.ugm.ac.id/
g.     Kajian biaya produksi pelayanan kesehatan di Indonesia website http://biayakesehatan.fk.ugm.ac.id
PERAN AHLI GIZI RUMAH SAKIT

PERAN AHLI GIZI RUMAH SAKIT
Oleh : ULFATUN KHASANAH

Kesehatan dan gizi merupakan faktor penting karena secara langsung berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia (SDM). Untuk itu, diperlukan upaya peningkatan status gizi masyarakat melalui perbaikan gizi, baik dalam lingkup keluarga maupun pelayanan gizi individu yang sedang dirawat di Rumah Sakit (RS). Pelayanan gizi di RS merupakan hak setiap orang dan memerlukan pedoman agar tercapai pelayanan yang bermutu. Pelayanan bermutu yang sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dibidang kesehatan. Misalnya terapi gizi medis yang merupakan kesatuan dari asuhan medis, asuhan keperawatan dan asuhan gizi hendaknya senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan (Direktorat Gizi Masyarakat, 2003)
Sesuai dengan keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 1333/Menkes/SK/XII/1999, maka pelayanan gizi Rumah Sakit (PGRS) adalah salah satu dari 20 pelayanan wajib RS. PGRS adalah kegiatan pelayanan gizi di Rumah Sakit untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat, baik rawat inap maupun rawat jalan, untuk kepentingan metabolisme tubuh, dalam rangka upaya preventif, kuratif , rehabilitatif maupun promotif. Instalasi gizi merupaka organ fungsional dalam jajaran direktorat penunjang dan pendidikan dengan kegiatan pokok yang meliputi penyelenggaraan makanan, asuhan gizi rawat inap, asuhan gizi rawat jalan dan penelitian pengembangan gizi terapan (Aritonang, 2009).
Ruang lingkup kegiatan manajemen asuhan gizi meliputi sub instalasi Pelayanan Gizi Ruang Rawat (PGRR) dan Subinstalasi pendidikan, penyuluhan, Konsultasi dan Rujukan Gizi (PPKR). Sedangkan peran ahli gizi dalam penyelenggaraan makanan sangat diperlukan antara lain dalam penentuan kecukupan gizi, perencanaan menu, hingga menentukan indikator mutu. Selain itu, juga melakukan pengawasan kualitas dan kuantitas makanan sesuai mutu dan spesifikasi, serta menganalisis harga makanan (Aritonang, 2009).
Proses pelayanan gizi rawat inap dan rawat jalan terdiri atas empat tahap, yaitu : 1) Assesment atau pengkajian gizi; 2) Perencanaan pelayanan gizi dengan menetapkan tujuan dan strategi; 3) Implementasi pelayanan gizi sesuai rencana; 4) Monitoring dan evaluasi pelayanan gizi (Almatsier, 2004).
Pelayanan gizi di rumah sakit menduduki tempat yang sama penting dengan pelayanan lain seperti pelayanan pengobatan, perawatan medis dan sebagainya yang diberikan untuk penyembuhan penyakit. Bentuk pelayanan gizi rumah sakit akan bergantung pada tipe rumah sakit, macam pelayanan spesialistis yang diberikan di rumah sakit tersebut (Moehji, 2003).
Pelaksanaan terapi gizi medis harus komprehensif, proporsional dan dinamis mengikuti perkembangan kondisi klinis pasien. Dalam hal ini diperlukan kerjasama yang baik antara dokter, nutrisionis/dietisen, perawat dan tenaga kesehatan lain yang  terkait dengan pelaksanaan tim asuhan gizi di rumah sakit/puskesmas (Depkes RI, 2003).
Pelayanan gizi yang lengkap (yang) umumnya diselenggarakan di rumah sakit tipe A, tipe B dan beberapa rumah sakit tipe C terdiri dari :
1)      Penyediaan, pengelolaan dan penyaluran makanan bagi penderita, baik makanan biasa maupun makanan diet
2)      Pelayanan gizi di ruang perawatan, terutama untuk melayani pasien yang memerlukan makanan khusus atau diet khusus
3)      Pelayanan konsultasi gizi, baik bagi penderita rawat jalan maupun penderita rawat tinggal
4)      Berbagai kegiatan penelitian untuk mengembangkan teknologi penyembuhan penyakit melalui pengaturan makanan dan aspek-aspek lain dari pelayanan gizi; dan
5)      Pendidikan bagi tenaga paramedis terutama yang bertugas di ruang perawatan bertalian dengan kegiatan pelayanan gizi di ruang perawatan (Moehji, 2003).

Dalam aplikasinya, para ahli gizi bisa menerapkan beberapa model pelayanan gizi, yang bisa diaplikasikan di rumah sakit maupun masyarakat, namun tidak semua model pelayanan tersebut sudah standar. Minimal ada 3 model yang dipakai atau dikembangkan di institusi pelayan kesehatan yaitu sebagai berikut :
Pertama, model yang sebenarnya tidak dianjurkan dimaa setiap profesi (Dokter, perawat, Ahli gizi/Dietisen) menangani pasiennya masing-masing tanpa ada hubungan dan koordinasi antar profesi. Ahli gizi menyiapkan makanan pasien sesuai pemahamannya tanpa ada informasi mengenai keadaan pasien yang akurat dari dokter, perawat, maupun profesi lain yang terkait.
Kedua, model pelayanan gizi yang kurang lebih serupa dengan model pertama, tetapi bentuk pelayanan dilakukan oleh tim yang dikenal dengan Nutrition Support Team (NST), yang terdiri dari dokter, perawat, pharmacist (ahli obat-obatan) dan dietetion/ahli gizi. Pada model kedua ini juga belum ada koordinasi antara masing-masing profesi dalam satu pelayanan bagi pasien, namun mereka telah menerapkan pelayanan terstandar yang dikerjakan dalam satu tim. Salah satu kelemahan  dari model kedua ini adalah banyaknya profesi yang harus terlibat dalam satu pelayanan pasien. Pelayanan semacam ini umumnya diterapkan di rumah saki yang memiliki sumberdaya manusia cukup banyak. Model ini juga  sudah menerapkan proses asuhan gizi secara tim, yang dikenal dengan istilah Nutritional Care Process (NCP).
Ketiga, model yang banyak direkomendasikan, dimana aplikasi pelayanan gizi dilaksanakan dalam satu tim, dengan melibatkan dokter, perawat dan dietisen/ahli gizi. Keterlibatan masing-masing profesi dalam pelayanan ini benar-benar maksimal dan terjadi koordinasi antar profesi, sehingga dalam memutuskan bentuk pelayanan yang akan diberikan kepada pasien memiliki tujuan yang sama
Dari model ketiga tersebut muncul pola kerjasama atau kolaborasi antara tenaga gizi, dokter dan perawat dalam suatu teamwork yang seharusnya diterapkan bagi pasien . Ciri kerjasama antar kelompok kerja ini dalam menyelesaikan masalah klien adalah : koordinasi, saling berbagi, kompromi, interrelasi, saling ketergantungan atau interdependensi serta kebersamaan. Dengan demikian, diantara semua profesi harus mempunyai satu kesatuan komitmen dan kemampuan serta tanggung jawab dalam merespon masalah kesehatan. Perkembangan profesi gizi membutuhkan upaya penataan system pendidikan sehingga menghasilkan professional gizi yang mampu meningkatkan hubungan kemitraan antara dokter, perawat dan tenaga gizi dalam pengabdian kepada masyarakat dibidang kesehatan (Bakri, 2010).

Upaya  kemitraan profesi di rumah sakit bisa dihimpun salahsatunya dengan memperbanyak kajian kasus yang melibatkan tim asuhan gizi secara rutin seperti morning report, morning meeting, visite bersama/ visite besar maupun bentuk kegiatan yang lain.

Profesionalisme Ahli Gizi (Bakri, 2010)
Profesi gizi dan dietetik, disamping profesi kesehatan lain, dalam sejarahnya merupakan cabang dari profesi kedokteran. Dimasa yang akan dating, profesi gizi dituntut untuk mampu menunjukkan profesionalisme yang lebih tinggi bila ingin ditempatkan sejajar dengan profesi lain.
Profesi gizi, sebagai profesi kesehatan terdiri dari para anggotanya yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut  :
1)      Mengembangkan pelayanan yang unik kepada masyarakat
2)      Anggota-anggotanya dipersiapkan melalui suatu program pendidikan
3)      Memiliki serangkaian pengetahuan ilmiah
4)      Anggota-anggotanya menjalankan tugas profesinya sesuai kode etik yang berlaku
5)      Anggota-anggotanya bebas mengambil keputusan dalam menjalankan profesinya
6)      Anggota-anggotanya wajar menerima imbalan jasa atas pelayanan yang diberikan
7)      Memiliki suatu organisasi profesi yang senantiasa meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat oleh para anggota.
8)      Pekerjaan tersebut adalah sumber utama seumur hidup
9)      Berorientasi pada pelayanan dan kebutuhan objektif
10)  Otonomi dalam melakukan tindakan
11)  Melakukan ikatan profesi dan lisensi jalur karir
12)  Mempunyai kekuatan dan status dalam pengetahuan spesifik
13)  Altruism (memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi)

Ahli gizi dan ahli madya gizi, sebagai pekerja profesional harus memiliki persyaratan seperti berikut :
1)      Memberikan pelayanan kepada masyarakat yang bersifat khusus atau spesialis
2)      Melalui jenjang pendidikan yang menyiapkan tenaga professional
3)      Keberadaannya diakui dan diperlukan oleh masyarakat
4)      Mempunyai kewenangan yang disyahkan atau diberikan oleh pemerintah
5)      Mempunyai peran dan fungsi yang jelas dan terukur
6)      Memiliki organisasi profesi sebagai wadah
7)      Memiliki etika ahli gizi
8)      Memiliki standar praktek
9)      Memiliki standar pendidikan yang mendasarinya dan mengembangkan profesi sesuai dengan pelayanan
10)  Memiliki standar berkelanjutan sebagai wahana pengembangan kompetensi
 
Pada era globalisasi saat ini, pasar kerja membutuhkan tenaga yang mampu bekerja secara  profesional, yang menguasai kemampuan teknik (Technical competencies) dan kemampuan dalam bertingkah laku yang baik (behavioral competencies). Pada rumah sakit dibutuhkan tenaga kerja yang memiliki kriteria sebagai berikut :
a.      Mempunyai wawasan multidimensi
b.      Memiliki kemampuan untuk menggunakan sarana teknologi mutakhir (computer, internet)
c.      Mampu beradaptasi dengan lingkungan
d.      Kemampuan membangun kerjasama dalam tim
e.      Ketahanan fisik dan kepribadian yang matang
f.        Mempunyai kemampuan wirausaha (Enterpreneurship)
g.      Memiliki ketrampilan negosiasi yang baik
h.      Terampil dalam mengambil keputusan yang tepat

Namun, pada kenyataannya, para lulusan tenaga profesi kesehatan yang ada saat ini belum memuaskan masyarakat. Ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya :
a.      Pada umumnya para lulusan tersebut belum siap pakai secara teori dan praktek
b.      Rasa percaya diri yang dimiliki masih rendah
c.      Gagap teknologi
d.      Semangat juang rendah
e.      Kualitas lulusan tidak terstandar
f.        Kemampuan komunikasi rendah
g.      Sikap kerja lamban dan kurang antusias
h.      Kurang mandiri
i.         Kerjasama tim lemah

Peran, Fungsi dan Kompetensi
Tenaga gizi yang ada di Indonesia saat ini masih banyak memiliki latar belakang pendidikan Diploma 3, sedangkan pendidikan sarjana gizi baru saja dimulai. Adanya berbgai jenis tenaga gizi ini tentunya memiliki wewenang dan kompetensi yang berbeda. Keadaan ini menuntut adanya pembedaan standar profesi untuk setiap kualifikasi tersebut untuk mencegah tumpang tindih kewenangan dari berbagai profesi yang terkait dengan gizi. Selain itu, standar ini dibutuhkan dalam rangka menjaga mutu pelayanan gizi yang professional baik bagi individu maupun kelompok, dan mencegah timbulnya malpraktik gizi (Bakri, 2010).
Standar profesi gizi merupakan pedoman bagi setiap tenaga gizi dalam menjalankan tugas profesinya. Dengan demikian penyusunan standar profesi gizi di Indonesia dimaksudkan sebagai :
1)      Acuan bagi penyelenggaraan pendidikan gizi di Indonesia dalam rangka menjaga mutu gizi
2)      Sebagai acuan prilaku gizi dalam mendarmabaktikan dirinya di masyarakat
3)      Menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan gizi yang professional baik untuk individu maupun kelolpok
4)      Mencegah timbulnya malpraktek gizi  (Depkes RI, 2008)

Kompetensi dari lulusan pendidikan profesi terdiri dari 3 (Tiga) bidang materi yaitu :
1)      Bidang Dietetik (Clinical Nutrition)
2)      Bidang Penyelenggaraan Makanan (Food Service and Food Production)
3)      Bidang Gizi Masyarakat (Community Nutrition)

Pada dasarnya, terdapat 9 peran ahli gizi (dasar pendidikan S1 gizi dengan 46 kompetensi, dan 6 peran ahli madya gizi (dasar pendidikan D3 gizi) dengan 43 kompetensi. Peran Ahli Gizi di Rumah Sakit diantaranya adalah :
1) Pelaku tatalaksana/asuhan/pelayanan gizi klinik
2) Pengelola tatalaksana/asuhan/pelayanan gizi di rumah sakit
3) Penyuluh/konsultan gizi
4) Pengelola sistim penyelenggaraan makanan rumah sakit  
5) Berpartisipasi bersama tim kesehatan dan lintas sektoral
6) Pelaku praktik kegizian yang bekerja secara professional dan etis
7) Pelaksana peneitian gizi

Sedangkan peran dan fungsi Ahli Madya Gizi diantaranya :
1)      Pelaku tatalaksana/asuhan/pelayanan gizi klinik
Fungsi :
a.      Mengkaji data dan mencirikan masalah gizi klinik
b.      Memberikan masukan kepada dokter tentang preskripsi diet
c.      Merancang pola diit klien berdasarkan preskripsi diet dari dokter
d.      Mengawasi pelaksanaan diit klien
2)      Penyelia sistim penyelenggaraan makanan rumah sakit
Fungsi :
a.      Mengkaji data dan mencirikan masalah SPMI
b.      Memberi masukan kepada mitra kerja tentang masalah SPMI
c.      Merencanakan pelaksanaan SPMI
d.      Mengawasi pelaksanaan SPMI
3)      Penyuluh/konsultan gizi
Fungsi :
a.      Merancang penyuluhan, pelatihan, dan konsultasi gizi
b.      Melakukan penyuluhan, pelatihan dan konsultasi gizi
4) Pelaku praktik kegizian yang bekerja secara professional dan etis
Fungsi :
a.      Melaksanakan kegiatan pelayanan gizi/praktik kegizian
b.      Memantau dan mengevaluasi pelayanan gizi/praktik kegizian

Berdasarkan kondisi dilahan, ahli gizi sudah berusaha memenuhi peran dan fungsinya sesuai kompetensi dank kode etik profesi yang dimiliki meskipun masih banyak kendala yang ditemukan diantaranya :
1)      Kurangnya tenaga/jumlah ahli gizi sehingga ahli gizi masih merangkap tugas sehingga asuhan gizi kurang berjalan maksimal
2)      Keselamatan pasien (Patient Safety) masih belum dilakukan karena masih banyak ditemukan kurang tepatnya diit yang diberikan
3)      Kegiatan skrining gizi belum dilaksanakan ke seluruh pasien sehingga terdapat kemungkinan tidak terpaparnya pasien yang seharusnya mendapat asuhan gizi karena resiko malnutrisi    
4)      Kurangnya sarana dan prasarana yang mendukung seperti pengukur tinggi badan, tinggi lutut, pengukur Lila sehingga hasil pengukuran kurang valid karena menggunakan metline biasa.
5)      Konseling gizi terkadang belum berjalan secara maksimal. Beberapa pasien yang mendapatkan lefleat masih mengaku belum mengerti dengan materi yang diberikan.
6)      Masih banyak pasien yang belum mengenal ahli gizi ruangan terutama pasien yang hanya menerima Medical Nutrition Therapy (MNT)
7)      Kompetensi dan tingkat pendidikan ahli gizi masih perlu ditingkatkan karena mayoritas tenaga masih Diploma III (Tiga) Gizi
8)      Tim asuhan gizi belum berjalan optimal

Beberapa kondisi diatas menggambarkan kurang optimalnya kegiatan asuhan gizi diruangan sehingga perlu peningkatan sarana dan prasarana yang mendukung, penambahan tenaga ahli gizi yang proporsional dengan beban kerja yang ada, peningkatan profesionalitas ahli gizi yang salahsatunya dengan meningkatkan pendidikan baik formal maupun informal (Shortcourse, seminar/symposium/work shop), kemitraan dengan profesi lain khususnya tim asuhan gizi juga perlu ditingkatkan sehingga kegiatan asuhan gizi lebih optimal dijalankan.

Kode Etik Ahli Gizi (Depkes RI, 2008)
Salah satu ciri yang menandai suatu profesi adalah mempunyai kode etik yang jelas bagi para anggotanya. Profesi gizi juga memiliki kode etik PERSAGI yang terdiri dari 7 Bab, yaitu :
Bab I. Prinsip-prinsip umum ( 9 point)
Bab II. Kewajiban terhadap klien ( 5 point)
Bab III. Kewajiban terhadap masyarakat ( 2 point)
Bab IV. Kewajiban terhadap teman seprofesi dan mitra kerja ( 3 point)
Bab V. Kewajiban terhadap profesi dan diri sendiri ( 9 point)
Bab VI. Penetapan pelanggaran ( 4 point)
Bab VII. Kekuatan kode etik ( 2 point)
            Untuk memudahkan para ahli gizi dalam memahami tentang kode etik profesi gizi, dapat ditarik tentang essensi yang terkandung dari masing-masing kewajiban yang ada, dengan menggunakan kata kunci sebagai berikut :
1.      Kewajiban terhadap Klien :
Ahli gizi, sepanjang waktu menjalankan profesinya, senantiasa berusaha untuk :
a.      Memeihara dan meningkatkan status gizi klien, baik dalam lingkup institusi pendidikan gizi maupun dalam masyarakat umum
b.      Menjaga kerahasiaan klien/masyarakat
c.      Menghormati, menghargai, tidak mendiskriminasikan
d.      Memberikan pelayanan gizi yang prima
e.      Memberikan informasi yang tepat, jelas, dan apabila tidak mampu, senantiasa berkonsultasi.
2.      Kewajiban terhadap Masyarakat :
a.      Ahli gizi, sepanjang waktu menjalani profesinya, senantiasa berusaha untuk :
b.      Melindungi masyarakat dari informasi yang keliru, dan mengarahkan kepada kebenaran
c.      Melakukan pengawasan pangan dan gizi
3.      Kewajiban terhadap Teman Seprofesi dan Mitra Kerja :
Ahli gizi, sepanjang waktu menjalani profesinya, senantiasa berusaha untuk :
a.      Bekerjasama dengan berbagai disiplin ilmu sebagai mitra kerja
b.      Memelihara hubungan persahabatan yang harmonis
c.      Loyal dan taat azaz
4.      Kewajiban terhadap Profesi dan Diri Sendiri :
Ahli gizi, sepanjang waktu menjalani profesinya, senantiasa berusaha untuk :
a.      Melindungi dan menjunjung tinggi ketentuan profesi
b.      Mengikuti perkembangan IPTEK terkini
c.      Percaya diri, menerima pendapat orang lain yang memang benar
d.      Mengetahui keterbatasan diri sendiri
e.      Mendahulukan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi
f.        Tidak memuji diri sendiri
g.      Memelihara kesehatan dan gizinya
h.      Bekerja untuk masyarakat umum
i.         Benar-benar melaksanakan tugas pelayanan gizi


DAFTAR PUSTAKA :

Aritonang, Irianton. 2009. Manajemen Penyelenggaraan Makanan&Asuhan Gizi. CEBios. Yogyakarta
Bakri, Bachyar dan Annasari M. 2010. Etika dan Profesi Gizi. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Depkes RI. 2003. Pedoman Praktis Terapi Gizi Medis. Jakarta
Depkes RI. 2008. Standar Profesi Gizi. Kepmenkes RI No:374/MENKES/SKIII/2007. Jakarta

Building block  
Blok 1 The Patient
DESKRIPSI
Proses belajar-mengajar di magister manajemen rumah sakit dirancang dalam blok Pra-MMR (blok 0) dan enam blok utama (blok 1-6). Blok pertama ini merupakan visi utama lembaga yang bergerak di bidang jasa pelayanan kesehatan, sekaligus merupakan fondasi bagi proses belajar-mengajar di lima blok berikutnya di MMR. Sebagai fondasi, matakuliah dalam blok pertama didesain untuk memberikan gambaran tentang isu terkini di bidang pelayanan kesehatan, baik di tingkat nasional, regional, maupun global, yang berdampak pada perubahan lingkungan bisnis lembaga rumah sakit dan berubahnya paradigma sistem manajemen rumah sakit.
Oleh karena itu, pendidikan manajemen di manajemen rumah sakit ini memerlukan basis yang kuat dalam memahami perspektif pasien dalam rangka memenuhi tuntutan lingkungan makro dan mikro tersebut. Dalam konteks perumahsakitan, pasien sebagai individuals dan customer menjadi the reason for being a (sustainable) hospital organization. Oleh karena itu, kelangsungan hidup dan pertumbuhan organisasi rumah sakit sangat ditentukan oleh keunggulan kompetitif dalam penyediaan pelayanan yang berfokus pada keselamatan pasien (patient safety). Sebagai customer, pasien juga memiliki customer value dan perilaku yang perlu dipahami oleh rumah sakit untuk memenuhi kebutuhan dan harapannya serta mampu memberikan kepuasan.
 Masalah keselamatan pasien (patient safety) menjadi isue sentral pada blok 1, tidak saja karena hal ini sedang menjadi topik aktual dunia pelayanan kesehatan tetapi juga untuk meletakkan dasar agar pengelola rumah sakit sensitif dalam merespons dan mengantisipasi setiap tuntutan eksternal yang berbasis pada kepentingan customer. Selain sebagai customer, peran penting pasien di rumah sakit lainnya adalah pasien sebagai mitra pelayanan rumah sakit (patient as partner). Mendudukkan pasien sebagai mitra dalam mencapai patient safety berarti memberdayakan pasien dalam proses pemberikan pelayanan kesehatan melalui patient education maupun bentuk-bentuk pemberdayaan lainnya.
 Terakhir, pasien juga merupakan anggota masyarakat yang memiliki perception of illness tertentu, budaya serta pola pencarian pelayanan kesehatan tertentu. Faktor-faktor tersebut diidentifikasi untuk mencermati perilakunya dalam memanfaatkan pelayanan rumah sakit.
Blok 2 The Service
DESKRIPSI
Pada blok 2 akan dibahas bagaimana respons rumahsakit baik pihak manajemen dan pihak penyedia pelayanan pada lini depan (mikrosistem) menanggapi pengalaman pasien tersebut.  
Respons lini depan pemberi pelayanan di rumahsakit tentunya tetap memfokuskan pada kebutuhan dan harapan pasien, mengupayakan pelayanan yang aman melalui kajian terhadap permasalahan yang ada pada mikrosistem dan mengupayakan intervensi dan perbaikan yang dapat dilakukan sehingga dapat memenuhi apa yang dibutuhkan dan diharapkan oleh pasien, yaitu kesembuhan dan pelayanan yang aman.  
Blok 3 Hospital Management and Performance
DESKRIPSI
Perkuliahan hospital management & performance ini sebagai salah satu bagian dari proses pembelajaran di MMR Universitas Gadjah Mada. Materi-materi perkuliahan hospital management & performance diarahkan untuk membantu jajaran direksi rumah sakit dalam membuat keputusan-keputusan manajemen yang dapat meleverage performance rumah sakit. Keputusan-keputusan manajemen tersebut akan didasari oleh bangunan konseptual dan teoritis yang dapat dipertanggung-jawabkan. Materi-materi perkuliahan hospital management & performance akan terbagi ke dalam tiga tahapan, yaitu Pra Pelayanan, Proses Pelayanan, dan Pasca Pelayan. Pengintegrasian ketiga tahapan tersebut membutuhkan pemikiran yang strategik, budaya organisasi yang kuat, struktur organisasi yang akomodatif, serta dukungan sumberdaya strategik yang memadai di bidang Pemasaran, Keuangan, Produksi dan Operasi, Akuntansi, Informasi, Teknologi, dan sumberdaya manusia. Secara lebih rinci dapat dilihat pada Gambar 1
http://ph.fk.ugm.ac.id/images/GAMBAR1-MMR.jpgGambar 1. Integrasi Aktivitas Pelayanan Kesehatan dan Aktivitas Pendukung




Blok 4 CORPORATE-CLINICAL GOVERNANCE AND BUSINESS ENVIRONMENT
DESKRIPSI
Rumah sakit sebagai makhluk hidup merupakan metafora untuk menggambarkan prospek kelangsungan hidupnya. Kelangsungan hidup tersebut dapat berjalan dengan baik sehingga rumah sakit dapat berkembang. Sebaliknya ada rumah sakit lembaga yang tidak mampu berkembang atau sekedar hidup dalam keadaan hidup segan mati tak mau. Blok 4 menggunakan metafora ini untuk mempelajari dinamika lingkungan luar rumah sakit dan strategi rumah sakit untuk berkembang. Secara garis besar Blok 4 terdiri dari dua bagian. Bagian pertama membahas mengenai dinamika lingkungan dengan perubahan sistem pembiayaan dan sistem regulasi yang ada. Perubahan sistem ini dianalisis melalui perspektif kebijakan politik dan regulasi kesehatan. Bagian kedua membahas mengenai respons rumah sakit dalam menghadapi dinamika luar tersebut. Respons dilakukan dengan menggunakan pendekatan manajemen strategis yang dapat dilakukan oleh rumah sakit yang tidak mencari untung maupun yang mencari untung. Blok ini diakhiri dengan penutup mengenai etika bisnis rumah sakit.
 

Blok 5 LEADERSHIP, MANAGING CHANGE, AND MANAGERIAL SKILLS
DESKRIPSI
Blok 5 berisi mata kuliah yang mempelajari konsep kepemimpinan dan komunikasi serta ketrampilan manajerial untuk mendukung manajemen perubahan organisasi rumah sakit. Kepemimpinan dan komunikasi merupakan salah satu ketrampilan yang wajib dikuasai oleh manajer rumah sakit agar dapat menjalankan roda organisasi dalam koridor visi dan misi organisasi yang telah ditetapkan. Pada kenyataannya, harapan manajer rumah sakit untuk menggerakkan organisasi menuju ke arah yang ideal sering dihadapkan pada tantangan non teknis yang berasal dari dalam rumah sakit. Oleh sebab itu, manajer memerlukan ketrampilan yang bersifat soft-skills agar dapat mengkreasikan sebuah visi yang diterima oleh anggota organisasi serta mampu menghasilkan perubahan yang signifikan bagi rumah sakit. Materi yang dicakup dalam Blok 5 mengakomodasi berbagai kompetensi yang telah dihasilkan dalam pembelajaran blok sebelumnya, agar dapat diimplementasikan dan menghasilkan perubahan yang nyata dalam organisasi.
Mengingat pembelajaran dalam Blok 5 lebih banyak bersifat praktis, maka diperlukan konteks organisasi tertentu yang akan menjadi landasan dalam setiap praktek ketrampilan yang diajarkan dalam blok ini. Kertas kerja dan materi yang telah
dihasilkan di blok sebelumnya, terutama Blok 4 (misalnya: draft business plan, draft rencana strategis rumah sakit dan sebagainya), akan menjadi dasar dari setiap diskusi dalam Blok 5.
http://ph.fk.ugm.ac.id/images/GAMBAR2-MMR.jpg
Sangat disadari bahwa pengembangan ketrampilan membutuhkan waktu yang panjang. Pemahaman mengenai kepemimpinan dan konsep komunikasi dapat diberikan dalam waktu yang singkat, tetapi untuk menguasainya membutuhkan proses. Mentransformasi pengetahuan menjadi ketrampilan memerlukan latihan-;atihan yang berkesinambungan. Oleh sebab itu, beberapa ketrampilan kepemimpinan dan komunikasi dalam blok ini telah diberikan sejak awal perkuliahan dan akan dinilai pada system penilaian Blok 5 secara keseluruhan
Blok 6 A DESAIN DAN PENGUKURAN
DESKRIPSI
Setelah membahas content manajemen rumah sakit pada blok 0-4 serta leadership dan keterampilan manajerial pada blok 5, maka blok 6 membahas mengenai aspek metodologi untuk memahami atau memecahkan masalah manajemen di rumah sakit. Berbagai konsep yang telah dibahas dalam blok-blok pembelajaran sebelumnya dapat digunakan untuk mengidentifikasi masalah manajemen di rumah sakit, melakukan berbagai pengukuran untuk mendeskripsikan kondisi rumah sakit, merancang intervensi pada tingkat pasien/masyarakat, sistem mikro pelayanan, organisasi rumah sakit ataupun lingkungan luar rumah sakit, ataupun mengevaluasi berbagai intervensi yang telah dilakukan.
Diawali dengan perumusan masalah manajemen yang tepat, proses pembelajaran dalam blok ini mencerminkan langkah-langkah yang ditempuh oleh seorang peneliti untuk menjawab masalah manajemen yang akan menjadi fokus penelitian. Konsep-konsep dalam metode penelitian, metode kuantitatif dan statistik, serta epidemiologi memperkaya kemampuan peneliti untuk melakukan penelitian secara sistematik dan memberikan jawaban yang objektif.
lok terakhir ini terbagi menjadi dua, yaitu blok 6a dan blok 6b. Blok 6a merupakan proses awal untuk menyusun proposal tesis (bab 1-3). Oleh karenanya, hasil akhir blok 6a adalah draft proposal tesis yang telah disetujui oleh pembimbing dan siap dipertahankan dalam seminar proposal tesis. Proses selanjutnya adalah persiapan dan pengumpulan data penelitian di tempat penelitian, dilanjutkan dengan analisis data. Blok 6b memfokuskan pada analisis data kuantitatif dan kualitatif serta memfasilitasi proses penulisan tesis (bab 4-5 dan naskah publikasi). Output blok 6b adalah naskah seminar hasil yang telah disetujui oleh pembimbing dan akan dipresentasikan dalam seminar
INFORMASI
Aris Setyowati/Hernie Setyowati
Telp : 0274-551408; 581679
E-mail : aris_setyowati@yahoo.com
website:
mmr.ugm.ac.id




http://image.slidesharecdn.com/pedomanpelaksanaanjamkesmas2011new-120214190239-phpapp01/95/slide-1-728.jpg?1329268260

-2-3.Undang-UndangNomor15Tahun2004tentangPemeriksaanPengelolaandanTanggungJawabKeuanganNegara(LembaranNegaraRepublikIndonesiaTahun2004Nomor66,TambahanLembaranNegaraRepublikIndonesiaNomor4400);4.Undang-UndangNomor29Tahun2004tentangPraktikKedokteran(LembaranNegaraRepublikIndonesiaTahun2004Nomor116,TambahanLembaranNegaraRepublikIndonesiaNomor4431);5.Undang-UndangNomor32Tahun2004tentangPemerintahanDaerah(LembaranNegaraRepublikIndonesiaTahun2004Nomor125,TambahanLembaranNegaraRepublikIndonesiaNomor4437)sebagaimanatelahdiubahterakhirdenganUndang-UndangNomor12Tahun2008(LembaranNegaraRepublikIndonesiaTahun2008Nomor59,TambahanLembaranNegaraRepublikIndonesiaNomor4844);6.Undang-UndangNomor33Tahun2004tentangPerimbanganKeuanganAntaraPemerintahPusatdanPemerintahDaerah(LembaranNegaraRepublikIndonesiaTahun2004Nomor126,TambahanLembaranNegaraRepublikIndonesiaNomor3637);7.Undang-UndangNomor40Tahun2004tentangSistemJaminanSosialNasional(LembaranNegaraRepublikIndonesiaTahun2004Nomor126,TambahanLembaranNegaraRepublikIndonesiaNomor4456);8.Undang-UndangNomor36Tahun2009tentangKesehatan(LembaranNegaraRepublikIndonesiaTahun2009Nomor144,TambahanLembaranNegaraRepublikIndonesiaNomor5063);9.Undang-UndangNomor44Tahun2009tentangRumahSakit(LembaranNegaraRepublikIndonesiaTahun2009Nomor153,TambahanLembaranNegaraRepublikIndonesiaNomor5072);10.Undang-UndangNomor10Tahun2010tentangAnggaranPendapatandanBelanjaNegaraTahunAnggaran2011(LembaranNegaraRepublikIndonesiaTahun2010Nomor126,TambahanLembaranNegaraRepublikIndonesiaNomor5167);11.Peraturan...


Pedoman pelaksanaan jamkesmas 2011 new Document Transcript

  • 1. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 903/MENKES/PER/V/2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan, khususnya masyarakat miskin, telah diselenggarakan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas); b. bahwa agar penyelenggaraan Program Jamkesmas dapat berjalan dengan efektif dan efisien, diperlukan suatu pedoman pelaksanaan; c. bahwa Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat yang telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 686/Menkes/SK/VI/2010 sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan lapangan; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat;Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 3. Undang-Undang ...
  • 2. -2-3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);4. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637);7. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456);8. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);9. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);10.Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2010 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5167); 11. Peraturan ...
  • 3. -3- 11.Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637); 12.Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 13.Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741); 14. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara; 15. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010– 2014; 16. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/ Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan; 17. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 021/Menkes/ SK/I/2011 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010 – 2014; MEMUTUSKAN :Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT. Pasal...
  • 4. -4- Pasal 1Pengaturan Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan KesehatanMasyarakat bertujuan untuk memberikan acuan bagi Pemerintah Pusat,Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota danpihak terkait penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan Masyarakat(Jamkesmas) dalam rangka:a. memberikan kemudahan dan akses pelayanan kesehatan kepada peserta di seluruh jaringan fasilitas kesehatan Jamkesmas.b. mendorong peningkatan pelayanan kesehatan yang terstandar bagi peserta, tidak berlebihan sehingga terkendali mutu dan biayanya.c. terselenggaranya pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel. Pasal 2Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat sebagaimanadimaksud dalam Pasal 1 mengacu pada prinsip-prinsip:a. dana amanat dan nirlaba dengan pemanfaatan untuk semata-mata peningkatan derajat kesehatan masyarakat miskin;b. menyeluruh (komprehensif) sesuai dengan standar pelayanan medik yang cost effective dan rasional;c. pelayanan terstruktur, berjenjang dengan portabilitas dan ekuitas; dand. efisien, transparan dan akuntabel. Pasal 3Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakatsebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini. Pasal 4Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Keputusan MenteriKesehatan Nomor 686/Menkes/SK/VI/2010 tentang PedomanPelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat dicabut dandinyatakan tidak berlaku. Pasal 5Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar ...
  • 5. -5-Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundanganPeraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita NegaraRepublik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 4 Mei 2011 MENTERI KESEHATAN, ENDANG RAHAYU SEDYANINGSIHpada tanggalMENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,ttdPATRIALIS AKBARBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR
  • 6. LAMPIRANPERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 903/MENKES/PER/V/2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT
  • 7. BAB I PENDAHULUANA. LATAR BELAKANG Deklarasi Universal Hak Azasi Manusia oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) Tahun 1948 (Indonesia ikut menandatanganinya) dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada Pasal 28 H, menetapkan bahwa kesehatan adalah hak dasar setiap individu dan semua warga negara berhak mendapatkan pelayanan kesehatan termasuk masyarakat miskin, dalam implementasinya dilaksanakan secara bertahap sesuai kemampuan keuangan Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Kesadaran tentang pentingnya jaminan perlindungan sosial terus berkembang sesuai amanat pada perubahan UUD 1945 Pasal 34 ayat 2, yaitu menyebutkan bahwa negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan dimasukkannya Sistem Jaminan Sosial dalam perubahan UUD 1945, dan terbitnya UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), menjadi suatu bukti yang kuat bahwa pemerintah dan pemangku kepentingan terkait memiliki komitmen yang besar untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyatnya. Karena melalui SJSN sebagai salah satu bentuk perlindungan sosial pada hakekatnya bertujuan untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Berdasarkan konstitusi dan Undang-Undang tersebut, Kementerian Kesehatan sejak tahun 2005 telah melaksanakan program jaminan kesehatan sosial, dimulai dengan program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin/JPKMM atau lebih dikenal dengan program Askeskin (2005-2007) yang kemudian berubah nama menjadi program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) sejak tahun 2008 sampai dengan sekarang. JPKMM/Askeskin, maupun Jamkesmas kesemuanya memiliki tujuan yang sama yaitu melaksanakan penjaminan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat miskin dan tidak mampu dengan menggunakan prinsip asuransi kesehatan sosial. Pelaksanaan program Jamkesmas mengikuti prinsip-prinsip penyelenggaraan sebagaimana yang diatur dalam UU SJSN, yaitu dikelola secara nasional, nirlaba, portabilitas, transparan, efisien dan efektif.
  • 8. -2-Pelaksanaan program Jamkesmas tersebut merupakan upaya untuk menjagakesinambungan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidakmampu yang merupakan masa transisi sampai dengan diserahkannyakepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sesuai UU SJSN.Program Jamkesmas Tahun 2011 dilaksanakan dengan beberapa perbaikanpada aspek kepesertaan, pelayanan, pendanaan dan pengorganisasian. Padaaspek kepesertaan, sejak tahun 2010 telah dilakukan upaya perluasancakupan, melalui penjaminan kesehatan kepada masyarakat miskinpenghuni panti-panti sosial, masyarakat miskin penghuni lapas/rutan sertamasyarakat miskin akibat bencana paska tanggap darurat, sampai dengansatu tahun setelah kejadian bencana. Peserta yang telah dicakup sejaktahun 2008 meliputi masyarakat miskin dan tidak mampu yang ada dalamkuota, peserta Program Keluarga Harapan (PKH), gelandangan, pengemis dananak terlantar. Kementerian Kesehatan saat ini telah mencanangkanJaminan Kesehatan Semesta pada akhir Tahun 2014, sehingga nantinyaseluruh penduduk Indonesia akan masuk dalam suatu Sistem JaminanKesehatan Masyarakat (universal coverage).Pada aspek pelayanan, pada Tahun 2010 diperkenalkan paket INA-DRGsversi 1.6 yang lebih sederhana, lebih terintegrasi serta mudah dipahami dandiaplikasikan, namun demikian pada akhir tahun 2010 dilakukanperubahan penggunaan software grouper dari INA-DRG’s ke INA-CBGs.Seiring dengan penambahan kepesertaan maka perlu perluasan jaringanfasilitas kesehatan rujukan dengan meningkatkan jumlah Perjanjian KerjaSama (PKS) antara Tim Pengelola Jamkesmas Kabupaten/Kota dan fasilitaskesehatan rujukan setempat.Pada aspek pendanaan, Kementerian Kesehatan melalui Tim PengelolaJamkesmas terus melakukan upaya perbaikan mekanismepertanggungjawaban dana Jamkesmas, agar dana yang dikirimkan sebagaiuang muka kepada fasilitas kesehatan dapat segera dipertanggungjawabkansecara tepat waktu, tepat jumlah, tepat sasaran, akuntabel, efisien danefektif.Pada aspek pengorganisasian dan manajemen, dilakukan penguatan peranTim Pengelola dan Tim Koordinasi Jamkesmas di Pusat, Provinsi danKabupaten/Kota, terutama peningkatan kontribusi pemerintah daerah didalam pembinaan dan pengawasan serta peningkatan sumber daya yang adauntuk memperluas cakupan kepesertaan melalui Jaminan Kesehatan Daerah(Jamkesda) dan memberikan bantuan tambahan (suplementasi dankomplementasi) pada hal-hal yang tidak dijamin oleh program Jamkesmas.
  • 9. -3-Disadari meskipun perbaikan terus dilakukan, tentu saja masih banyak halyang perlu dibenahi dan belum dapat memenuhi kepuasan semua pihak.Namun demikian diharapkan program Jamkesmas ini semakin mendekatitujuannya yaitu meningkatkan manfaat yang sebesar-besarnya bagikesejahteraan masyarakat. Hal ini tentu akan tercapai melaluipenyelenggaraan program Jamkesmas yang transparan, akuntabel, efisiendan efektif menuju good governance.BEBERAPA KENDALA DALAM PELAKSANAAN JAMKESMAS TAHUN 2010MELIPUTI:1. Kepesertaan Database peserta Jamkesmas 2010 masih mengacu pada data makro BPS Tahun 2005, dan ditetapkan by name by address oleh Bupati/Walikota Tahun 2008. Dengan demikian masih banyak terjadi kendala perubahan- perubahan data di lapangan seperti banyaknya kelahiran baru, kematian, pindah tempat tinggal, perubahan tingkat sosial ekonomi, dan masih terdapatnya penyalahgunaan rekomendasi dari institusi yang berwenang, penyalahgunaan kartu oleh yang tidak berhak, masih ada peserta kesulitan mendapatkan Surat Keabsahan Peserta (SKP) bagi bayi baru lahir dari peserta Jamkesmas, masyarakat miskin penghuni panti sosial dan lapas/rutan, masyarakat miskin korban bencana pasca tanggap darurat. Permasalahan tersebut di atas disebabkan masih belum adanya kesamaan persepsi antara Verifikator Independen, Petugas Askes di lapangan dan fasilitas kesehatan. Kendala lain adalah meskipun sasaran kepesertaan 2010 adalah tetap sama 76,4 juta namun demikian banyak daerah yang meminta tambahan kuota dan atau merubah Surat Keputusan Bupati/Walikota yang sudah diterbitkan.2. Pelayanan Kesehatan Kendala dalam pelayanan kesehatan antara lain: a) masih terdapat (meskipun kasusnya sangat sedikit) penolakan pasien Jamkesmas dengan alasan kapasitas RS sudah penuh, b) sistem rujukan belum berjalan dengan optimal, c) belum semua RS menerapkan kendali mutu dan kendali biaya, d) peserta masih dikenakan urun biaya dalam mendapatkan obat, AMHP atau darah, e) penyediaan dan distribusi obat belum mengakomodasi kebutuhan pelayanan obat program Jamkesmas, f) penetapan status kepesertaan Jamkesmas atau bukan peserta Jamkesmas sejak awal masuk Rumah Sakit, belum dipatuhi sepenuhnya oleh peserta.
  • 10. -4-3. Pendanaan Program Pertanggungjawaban pendanaan fasilitas kesehatan pada pelaksanaan Jamkesmas 2010 masih ditemukan dua permasalahan pokok yaitu mengenai teknis penerapan INA-DRGs dan ketepatan waktu pengiriman klaim. Permasalahan teknis dalam penerapan pola pembayaran INA-DRGs antara lain: a) belum komprehensifnya pemahaman penyelenggaraan pola pembayaran dengan INA-DRGs terutama oleh dokter dan petugas lainnya yang menyebabkan belum terlaksananya pelayanan yang efisien dan mengakibatkan biaya pembayaran paket seringkali dianggap tidak mencukupi, b)belum semua RS memiliki kode RS dan penetapan kelas RS, b) belum semua RS pengampu dapat memberikan pembinaan tentang pola pembayaran dengan INA-DRGs kepada RS di sekitarnya secara optimal. Permasalahan waktu pengiriman klaim, yaitu ketidaktepatan waktu dalam mengirimkan pertanggungjawaban klaim, bahkan masih ditemukan beberapa rumah sakit belum dapat menggunakan format INA- DRGs secara benar. Dengan demikian, perlu kerja keras RS dan Tim Pengelola Pusat dan Daerah agar pertanggungjawaban keuangan dapat diselenggarakan sesuai dengan pengaturannya.4. Pengorganisasian, Peran dan Fungsi Pemerintah Daerah Peran, tugas dan fungsi Tim Pengelola dan Tim Koordinasi Provinsi/Kabupaten/Kota tahun 2010 dirasakan masih belum dapat berjalan secara optimal. Kendala yang dihadapi adalah operasional kegiatan seperti kegiatan sosialiasi, advokasi, monitoring, evaluasi dan pelaporan dalam keuangan serta kinerja pelayanan kesehatan masih belum berjalan sebagaimana seharusnya. Kendala tersebut dapat dipahami mengingat tidak tersedianya dana operasional tahun 2010 dari Pusat dan bantuan dana dari Daerah juga tidak tersedia. Beban kerja Tim pengelola Jamkesmas Provinsi, Kabupaten/Kota semakin tinggi dengan adanya daerah-daerah yang melaksanakan Jamkesda termasuk pemanfaatan tenaga verifikator independen oleh daerah. Oleh karena itu perlu komitmen daerah dalam pelaksanaan program Jamkesmas dan Jamkesda secara harmonis, dan menghindari duplikasi anggaran.KEBIJAKAN JAMKESMAS TAHUN 2011Kebijakan Jamkesmas Tahun 2011 pada prinsipnya sama dan merupakankelanjutan pelaksanaan program Jamkesmas Tahun 2010 dengan berbagaiperbaikan dalam rangka penyempurnaan sebagai berikut :
  • 11. -5-1. Kepesertaan a. Kepesertaan Jamkesmas 2011 mengacu kepada data BPS 2008 yang berjumlah 60,4 juta jiwa namun demikian jumlah sasaran (kuota) peserta Jamkesmas tahun 2011 ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan sama dengan tahun 2010 yakni 76,4 juta jiwa. Baseline data kepesertaan tahun 2011 menggunakan data BPS ditambah dengan data daerah sesuai dengan updating sampai memenuhi kuota 2011 yang ditetapkan. b. Untuk kepesertaan 2011 akan diterbitkan kartu baru. Selama kartu baru tersebut belum diterbitkan maka berlaku kepesertaan dan kartu yang lama. c. Sehubungan dengan diselenggarakannya program Jaminan Persalinan dan Jaminan Pelayanan Pengobatan Thalassaemia pada tahun 2011, maka ada perluasan penerima manfaat kedua program ini yang merupakan bukan peserta Jamkesmas.2. Pelayanan Kesehatan a. Pada tahun 2011 diluncurkan Jaminan Persalinan yaitu jaminan pembiayaan pelayanan persalinan yang meliputi pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas termasuk pelayanan KB paska persalinan dan pelayanan bayi baru lahir. Penerima manfaat Jaminan Persalinan adalah seluruh ibu yang belum memiliki jaminan persalinan. Tujuan diselenggarakannya jaminan persalinan adalah untuk pecepatan pencapaian MDG’s dalam menurunkan angka kematian ibu. Ketentuan secara rinci pelaksanaan jaminan pesalinan diatur dalam Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan. b. Selain Jaminan Persalinan, pada tahun 2011 diselenggarakan Jaminan Pelayanan Pengobatan pada penderita Thalassaemia Mayor. Pemberian pelayanan bagi penderita Thalassaemia Mayor diberikan kepada pasien yang telah ditegakkan diagnosis secara pasti sebagai penderita Thalassaemia Mayor. Saat ini sebagian besar penderita Thalassaemia Mayor telah menjadi anggota pada Yayasan Thalassaemia Indonesia (YTI) dimana pada yayasan tersebut dilakukan registrasi dan diberikan tanda keanggotaan berupa kartu. Tujuan jaminan pelayanan pengobatan penderita Thalassaemia adalah membantu keluarga penderita Thalassaemia dalam pembiayaan kesehatannya karena pelayanan kesehatan pada penderita Thalassaemia Mayor memerlukan biaya tinggi sepanjang hidupnya. Ketentuan secara rinci pelaksanaan jaminan pelayanan pengobatan Thalassaemia diatur dalam Petunjuk Teknis Jaminan Pelayanan Pengobatan Thalassaemia.
  • 12. -6- c. Dalam upaya mewujudkan standardisasi dan efisiensi pelayanan obat dalam program Jamkesmas, maka seluruh fasilitas kesehatan terutama rumah sakit diwajibkan mengacu pada fomulariun obat Jamkesmas, di mana obat-obatan dalam formularium ini sebagian besar merupakan obat generik. Hal ini berkaitan dengan keputusan Menteri Kesehatan agar dibudayakan penggunaan obat generik karena obat generik berkhasiat baik dengan harga ekonomis. d. Penyempurnaan sistem INA-CBGs mulai dilakukan sejak akhir tahun 2010 sampai dengan tahun 2012 dimaksudkan agar dapat mengakomodasi hal-hal antara lain: penyesuaian tarif dengan kondisi yang mutakhir, kasus-kasus sub acute/chronic, special drugs, special procedure, special investigation, special prosthesis dan ambulatory package. 3. Pendanaan dan Pengorganisasian a. Pengelolaan dana Jamkesmas pada pelayanan dasar dan rujukan menjadi satu pada tim pengelola pusat, sedangkan pengelolaan dana BOK dan Jampersal selain di pusat juga dikelola di kabupaten/kota. b. Pengorganisasian dalam penyelenggaraan Jampersal dan BOK terintegrasi dengan Jamkesmas. c. Dana operasional, penambahan SDM dan perubahan struktur organisasi Tim Pengelola dan Tim Koordinasi dilakukan pada tahun 2011 pada tingkat Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota. d. Mekanisme pelaporan puskesmas wajib lapor ke tim pengelola kabupaten/kota setiap bulannya. e. Tim pengelola kabupaten/kota mempunyai kewenangan untuk menilai, mengendalikan dan membayar sesuai kegiatan yang telah dilaksanakan oleh puskesmas dan jaringannyaB. KEPESERTAAN Peserta Jamkesmas adalah masyarakat miskin dan tidak mampu di seluruh Indonesia sejumlah 76,4 juta jiwa, tidak termasuk penduduk yang sudah mempunyai jaminan kesehatan lainnya.
  • 13. -7- BAB II PENYELENGGARAANProgram Jaminan Kesehatan Masyarakat memberikan perlindungan sosial dibidang kesehatan untuk menjamin masyarakat miskin dan tidak mampu yangiurannya dibayar oleh pemerintah agar kebutuhan dasar kesehatannya yanglayak dapat terpenuhi. Iuran bagi masyarakat miskin dan tidak mampu dalamProgram Jaminan Kesehatan Masyarakat bersumber dari Anggaran Pengeluarandan Belanja Negara (APBN) dari Mata Anggaran Kegiatan (MAK) belanja bantuansosial. Pada hakikatnya pelayanan kesehatan terhadap peserta menjaditanggung jawab dan dilaksanakan bersama oleh Pemerintah Pusat danPemerintah Daerah. Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota berkewajibanmemberikan kontribusi sehingga menghasilkan pelayanan yang optimal.Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) diselenggarakanberdasarkan konsep asuransi sosial. Program ini diselenggarakan secaranasional dengan tujuan untuk : 1) mewujudkan portabilitas pelayanan sehinggapelayanan rujukan tertinggi yang disediakan Jamkesmas dapat diakses olehseluruh peserta dari berbagai wilayah; 2) agar terjadi subsidi silang dalamrangka mewujudkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh bagi masyarakatmiskin.Program Jamkesmas diperluas sasarannya bagi ibu hamil dan melahirkanmelalui Jaminan Persalinan, dan bagi penderita Thalassaemia Mayor melaluijaminan pelayanan pengobatan penderita Thalassaemia, dan penyelenggaraanJamkesmas dan Jaminan Persalinan serta jaminan pelayanan pengobatanpenderita Thalassaemia menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan.Penyelenggaraan Program Jamkesmas dibedakan dalam dua kelompokberdasarkan tingkat pelayanannya yaitu: 1) Jamkesmas untuk pelayanan dasardi puskesmas termasuk jaringannya; 2) Jamkesmas untuk pelayanan kesehatanlanjutan di rumah sakit dan balai kesehatan.Dalam pedoman pelaksanaan Jamkesmas ini lebih difokuskan padapenyelenggaraan pelayanan kesehatan lanjutan di rumah sakit dan balaikesehatan yang terdiri dari penyelenggaraan kepesertaan, penyelenggaraanpelayanan, penyelenggaraan pendanaan beserta manajemen danpengorganisasiannya, yang akan diuraikan pada bab-bab selanjutnya.Sedangkan pengelolaan untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan dasar dipuskesmas dalam program Jamkesmas diatur secara lebih mendetail dalamPetunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Dasar.
  • 14. -8-Dengan demikian, penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat inisekaligus mengelola Jaminan Persalinan yang memberikan pelayanan kepadaseluruh ibu hamil yang melahirkan di mana persalinannya ditolong tenagakesehatan di fasilitas kesehatan pemerintah dan swasta. Pengelolaan JaminanPersalinan diatur secara lebih mendetail dalam Petunjuk Teknis JaminanPersalinan yang diterbitkan secara terpisah. Demikian juga untuk pelayananlanjutan bagi penderita Thalassaemia Mayor diatur lebih mendetail dalampetunjuk teknis yang diterbitkan secara terpisah dari Pedoman PelaksanaanJamkesmas.Seluruh Petunjuk Teknis (Pelayanan Kesehatan Dasar, Jaminan Persalinan,Thalassaemia Mayor) meskipun diterbitkan secara terpisah namun tetapmenjadi satu kesatuan acuan dalam pengelolaan yang tidak terpisahkan denganProgram Jamkesmas.
  • 15. -9- BAB III TATA LAKSANA KEPESERTAANA. KETENTUAN UMUM 1. Peserta jaminan kesehatan adalah setiap orang yang membayar iuran atau iurannya dibayar oleh Pemerintah. 2. Peserta Program Jamkesmas adalah masyarakat miskin dan orang yang tidak mampu dan peserta lainnya yang iurannya dibayari oleh Pemerintah sejumlah 76,4 juta jiwa. Jumlah kuota data sasaran Jamkesmas 2011 adalah sama dengan jumlah kuota tahun 2010. (Formulir 1) 3. Peserta yang dijamin dalam program Jamkesmas tersebut meliputi : a. Masyarakat miskin dan tidak mampu yang telah ditetapkan dengan keputusan Bupati/Walikota mengacu pada: 1) Data masyarakat miskin sesuai dengan data BPS 2008 dari Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) yang telah lengkap dengan nama dan alamat yang jelas (by name by address). 2) Sisa kuota: total kuota dikurangi data BPS 2008 untuk kabupaten/kota setempat yang ditetapkan sendiri oleh kabupaten/kota setempat lengkap dengan nama dan alamat (by name by address) yang jelas. b. Gelandangan, pengemis, anak dan orang terlantar, masyarakat miskin yang tidak memiliki identitas. c. Peserta Program Keluarga Harapan (PKH) yang tidak memiliki kartu Jamkesmas. d. Masyarakat miskin yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1185/Menkes/SK/XII/2009 tentang Peningkatan Kepesertaan Jamkesmas bagi Panti Sosial, Penghuni Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara serta Korban Bencana Pasca Tanggap Darurat. Tata laksana pelayanan diatur dengan petunjuk teknis (juknis) tersendiri sebagaimana tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1259/Menkes/SK/XII/2009 tentang Petunjuk Teknis Pelayanan Jamkesmas Bagi Masyarakat Miskin Akibat Bencana, Masyarakat Miskin Penghuni Panti Sosial, dan Masyarakat Miskin Penghuni Lembaga Pemasyarakatan serta Rumah Tahanan Negara, sebagaimana terlampir. e. Ibu hamil dan melahirkan serta bayi yang dilahirkan (sampai umur 28 hari) yang tidak memiliki jaminan kesehatan. Tata laksana pelayanan mengacu pada Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan.
  • 16. - 10 - f. Penderita Thalassaemia Mayor yang sudah terdaftar pada Yayasan Thalassaemia Indonesia (YTI) atau yang belum terdaftar namun telah mendapat surat keterangan Direktur RS sebagaimana diatur dalam Petunjuk Teknis Jaminan Pelayanan Pengobatan Thalassaemia.4. Apabila masih terdapat masyarakat miskin dan tidak mampu yang tidak termasuk dalam keputusan Bupati/Walikota maka jaminan kesehatannya menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah (Pemda) setempat. Cara penyelenggaraan jaminan kesehatan daerah seyogyanya mengikuti kaidah-kaidah pelaksanaan Jamkesmas.5. Peserta Jamkesmas ada yang memiliki kartu sebagai identitas peserta dan ada yang tidak memiliki kartu. a. Peserta yang memiliki kartu adalah peserta sesuai Surat Keputusan Bupati/Walikota. b. Peserta yang tidak memiliki kartu terdiri dari: 1) Gelandangan, pengemis, anak dan orang terlantar serta penghuni panti sosial pada saat mengakses pelayanan kesehatan dengan menunjukkan surat rekomendasi dari Dinas Sosial setempat. 2) Penghuni Lapas dan Rutan pada saat mengakses pelayanan kesehatan dengan menunjukkan rekomendasi dari Kepala Lapas/Rutan. 3) Peserta Program Keluarga Harapan (PKH) y a n g t i d a k m e m i l i k i kartu Jamkesmas pada saat mengakses pelayanan kesehatan dengan menunjukkan kartu PKH. 4) Bayi dan anak yang lahir dari pasangan ( suami dan istri) peserta Jamkesmas setelah terbitnya SK Bupati/Walikota, dapat mengakses pelayanan kesehatan dengan menunjukkan akte kelahiran/surat kenal lahir/surat keterangan lahir/pernyataan dari tenaga kesehatan, kartu Jamkesmas orang tua dan Kartu Keluarga orangtuanya. Bayi yang lahir dari pasangan yang hanya salah satunya memiliki kartu jamkesmas tidak dijamin dalam program ini. 5) Korban bencana pasca tanggap darurat, kepesertaannya berdasarkan keputusan Bupati/Walikota setempat sejak tanggap darurat dinyatakan selesai dan berlaku selama satu tahun. 6) Sasaran yang dijamin oleh Jaminan Persalinan yaitu: ibu hamil, ibu bersalin/ibu nifas dan bayi baru lahir. 7) Penderita Thalassaemia Mayor.6. Terhadap peserta yang memiliki kartu maupun yang tidak memiliki kartu sebagaimana tersebut di atas, PT. Askes (Persero) wajib menerbitkan Surat Keabsahan Peserta (SKP) dan membuat pencatatan
  • 17. - 11 - atas kunjungan pelayanan kesehatan. Khusus untuk peserta Jaminan Persalinan dan penderita Thalassaemia Mayor non peserta Jamkesmas diterbitkan Surat Jaminan Pelayanan (SJP) oleh Rumah Sakit, tidak perlu diterbitkan SKP oleh PT. Askes (Persero). 7. Bila terjadi kehilangan kartu Jamkesmas, peserta melapor kepada PT. Askes (Persero) untuk selanjutnya dilakukan pengecekan database kepesertaannya dan PT. Askes (Persero) berkewajiban menerbitkan surat keterangan yang bersangkutan sebagai peserta. 8. Bagi peserta yang telah meninggal dunia maka haknya hilang dengan pertimbangan akan digantikan oleh bayi yang lahir dari pasangan peserta Jamkesmas sehingga hak peserta yang meninggal tidak dapat dialihkan kepada orang lain. 9. Penyalahgunaan terhadap hak kepesertaan dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.B. VERIFIKASI KEPESERTAAN 1. Verifikasi kepesertaan dilakukan oleh PT. Askes (Persero) sesuai dengan jenis kepesertaan. a. Bagi peserta Jamkesmas dengan kartu Dalam melaksanakan verifikasi PT.Askes (Persero) mencocokkan kartu Jamkesmas dari peserta yang berobat dengan data kepesertaan dalam database yang ada di PT. Askes (Persero). Untuk mendukung verifikasi kepesertaan dilengkapi dengan dokumen berupa Kartu Keluarga (KK)/Kartu Tanda Penduduk (KTP)/identitas lainnya untuk pembuktian kebenarannya. Setelah cocok, selanjutnya diterbitkan Surat Keabsahan Peserta (SKP). b. Bagi peserta Jamkesmas tanpa kartu Peserta tanpa kartu terdapat beberapa mekanisme pembuktian keabsahan kepesertaannya: 1) Bagi gelandangan, pengemis, anak dan orang terlantar yang tidak punya identitas, penghuni panti sosial cukup dengan surat rekomendasi dari Dinas/Instansi Sosial setempat. 2) Penghuni lapas dan rutan, cukup dengan surat rekomendasi dari Kepala Lapas/Kepala Rutan setempat. 3) Masyarakat miskin korban bencana paska tanggap darurat berdasarkan daftar/keputusan yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota. 4) Bagi keluarga PKH yang tidak memiliki kartu Jamkesmas, cukup dengan kartu PKH.
  • 18. - 12 - 5) Bayi dan anak yang lahir dari pasangan (suami dan istri) peserta Jamkesmas setelah terbitnya SK Bupati/Walikota, cukup dengan akte kelahiran/surat kenal lahir/surat keterangan lahir/pernyataan dari tenaga kesehatan, kartu Jamkesmas orang tua dan Kartu Keluarga orangtuanya.2. Verifikasi kepesertaan oleh Rumah sakit untuk diterbitkan SJP dilakukan terhadap: a. Ibu hamil dan melahirkan dengan menunjukkan KTP dan Buku KIA. b. Penderita Thalassaemia Mayor berdasarkan kartu penderita Thalassaemia yang diterbitkan oleh YTI dan bagi penderita baru cukup dengan menunjukkan surat keterangan dari Ketua YTI Cabang dan Direktur Rumah Sakit bahwa yang bersangkutan menderita Thalassaemia Mayor.
  • 19. - 13 - BAB IV TATALAKSANA PELAYANAN KESEHATANA. KETENTUAN UMUM 1. Setiap peserta mempunyai hak mendapat pelayanan kesehatan meliputi: pelayanan kesehatan Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP) dan Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP), pelayanan kesehatan Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL), Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL) kelas III dan pelayanan gawat darurat. 2. Manfaat jaminan yang diberikan kepada peserta dalam bentuk pelayanan kesehatan yang bersifat menyeluruh (komprehensif) berdasarkan kebutuhan medik sesuai dengan Standar Pelayanan Medik. 3. Pada keadaan gawat darurat (emergency), seluruh Fasilitas Kesehatan (FASKES) baik jaringan Jamkesmas atau bukan wajib memberikan pelayanan penanganan pertama kepada peserta Jamkesmas. Bagi Faskes yang bukan jaringan Jamkesmas pelayanan tersebut merupakan bagian dari fungsi sosial FASKES, selanjutnya FASKES tersebut dapat merujuk ke FASKES jaringan FASKES Jamkesmas untuk penanganan lebih lanjut. (Formulir 2) 4. Pemberian pelayanan kepada peserta oleh FASKES lanjutan harus dilakukan secara efisien dan efektif, dengan menerapkan prinsip kendali biaya dan kendali mutu, untuk mewujudkannya maka dianjurkan manajemen FASKES lanjutan melakukan analisis pelayanan dan memberi umpan balik secara internal kepada instalasi pemberi layanan. 5. Pelayanan kesehatan dalam program ini menerapkan pelayanan terstruktur dan pelayanan berjenjang berdasarkan rujukan. FASKES lanjutan penerima rujukan wajib merujuk kembali peserta Jamkesmas disertai jawaban dan tindak lanjut yang harus dilakukan jika secara medis peserta sudah dapat dilayani di FASKES yang merujuk. 6. Pelayanan kesehatan dasar (RJTP dan RITP) diberikan di Puskesmas dan jaringannya, yang diatur secara rinci dalam Juknis Pelayanan Kesehatan Dasar Jamkesmas. 7. Pelayanan tingkat lanjut (RJTL dan RITL) diberikan di FASKES lanjutan jaringan Jamkesmas (Balkesmas, Rumah Sakit Pemerintah termasuk RS Khusus, RS TNI/Polri dan RS Swasta) berdasarkan rujukan. Pelayanan Balkesmas merupakan FASKES untuk layanan RJTL dengan pemberian layanan dalam gedung.
  • 20. - 14 - 8. Untuk dapat mengoperasikan software INA-CBGs maka FASKES lanjutan harus mempunyai nomor registrasi. Apabila FASKES lanjutan belum mempunyai nomor registrasi, maka FASKES membuat surat permintaan nomor registrasi kepada Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan. 9. Pelayanan RITL diberikan di ruang rawat inap kelas III (tiga). Apabila karena sesuatu hal seperti misalnya tidak tersedianya tempat tidur, peserta terpaksa dirawat di kelas yang lebih tinggi dari kelas III, biaya pelayanannya tetap diklaimkan menurut biaya kelas III. 10. Pada RS khusus (RS Jiwa, RS Kusta, RS Paru, dll) yang juga melayani pasien umum, klaim pelayanan kesehatan dilaksanakan secara terpisah antara pasien khusus sesuai dengan kekhususannya dan pasien umum dengan menggunakan software INA-CBGs yang berbeda sesuai penetapan kelasnya. 11. Bagi pengguna jaminan persalinan manfaat yang diberikan meliputi pelayanan: pemeriksaan kehamilan, persalinan, pelayanan nifas dan pelayanan bayi baru lahir serta pelayanan KB paska persalinan. Tata laksana mengenai jaminan persalinan secara rinci diatur dengan juknis tersendiri. 12. Bagi penderita Thalassaemia Mayor mendapatkan manfaat pelayanan sesuai standar terapi Thalassaemia. Tata laksana mengenai hal ini diatur dengan juknis tersendiri.B. PROSEDUR PELAYANAN Status kepesertaan harus ditetapkan sejak awal untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, peserta Jamkesmas tidak boleh dikenakan urun biaya dengan alasan apapun. Prosedur untuk memperoleh pelayanan kesehatan bagi peserta, sebagai berikut: 1. Pelayanan Kesehatan Dasar a. Untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dasar di puskesmas dan jaringannya, peserta harus menunjukkan kartu Jamkesmas. Untuk peserta gelandangan, pengemis, anak/orang terlantar dan masyarakat miskin penghuni panti sosial, menunjukkan surat rekomendasi Dinas/Instansi Sosial setempat. Bagi masyarakat miskin penghuni lapas/rutan menunjukkan surat rekomendasi Kepala Lapas/Rutan dan untuk peserta PKH yang belum memiliki kartu Jamkesmas, cukup menggunakan kartu PKH. b. Pelayanan kesehatan dapat dilakukan di puskesmas dan jaringannya meliputi: pelayanan rawat jalan, rawat inap.
  • 21. - 15 - Khusus untuk pertolongan persalinan dapat juga dilakukan FASKES swasta tingkat pertama, sebagaimana diatur dalam juknis jaminan persalinan. c. Bila menurut indikasi medis peserta memerlukan pelayanan pada tingkat lanjut maka puskesmas wajib merujuk peserta ke FASKES lanjutan. d. FASKES lanjutan penerima rujukan wajib merujuk kembali peserta Jamkesmas disertai jawaban dan tindak lanjut yang harus dilakukan jika secara medis peserta sudah dapat dilayani di FASKES yang merujuk. Tatalaksana Jaminan Persalinan dan jaminan pengobatan penderita Thalassaemia diatur dengan Petunjuk Teknis tersendiri yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari pedoman ini.2. Pelayanan Tingkat Lanjut a . Peserta Jamkesmas yang memerlukan pelayanan kesehatan tingkat lanjut (RJTL dan RITL), dirujuk dari puskesmas dan jaringannya ke FASKES tingkat lanjutan secara berjenjang dengan membawa kartu peserta Jamkesmas/identitas kepesertaan lainnya/surat rekomendasi dan surat rujukan yang ditunjukkan sejak awal. Pada kasus emergency tidak memerlukan surat rujukan. b. Kartu peserta Jamkesmas/identitas kepesertaan lainnya/surat rekomendasi dan surat rujukan dari puskesmas dibawa ke loket Pusat Pelayanan Administrasi Terpadu Rumah Sakit (PPATRS) untuk diverifikasi kebenaran dan kelengkapannya, selanjutnya dikeluarkan Surat Keabsahan Peserta (SKP) oleh petugas PT.Askes (Persero), dan peserta selanjutnya memperoleh pelayanan kesehatan. c. Bayi dan anak dari pasangan peserta Jamkesmas (suami dan isteri mempunyai kartu Jamkesmas) yang memerlukan pelayanan menggunakan identitas kepesertaan orang tuanya dan dilampirkan surat keterangan lahir dan Kartu Keluarga orang tuanya. d. Pelayanan tingkat lanjut sebagaimana di atas meliputi : 1) Pelayanan rawat jalan lanjutan (spesialistik) di rumah sakit dan balkesmas. 2) Pelayanan rawat jalan lanjutan yang dilakukan pada balkesmas bersifat pasif (dalam gedung) sebagai FASKES penerima rujukan. Pelayanan balkesmas yang ditanggung oleh program Jamkesmas adalah Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) dalam gedung.
  • 22. - 16 - 3) Pelayanan rawat inap bagi peserta diberikan di kelas III (tiga) di rumah sakit. 4) Pelayanan obat-obatan, alat dan bahan medis habis pakai serta pelayanan rujukan spesimen dan penunjang diagnostik lainnya.e. Untuk kasus kronis yang memerlukan perawatan berkelanjutan dalam waktu lama, seperti Diabetes Mellitus, Gagal Ginjal, dan lain-lain, surat rujukan dapat berlaku selama 1 bulan. Untuk kasus kronis lainnya seperti kasus gangguan jiwa, kusta, kasus paru dengan komplikasi, kanker, surat rujukan dapat berlaku selama 3 bulan. Pertimbangan pemberlakuan waktu surat rujukan (1 atau 3 bulan) didasarkan pada pola pemberian obat.f. Rujukan pasien antar RS termasuk rujukan RS antar daerah dilengkapi surat rujukan dari rumah sakit asal pasien dengan membawa identitas kepesertaannya untuk dapat dikeluarkan SKP oleh petugas PT. Askes (Persero) pada tempat tujuan rujukan.g. Dalam keadaan gawat darurat meliputi: 1) Pelayanan harus segera diberikan tanpa diperlukan surat rujukan. 2) Apabila pada saat penanganan kegawatdaruratan tersebut peserta belum dilengkapi dengan identitas kepesertaannya, maka diberi waktu 2 x 24 jam hari kerja untuk melengkapi identitas kepesertaan tersebuth. Untuk pelayanan obat dalam program Jamkesmas mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 1455/Menkes/SK/X/2010, tangggal 4 Oktober 2010 tentang Formularium Program Jaminan Kesehatan Masyarakat dan Peraturan Menteri Kesehatan No. HK.02.02/Menkes/068/I/2010 tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah. Dalam keadaan tertentu, bila memungkinkan RS bisa menggunakan formularium RS.i. Bahan habis pakai, darah, dan pemeriksaan penunjang diagnostik lainnya di Rumah Sakit diklaimkan dalam INA-CBGs dan merupakan satu kesatuan.j. Alat Medis Habis Pakai (AMHP) yang dapat diklaim terpisah adalah hanya: 1) IOL 2) J Stent (Urologi) 3) Stent Arteri (Jantung) 4) VP Shunt (Neurologi) 5) Mini Plate (Gigi) 6) Implant Spine dan Non Spine (Orthopedi) 7) Prothesa (Kusta)
  • 23. - 17 - 8) Alat Vitrektomi (Mata) 9) Pompa Kelasi (Thalassaemia) 10) Kateter Double Lumen (Hemodialisa) 11) Implant (Rekonstruksi kosmetik) 12) Stent (Bedah, THT, Kebidanan) Untuk AMHP, rumah sakit wajib membuat daftar dan kisaran harga yang ditetapkan pihak rumah sakit atas masukan komite medik. Pilihan penggunaan AMHP tersebut didasarkan pada ketersediaan AMHP dengan mempertimbangkan efisiensi, efektifitas dan harga tanpa mengorbankan mutu.k. Obat hemophilia, onkologi (kanker) dan thalassaemia (HOT) dapat diklaimkan terpisah di luar paket INA-CBGs. Ketentuan obat HOT mengacu pada formularium Jamkesmas atau bila obat tersebut tidak ada dalam formularium Jamkesmas disetarakan dengan obat yang ada dalam formularium Jamkesmas. Khusus untuk obat thalassaemia mengacu pada obat-obatan thalassaemia seperti tercantum pada Juknis Jaminan Pelayanan Pengobatan Thalassaemia.l. Untuk memenuhi kesesuaian INA-CBGs, dokter berkewajiban melakukan penegakan diagnosis yang tepat dan jelas sesuai ICD-10 dan ICD-9 CM. Dalam hal tertentu, coder dapat membantu proses penulisan diagnosis sesuai ICD-10 dan ICD-9 CM. Dokter penanggung jawab harus menuliskan nama dengan jelas serta menandatangani berkas pemeriksaan (resume medik). Pengaturan lebih lanjut mengenai pelaksanaan INA-CBG’s dalam program Jamkesmas dilakukan dengan Petunjuk Teknis tersendiri yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan. Proses aktivasi dan instalasi software INA-CBG’s dilakukan dengan konsultasi ke Center for Casemix Kementerian Kesehatan RI.m. Pada kasus-kasus dengan diagnosis yang kompleks dengan severity level 3 menurut kode INA-CBGs harus mendapatkan pengesahan dari Komite Medik atau Direktur Pelayanan atau Supervisor yang ditunjuk/diberi tanggung jawab oleh RS untuk hal tersebut.n. Pasien yang masuk ke instalasi rawat inap sebagai kelanjutan dari proses perawatan di instalasi rawat jalan atau instalasi gawat darurat hanya diklaim menggunakan 1 (satu) kode INA-CBGs dengan jenis pelayanan rawat inap.
  • 24. - 18 - o. Pasien yang datang pada dua atau lebih instalasi rawat jalan dengan dua atau lebih diagnosis akan tetapi diagnosis tersebut merupakan diagnosis sekunder dari diagnosis utamanya maka diklaimkan menggunakan 1 (satu) kode INA-CBGs. p. FASKES lanjutan melakukan pelayanan dengan efisien dan efektif agar biaya pelayanan seimbang dengan tarif INA-CBGs. Dalam pemberian pelayanan kesehatan kepada peserta Jamkesmas dan penerima manfaat Jampersal tidak boleh dikenakan urun biaya oleh FASKES dengan alasan apapun. ALUR PELAYANAN KESEHATAN Peserta Loket Pendaftaran di FASKES dasar Pelayanan Kesehatan Pulang RJTL FASKES lanjutan SKP oleh PT.Askes Pelayanan (PPATRS) SJP oleh RS KesehatanPulang RITLRujukan Verifikasi Kepesertaan Pelayanan Pulang KesehatanYankes Data Base Peserta IGD (PT.Askes) Kasus Gawat Darurat Peserta
  • 25. - 19 - Pemberlakuan INA-CBGs di FASKES lanjutan meliputi berbagai aspek sebagai satu kesatuan yakni: penyiapan software dan aktivasinya, administrasi klaim dan proses verifikasi. Agar dapat berjalan dengan baik, dokter harus menuliskan diagnosis dan tindakan dengan lengkap menurut ICD-10 danatau ICD-9 CM. Koder menerjemahkan diagnosis dan tindakan ke dalam ICD 10 dan ICD 9 CM. Selanjutnya petugas administrasi klaim FASKES lanjutan melakukan entri data klaim dengan lengkap dan menggunakan software INA-CBGs. Pada kasus severity level 3 harus dilengkapi dengan pengesahan dari Komite Medik atau Direktur Pelayanan atau Supervisor. Alur Pelaksanaan INA-CBGs dan Administrasi KlaimKoding Diagnosa EntriPelayanan Menurut ICD-10 Data Gn softwa - Nilai Kelengkapandan ICD-9 CM Dengan software INA DRG - Cek Coder Adm Keu RS/TI Verifikator Independen Data Diagnosa: ICD-10 dan ICD-9CM - Data dasar Terkemas dalam sebuah Txt file pasien - Diagnosa & Tindakan INA-DRG - Tarif - Nama, SKP, Nama Tim Dr, ttd, srt rujukan Pengelola - Pengesahan Pusat Komdik /Dir Yan/Supervisor utk SL-3 - Melengkapi berkas penunjang - Biaya transport rujukan pasien dari Puskesmas ke FASKES lanjutan di Kabupaten/Kota setempat mengikuti petunjuk teknis Pelayanan Kesehatan Dasar Jamkesmas dan petunjuk teknis BOK, sedangkan biaya transportasi pemulangan pasien dari RS serta rujukan dari Rumah Sakit ke Rumah Sakit lainnya tidak ditanggung dalam program ini sehingga menjadi tanggung jawab pemerintah daerah asal peserta.
  • 26. - 20 -C. MANFAAT Pada dasarnya manfaat yang disediakan bagi peserta bersifat komprehensif sesuai kebutuhan medis, kecuali beberapa hal yang dibatasi dan tidak dijamin. Pelayanan kesehatan komprehensif tersebut meliputi antara lain: 1. Pelayanan kesehatan di puskesmas dan jaringannya a. Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP), dilaksanakan pada puskesmas dan jaringannya meliputi pelayanan : 1) Konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan 2) Laboratorium sederhana (darah, urin, dan feses rutin) 3) Tindakan medis kecil 4) Pemeriksaan dan pengobatan gigi, termasuk cabut/ tambal 5) Pemeriksaan ibu hamil/nifas/menyusui, bayi dan balita 6) Pelayanan KB dan penanganan efek samping (alat kontrasepsi disediakan BKKBN) 7) Pemberian obat. b. Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP), dilaksanakan pada puskesmas perawatan, meliputi pelayanan : 1) Akomodasi rawat inap 2) Konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan 3) Laboratorium sederhana (darah, urin, dan feses rutin) 4) Tindakan medis kecil 5) Pemberian obat 6) Persalinan normal dan dengan penyulit (PONED) c. Persalinan normal dilakukan di puskesmas/bidan di desa/ polindes/dirumah pasien fasilitas kesehatan tingkat pertama swasta. d. Pelayanan gawat darurat (emergency). Kriteria/diagnosa gawat darurat, sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 856/Menkes/SK/IX/2009 tentang Standar Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit, terlampir. 2. Pelayanan kesehatan di FASKES lanjutan a. Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL) di RS dan Balkesmas meliputi: 1) Konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan oleh dokter spesialis/umum. 2) Rehabilitasi medik 3) Penunjang diagnostik: laboratorium klinik, radiologi dan elektromedik. 4) Tindakan medis. 5) Pemeriksaan dan pengobatan gigi tingkat lanjutan 6) Pelayanan KB, termasuk kontap efektif, kontap pasca persalinan/ keguguran, penyembuhan efek samping dan komplikasinya (kontrasepsi disediakan BKKBN). 7) Pemberian obat mengacu pada Formularium.
  • 27. - 21 - 8) Pelayanan darah. 9) Pemeriksaan kehamilan dengan risiko tinggi dan penyulit. b. Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL), dilaksanakan pada ruang perawatan kelas III (tiga) RS, meliputi : 1) Akomodasi rawat inap pada kelas III. 2) Konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan 3) Penunjang diagnostik: patologi klinik, patologi anatomi, laboratorium mikro patologi, patologi radiologi dan elektromedik. 4) Tindakan medis 5) Operasi sedang, besar dan khusus 6) Pelayanan rehabilitasi medis 7) Perawatan intensif (ICU, ICCU, PICU, NICU, PACU) 8) Pemberian obat mengacu pada Formularium 9) Pelayanan darah 10) Bahan dan alat kesehatan habis pakai 11) Persalinan dengan risiko tinggi dan penyulit (PONEK) c. Pelayanan gawat darurat (emergency), kriteria gawat darurat sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 856/Menkes/SK/IX/2009 tentang Standar Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit, terlampir. d. Seluruh penderita thalassaemia dijamin, termasuk bukan peserta Jamkesmas. Pengaturan pelayanan pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pemeriksaan nifas dan bayi baru lahir serta pelayanan KB paska persalinan tertuang dalam petunjuk teknis Jaminan Persalinan.3. Pelayanan Yang Dibatasi (Limitation) a. Kacamata diberikan pada kasus gangguan refraksi dengan lensa koreksi minimal +1/-1, atau lebih sama dengan +0,50 cylindris karena kelainan cylindris (astigmat sudah mengganggu penglihatan), dengan nilai maksimal Rp.150.000 berdasarkan resep dokter. b. Alat bantu dengar diberi penggantian sesuai resep dari dokter THT, pemilihan alat bantu dengar berdasarkan harga yang paling efisien sesuai kebutuhan medis pasien dan ketersediaan alat di daerah. c. Alat bantu gerak (tongkat penyangga, kursi roda, dan korset) diberikan berdasarkan resep dokter dan disetujui Komite Medik atau pejabat yang ditunjuk dengan mempertimbangkan alat tersebut memang dibutuhkan untuk mengembalikan fungsi sosial peserta tersebut. Pemilihan alat bantu gerak didasarkan pada harga dan ketersediaan alat yang paling efisien di daerah tersebut. d. Kacamata, alat bantu dengar, alat bantu gerak tersebut diatas disediakan oleh RS bekerja sama dengan pihak-pihak lain dan diklaimkan terpisah dari paket INA-CBGs.
  • 28. - 22 - 4. Pelayanan Yang Tidak Dijamin (Exclusion) a. Pelayanan yang tidak sesuai prosedur dan ketentuan b. Bahan, alat dan tindakan yang bertujuan untuk kosmetika c. General check up d. Prothesis gigi tiruan e. Pengobatan alternatif (antara lain akupunktur, pengobatan tradisional) dan pengobatan lain yang belum terbukti secara ilmiah f. Rangkaian pemeriksaan, pengobatan dan tindakan dalam upaya mendapat keturunan, termasuk bayi tabung dan pengobatan impotensi g. Pelayanan kesehatan pada masa tanggap darurat bencana alam, kecuali memang yang bersangkutan sebagai peserta Jamkesmas h. Pelayanan kesehatan yang diberikan pada kegiatan bakti sosial, baik dalam gedung maupun luar gedungD. FASILITAS KESEHATAN (FASKES) 1. Fasilitas kesehatan dalam program Jamkesmas meliputi puskesmas dan jaringannya serta Fasilitas Kesehatan lanjutan (Rumah Sakit dan balkesmas), yang telah bekerja sama dalam program Jamkesmas. 2. Perjanjian Kerja Sama (PKS) dibuat antara Faskes dengan Tim Pengelola Jamkesmas Kabupaten/Kota setempat yang diketahui oleh Tim Pengelola Provinsi meliputi berbagai aspek pengaturannya dan diperbaharui setiap tahunnya apabila FASKES lanjutan tersebut masih berkeinginan menjadi FASKES lanjutan program Jamkesmas. 3. Fasilitas Kesehatan lanjutan sebagaimana dimaksud butir 1 dikembangkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat berdasarkan kebutuhan dengan mempertimbangkan berjalannya proses pengabsahan peserta oleh petugas PT Askes (Persero) serta verifikasi oleh Verifikator Independen. 4. Jaringan FASKES baru yang ingin bekerja sama dalam program Jamkesmas, mengajukan permohonan tertulis kepada Tim Pengelola Jamkesmas Kabupaten/ Kota setempat disertai dokumen lengkap terdiri dari: a. Profil FASKES b. Perizinan FASKES pemohon (ijin tetap atau ijin operasional sementara) c. Penetapan kelas RS (kelas A, B, C, atau D) dari Kementerian Kesehatan. Khusus balkesmas disetarakan dengan RS kelas C/D. d. Pernyataan bersedia mengikuti ketentuan dalam program Jamkesmas sebagaimana diatur dalam pedoman pelaksanaan program Jamkesmas, di tandatangani di atas materai Rp. 6000,- oleh Direktur Rumah Sakit.
  • 29. - 23 -5. Berdasarkan dokumen sebagaimana dimaksud pada butir 4 di atas maka Tim Pengelola Kabupaten/Kota setempat memberikan penilaian terhadap FASKES pemohon, apabila telah memenuhi persyaratan di atas, maka dilakukan PKS antara Tim Pengelola Jamkesmas Kabupaten/Kota dan FASKES, diketahui oleh Tim Pengelola Provinsi (Contoh PKS dapat lihat pada Formulir 3 dan diakses di website www.ppjk.depkes.go.id).6. Upaya perbaikan peningkatan pelayanan kesehatan khususnya hal-hal yang terkait dengan perizinan RS, kualifikasi RS dan akreditasi RS terus dilakukan dalam rangka peningkatan pelayanan. dan peningkatan efisiensi baik di puskesmas maupun di rumah sakit dan FASKES lainnya terus dilakukan. Telaah pemanfaatan pelayanan (utilisation review) dilakukan untuk menilai kewajaran pelayanan kesehatan yang dilakukan.7. Selanjutnya Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan FASKES yang telah melakukan kerja sama kepada Tim Pengelola Jamkesmas Pusat bersama nomor rekening FASKES lanjutan yang bersangkutan, untuk didaftarkan sebagai FASKES Jamkesmas dengan keputusan Ketua Tim Pengelola JAMKESMAS Pusat. Untuk PKS Faskes Jaminan persalinan dapat dilihat pada Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan
  • 30. - 24 - BAB V TATA LAKSANA PENDANAANDalam upaya penataan penyelenggaraan Jamkesmas dengan lebih baik,khususnya dalam pengelolaan pendanaan, tahun 2011 dilakukanpenyempurnaan pengelolaan dana, secara terintegrasi dan menyeluruh dalamsatu pengelolaan oleh Tim Pengelola. Adapun tata laksana pendanaan meliputi:A) Ketentuan Umum, B) Sumber dan Alokasi Pendanaan, C) Lingkup Pendanaan,D) Penyaluran Dana, E) Pengelolaan meliputi Penerimaan,Pencairan/Pembayaran, Pemanfaatan dan Pertanggungjawaban Dana.A. KETENTUAN UMUM 1. Pendanaan Jamkesmas merupakan jenis belanja bantuan sosial bersumber dari APBN Kementerian Kesehatan. 2. Dana belanja bantuan sosial sebagaimana dimaksud pada angka satu (1) adalah dana yang dimaksudkan untuk mendorong pencapaian program dan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan bagi peserta Jamkesmas serta bukan bagian dari dana yang ditransfer ke Pemerintah Kabupaten/Kota sehingga pengaturannya tidak melalui mekanisme APBD, dan dengan demikian tidak langsung menjadi pendapatan daerah. 3. Dana Jamkesmas dan Jampersal terintegrasi secara utuh menjadi satu kesatuan. 4. Dana Jamkesmas dan Jampersal untuk pelayanan kesehatan dasar disalurkan langsung dari rekening kas negara ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melalui bank. 5. Dana Jamkesmas dan Jampersal untuk pelayanan kesehatan lanjutan disalurkan langsung dari rekening kas negara ke rumah sakit/balkesmas melalui bank. 6. Pembayaran biaya pelayanan kesehatan dasar dan jaminan persalinan di FASKES tingkat pertama dibayar dengan pola klaim. 7. Pertanggungjawaban untuk seluruh FASKES lanjutan menggunakan pola pembayaran dengan INA-CBGs. 8. Peserta tidak boleh dikenakan urun biaya dengan alasan apapun.B. SUMBER DAN ALOKASI DANA 1. Sumber Dana Pelayanan Jamkesmas bersumber dari APBN sektor Kesehatan dan APBD. Pemerintah daerah melalui APBD berkontribusi dalam menunjang dan melengkapi pembiayaan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu di daerah masing- masing meliputi antara lain:
  • 31. - 25 - a. Masyarakat miskin dan tidak mampu yang tidak masuk dalam pertanggungan kepesertaan Jamkesmas. b. Biaya transportasi rujukan dari rumah sakit yang merujuk ke pelayanan kesehatan lanjutan serta biaya pemulangan pasien menjadi tanggung jawab Pemda asal pasien. c. Biaya transportasi petugas pendamping pasien yang dirujuk. d. Dukungan biaya operasional manajemen Tim Koordinasi dan Tim Pengelola Jamkesmas Provinsi/Kabupaten/Kota. e. Biaya lain-lain di luar pelayanan kesehatan, sesuai dengan spesifik daerah dapat dilakukan oleh daerahnya. Adapun dana Operasional Manajemen Tim Pengelola di Provinsi bersumber dari APBN melalui dana dekonsentrasi, sedangkan untuk Tim Pengelola Kabupaten/Kota bersumber dari APBN melalui dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan. 2. Alokasi Besaran alokasi dana pelayanan Jamkesmas di pelayanan dasar untuk setiap kabupaten/kota dan pelayanan rujukan untuk rumah sakit/balkesmas ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Kesehatan.C. LINGKUP PENDANAAN Pendanaan Jamkesmas terdiri dari: 1. Dana Pelayanan Kesehatan Adalah dana yang langsung diperuntukkan untuk pelayanan kesehatan di FASKES Tingkat Pertama dan FASKES Tingkat Lanjutan. Dana Pelayanan Kesehatan bagi peserta Jamkesmas meliputi seluruh pelayanan kesehatan di: a. puskesmas dan jaringannya untuk pelayanan kesehatan dasar. b. rumah sakit pemerintah/swasta termasuk RS khusus, TNI/POLRI, balkesmas untuk pelayanan kesehatan rujukan. 2. Dana Operasional Manajemen Adalah dana yang diperuntukkan untuk operasional manajemen Tim Pengelola dan Tim Koordinasi Jamkesmas dan BOK Pusat/Provinsi/Kabupaten/Kota dalam menunjang program Jamkesmas. a. Operasional Manajemen Tim Pengelola dan Tim Koordinasi Jamkesmas dan BOK Pusat Dana Operasional Manajemen Tim pengelola dan Tim Koordinasi Jamkesmas Pusat adalah dana APBN yang dialokasikan melalui DIPA Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan, Setjen Kementerian Kesehatan RI, dana tersebut dipergunakan untuk kegiatan-kegiatan sebagai berikut: 1) Administrasi kepesertaan
  • 32. - 26 - 2) Koordinasi Pelaksanaan dan Pembinaan program 3) Advokasi, Sosialisasi 4) Bimbingan Teknis 5) Pelatihan Petugas Coder dan Klaim RS, Verifikator Independen 6) Pertemuan evaluasi program Jamkesmas 7) Kajian dan survei 8) Pembayaran honor dan operasional 9) Perencanaan dan pengembangan program 10)Pengelolaan Pelaporan Pelaksanaan Jamkesmas 11)Pengembangan dan Pemantapan Sistem Informasi Manajemen (SIM) Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Software Jamkesmas 12)Penanganan pengaduan masyarakat b. Operasional Manajemen Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Provinsi/Kabupaten/Kota Dana Operasional Manajemen Tim Pengelola dan Tim Koordinasi Provinsi/Kabupaten/Kota adalah dana operasional yang bersumber dari APBN dan disediakan melalui dana dekonsentrasi, tugas pembantuan (TP) dan kontribusi dana APBD, yang penggunaannya untuk kegiatan-kegiatan antara lain: 1) Pembayaran honorarium tim pengelola Provinsi/Kabupaten/Kota 2) Operasional Tim Pengelola dan Tim Koordinasi Provinsi/Kabupaten/kota 3) Koordinasi Pelaksanaan, Konsultasi dan Pembinaan program 4) Sosialisasi program bagi stakeholder dan melalui media 5) Evaluasi program di Provinsi/Kabupaten/Kota 6) Pengelolaan Pelaporan Pelaksanaan Jamkesmas dan BOK di Provinsi/Kabupaten/KotaD. PENYALURAN DANA 1. DANA PELAYANAN KESEHATAN a. PUSKESMAS 1) Dana pelayanan kesehatan program Jamkesmas di puskesmas terintegrasi secara utuh dengan dana jaminan persalinan dan disalurkan secara langsung dari rekening kas negara ke rekening giro atas nama Dinas Kesehatan Kabupaten/kota. 2) Penyaluran dana ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dilakukan secara bertahap berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan yang mencantumkan, alokasi, rekening Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan besaran dana yang diterima. 3) Pengaturan lebih rinci tentang penyaluran, pemanfaatan dan
  • 33. - 27 - pertanggung jawaban dana di puskesmas dan jaringannya di atur lebih lanjut dalam Petunjuk Teknis tersendiri melalui Peraturan Menteri Kesehatan yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari pedoman pelaksanaan Jamkesmas. 4) Pengaturan lebih rinci dana jaminan persalinan di FASKES tingkat pertama akan diatur dalam Petunjuk Teknis tersendiri (Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan). b. RUMAH SAKIT/BALKESMAS 1) Dana pelayanan kesehatan program Jamkesmas di FASKES Lanjutan terintegrasi secara utuh dengan dana jaminan persalinan dan disalurkan secara langsung dari rekening kas negara ke rekening FASKES lanjutan melalui Bank. Penyaluran dana dilakukan secara bertahap. 2) Penyaluran Dana Pelayanan ke FASKES Lanjutan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI yang mencantumkan Nama FASKES Lanjutan, besaran dana yang diterima. 3) Perkiraan besaran dana yang disalurkan untuk pelayanan kesehatan dilakukan berdasarkan perhitungan atas laporan pertanggung jawaban dana PPK Lanjutan. 4) Pengaturan lebih rinci dana jaminan persalinan di FASKES lanjutan akan diatur dalam Petunjuk Teknis tersendiri (Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan). 2. DANA OPERASIONAL MANAJEMEN Dana operasional manajemen yang bersumber dari APBN untuk mendukung pelaksanaan penyelenggaraan Jamkesmas bagi Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK di kabupaten/kota penyalurannya mengikuti aturan dan ketentuan dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Dana Jamkesmas yang disalurkan ke Rekening FASKES Lanjutan sebelum dipertanggungjawabkan dengan mekanisme INA-CBG’s belum menjadi pendapatan FASKES Lanjutan, karena masih merupakan dana masyarakat (sasaran), jadi tidak dapat dicairkan Apabila terjadi kekurangan dana pelayanan kesehatan pada akhir tahun anggaran, akan diperhitungkan dan dibayarkan pada tahun berikutnya. Sebaliknya bila terjadi kelebihan dana pelayanan kesehatan pada akhir tahun anggaran, maka dana tersebut menjadi sumber dana pelayanan kesehatan tahun berikutnya.Bunga Bank/Jasa Giro yang terdapat pada Rekening FASKES Lanjutan dandinas kesehatan kabupaten/kota yang bersumber dari Dana Jamkesmasharus disetor ke Kas Negara melalui KPPN setempat (contoh FomatSetoran Bunga Bank/Jasa Giro ke kas Negara terlampir pada Formulir 4)
  • 34. - 28 -
  • 35. - 29 -E. PENGELOLAAN DANA (PENERIMAAN, PENCAIRAN/PEMBAYARAN, PEMANFAATAN, DAN PERTANGGUNGJAWABAN) 1. DINAS KESEHATAN KABUPATEN/KOTA a. Dana Pelayanan Kesehatan 1) Penerimaan Dalam persiapan awal Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menunjuk dan menetapkan salah satu anggota Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK sebagai penanggung jawab yang akan mengelola dana Jamkesmas dan Jampersal. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota segera membuka rekening giro khusus untuk menerima dana Jamkesmas dan Jampersal. Penanggung jawab keuangan mencatat semua penerimaan dana Jamkesmas yang telah disalurkan dari Pusat. 2) Pembayaran a) Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Kabupaten/Kota membuat inventarisasi POA dan klaim yang diajukan oleh puskesmas serta rencana pencairan dana pelayanan kesehatan. b) Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Kabupaten/Kota melakukan telaah dan verifikasi terhadap; (a) POA dan Klaim yang diajukan oleh puskesmas, (b) Klaim yang diajukan faskes/tenaga kesehatan swasta. c) Pembayaran atas klaim-klaim sebagaimana dimaksud pada butir a) dan b) dilakukan berdasarkan hasil Verifikasi yang dilakukan Tim Pengelola Jamkesmas & BOK Kabupaten/Kota. d) Verifikasi klaim yang dilakukan Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Kabupaten/Kota mencakup: a. Kesesuaian realisasi pelayanan dan besaran tarif jampersal/tarif perda yang digunakan disertai bukti pendukungnya. b. Pengecekan klaim dari FASKES yang memberikan pelayanan kesehatan bagi peserta Jamkesmas serta faskes/tenaga kesehatan swasta yang memberikan pelayanan Jaminan Persalinan beserta bukti pendukungnya. c. Melakukan kunjungan ke lapangan untuk pengecekan kesesuaian dengan kondisi sebenarnya bila diperlukan. d. Memberikan rekomendasi dan laporan pertanggungjawaban atas klaim-klaim tersebut kepada Kepala Dinas Kesehatan setiap bulan yang akan dijadikan laporan pertanggungjawaban keuangan ke Pusat.
  • 36. - 30 - 3) Pertanggungjawaban a) Penanggung jawab keuangan sebagai pengelola keuangan yang ditunjuk harus memiliki buku catatan kas keluar/masuk untuk mencatat setiap uang masuk dan keluar dari kas yang terpisah dengan sumber pembiayaan yang lain, dan pembukuan terbuka bagi pengawas intern (Inspektorat Jenderal Kemkes dan BPKP) maupun ekstern (BPK) setelah memperoleh izin Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. b) Seluruh berkas dan bukti-bukti: a. Kwitansi pembayaran klaim dana pelayanan Jamkesmas ke puskesmas. b. POA dan Klaim pelayanan Jamkesmas beserta bukti pendukung dari puskesmas. c. Klaim pelayanan persalinan dari faskes/tenaga kesehatan swasta. Disimpan di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebagai dokumen pertanggung jawaban yang akan diaudit kemudian oleh Aparat Pengawas Fungsional (APF). c) Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Kabupaten/Kota membuat dan mengirimkan Laporan Rekapitulasi Realisasi Penggunaan Dana pelayanan Jamkesmas dan Jampersal yang telah dibayarkan ke puskesmas dan FASKES/Tenaga Kesehatan swasta (Format Terlampir dalam Formulir 5). b. Dana Operasional Manajemen Pengelolaan dana operasional manajemen oleh Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK kabupaten/kota mengikuti sesuai ketentuan yang APBN yang berlaku.2. PUSKESMAS a. Pencairan/Pembayaran 1) Puskesmas membuat Plan Of Action (POA) sebagai acuan rencana kerja puskesmas dan jaringannya dalam pemberian pelayanan kesehatan perorangan peserta Jamkesmas baik di dalam maupun di luar gedung. POA tersebut telah dibahas dan disepakati sebelumnya melalui forum lokakarya mini puskesmas. POA dibuat secara terpadu untuk ketiga kegiatan (Jamkesmas, Jampersal dan BOK, Contoh Form Terlampir pada Formulir 6) dan pengusulan POA tersebut dapat dilakukan perbulanan. Pencairan dana dapat dilakukan perbulanan, perdua bulanan atau pertiga bulanan disesuaikan kebijakan kepala Dinas Kesehatan setempat dengan mempertimbangkan letak geografis dan kesulitan-kesulitan puskesmas.
  • 37. - 31 - 2) Pencairan dan pembayaran biaya pelayanan kesehatan yang telah dikeluarkan didasarkan pada: a) POA dan Klaim dari puskesmas b) Klaim dari Faskes/tenaga kesehatan swastab. Pemanfaatan 1) Pemanfaatan dana Jamkesmas di puskesmas dan jaringannya dapat digunakan untuk membayar: a. Pelayanan Rawat Jalan tingkat primer b. Pelayanan Rawat Inap c. Pertolongan persalinan d. Pelayanan Spesialistik e. Transport rujukan (untuk pasien Jampersal transport rujukan dari Faskes tingkat pertama ke tingkat lanjutan menggunakan dana BOK) 2) Dana Jamkesmas di puskesmas dan jaringannya tidak dapat dimanfaatkan untuk operasional Pelayanan Kesehatan Luar Gedung karena akan didanai dari dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK). 3) Biaya pelayanan kesehatan di puskesmas mengacu pada Perda Tarif yang berlaku di daerah tersebut. Apabila dalam Perda Tarif tersebut tidak mengatur tentang tarif atas jenis pelayanan yang diberikan maka dapat dibuatkan Surat Keputusan Bupati/Walikota berdasarkan usulan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Khusus untuk pelayanan dalam Jampersal menggunakan tarif yang ditetapkan dalam Juknis Jampersal. 4) Dana yang telah menjadi pendapatan puskesmas pembagiannya dapat diatur oleh Bupati atau Walikota melalui usulan kepala Dinas Kesehatan setempat disesuaikan dengan pengaturan yang telah atau akan diberlakukan di daerah tersebut. Pengaturan tersebut dapat dilakukan melalui beberapa pilihan sebagai berikut: a) Pilihan pertama: Pendapatan puskemas tersebut masih bersifat bruto dan dapat langsung dibayarkan untuk jasa pelayanan kesehatan dan sisanya (setelah dibayarkan jasa pelayanan) dapat disetorkan ke Kantor Kas daerah sebagai pendapatan netto (setelah dipotong Jasa pelayanan). Pendapatan bruto dan bersih (netto) keduanya dilaporkan secara utuh kepada kantor kas daerah untuk dicatat.
  • 38. - 32 - b) Pilihan kedua : Pendapatan puskesmas tersebut seluruhnya dilaporkan kepada kantor kas daerah (tidak secara fisik) untuk dicatat dan dana tersebut dapat digunakan langsung untuk pembayaran jasa pelayanan kesehatan dan keperluan kegiatan-kegiatan lainnya. c) Pilihan ketiga : Dana hasil pendapatan puskesmas tersebut disetorkan dan tercatat di kantor kas daerah sebagai pendapatan puskesmas, tetapi dalam waktu paling lambat 1 (satu) bulan dana tersebut dikembalikan untuk membayar jasa pelayanan kesehatan dan kegiatan lainnya. d) Jasa pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud huruf (a),(b), dan (c), dibayarkan sebesar minimal 50% dari pendapatan pelayanan kesehatan dasar program Jamkesmas dan minimal 75% untuk jasa tenaga kesehatan penolong persalinan. 5) Pengaturan sebagaimana dimaksud pada angka empat (4) diatur melalui peraturan Bupati/Walikota atas usul Kepala Dinas Kesehatan yang didasari atas surat keputusan Menteri Kesehatan tentang Petunjuk teknis pelaksanaan ini. 6) Dana yang telah menjadi pendapatan fasilitas kesehatan swasta (yang bekerjasama) sepenuhnya menjadi pendapatan fasilitas tersebut, termasuk Bidan Praktik, Dokter Praktik, Klinik Bersalin, dan sebagainya. c. Pertanggungjawaban 1) Pertanggungjawaban dana Jamkesmas yang diterima puskesmas untuk pelayanan kesehatan dasar dan jaminan persalinan oleh Faskes/Tenaga Kesehatan Swasta menggunakan mekanisme klaim (Format terlampir pada Formulir 7 dan Formulir 8) 2) Pengaturan lebih rinci tentang pengelolaan dana Jamkesmas di pelayanan dasar akan diatur dalam Petunjuk Teknis tersendiri. Sisa dana pada rekening dinas kesehatan kabupaten/kota yang tidak digunakan dan/atau tidak tersalurkan sampai dengan akhir tahun anggaran harus disetor ke kas negara (Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-21/PB/2011 tentang Petunjuk Pencairan Dana Jaminan Kesehatan Masyarakat, terlampir)3. RUMAH SAKIT/BALKESMAS a. Pertanggungjawaban 1) FASKES Lanjutan membuat pertanggungjawaban Dana pelayanan kesehatan dengan menggunakan Software INA-CBG’s.
  • 39. - 33 -2) Selanjutnya pertanggungjawaban tersebut akan diverifikasi oleh Verifikator Independen dengan menggunakan Software verifikasi Klaim Jamkesmas.3) Setelah verifikasi dinyatakan layak oleh Verifikator Independen, selanjutnya pertanggungjawaban tersebut ditandatangani oleh Direktur Rumah Sakit/Kepala Balai Kesehatan Masyarakat dan Verifikator Independen.4) Pertanggungjawaban dana Jamkesmas di FASKES lanjutan menjadi sah setelah mendapat persetujuan dan ditandatangani Direktur/Kepala PPK lanjutan dan Verifikator Independen.5) Selanjutnya PPK lanjutan mengirimkan secara resmi laporan pertanggungjawaban dana Jamkesmas dalam bentuk hard copy yaitu form 1C, 2C, 3, dan koreksi (Formulir 9 ) serta soft copy dalam satu CD yang memuat (1) file txt INA-CBG’s; (2) file txt administrasi klaim; (3) Raw data VI kepada Tim Pengelola Jamkesmas Pusat dan tembusan kepada Tim Pengelola Jamkesmas Kabupaten/kota dan Provinsi berupa hardcopy form 3 sebagai bahan monitoring, evaluasi dan pelaporan.6) Pertanggungjawaban dana yang diterima oleh Tim Pengelola Jam- kesmas Pusat akan dilakukan telaah dan selanjutnya diberikan umpan balik sebagai upaya pembinaan.7) Pelaporan pertanggungjawaban dana disertai dengan hasil kinerja atas pelayanan kesehatan di PPK lanjutan meliputi kunjungan Ra- wat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL), kunjungan kasus Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL), disertai dengan karakteristik pasien, sepuluh penyakit terbanyak dan sepuluh penyakit dengan biaya termahal. Pertanggungjawaban dana Jamkesmas untuk Rumah Sakit khusus jiwa menggunakan ketentuan sebagai berikut: - Termin 1 hari 1 - hari 35 = Tarif INA-CBGs - Termin 2 hari 36 - hari 103 = Rp. 90.000,- - Termin 3 hari 104 – hari 180 = Rp. 45.000,- Sedangkan untuk Rumah Sakit khusus kusta menggunakan ketentuan: - Termin 1 hari 1 - hari 35 = Tarif INA-CBGs - Termin 2 hari 36 - hari 103 = Rp. 50.000,- - Termin 3 hari 104 – hari 180 = Rp. 25.000,- Tarif balkesmas dalam implementasi INA-CBG’s disetarakan dengan RS kelas C/D dan RS yang belum mempunyai penetapan kelas ditetapkan setara dengan kelas C/D. Pada RS khusus yang melayani pelayanan kesehatan umum, maka diberlakukan dua tarif INA-CBG’s sesuai dengan penetapan kelas oleh Direktur Jendaral Bina Upaya Kesehatan
  • 40. - 34 -b. Pencairan Dan Pemanfaatan 1) Dengan telah ditandatanganinya pertanggungjawaban dana oleh Direktur FASKES Lanjutan/Kepala Balai dan Verifikator Independen, maka FASKES Lanjutan sudah dapat mencairkan dana pelayanan kesehatan tersebut dengan batas pencairan sejumlah dana yang dipertanggungjawabkan. 2) Dana yang sudah dicairkan, bagi RS Daerah yang belum berstatus BLUD, pengelolaan dan pemanfaatannya diserahkan kepada mekanisme daerah. Apabila terjadi selisih positif (surplus) yang di- sebabkan tarif perda setempat lebih rendah dari pendapatan klaim Jamkesmas maka pengaturan selisih dana yang ada diatur oleh kebijakan daerah seperti SK Gubernur/Bupati/Walikota. Untuk RS Daerah dan Vertikal yang berstatus BLU/BLUD, mengikuti ketentuan BLU/BLUD. Dan untuk RS Swasta mengikuti ketentuan yang berlaku di RS tersebut. 3) Pemanfaatan atas dana luncuran yang telah menjadi hasil kinerja pelayanan kesehatan sebagai penerimaan/pendapatan atas klaim pelayanan, dapat digunakan sesuai kebutuhan dan ketentuan ma- sing-masing, antara lain jasa medis/jasa pelayanan, jasa sarana, pemenuhan kebutuhan bahan medis habis pakai, dana operasional, pemeliharaan, obat, darah dan administrasi pendukung lainnya. Khusus untuk belanja investasi; misalnya untuk rehabilitasi atau pembangunan dan perluasan gedung, harus mendapat persetujuan kepala Dinas Kesehatan Provinsi bagi RS Daerah dan persetujuan dari Ditjen Bina Upaya Kesehatan untuk RS Vertikal. 4) Seluruh berkas dokumen pertanggungjawaban dana disimpan oleh RS, dan akan diaudit kemudian oleh Aparat Pengawas Fungsional (APF). Biaya Jasa Medis/Jasa Pelayanan pelayanan ditetapkan Direktur RS setinggi-tingginya 44% (empat puluh empat persen) atas biaya pelayanan kesehatan yang dilakukan. Jasa Medis/Jasa pelayanan tersebut meliputi biaya untuk pemberi pelayanan dalam rangka observasi, diagnosis, pengobatan, tindakan medis, perawatan, konsultasi, visite, dan/atau pelayanan medis lainnya, serta untuk pelaksana administrasi pelayanan
  • 41. - 35 -F. VERIFIKASI Verifikasi adalah kegiatan menguji kebenaran administrasi pertanggungjawaban pelayanan yang telah dilaksanakan oleh PPK. Verifikasi di puskesmas dilaksanakan oleh Tim Pengelola Jamkesmas Kabupaten/Kota sedangkan verifikasi di PPK Lanjutan dilakukan oleh Verifikator Independen. Standar pelaksanaan verifikasi di puskesmas dan PPK lanjutan diatur lebih lanjut dalam petunjuk teknis verifikasi tersendiri yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari pedoman ini. Verifikasi atas pelayanan kesehatan dalam program Jamkesmas di PPK lanjutan meliputi: 1. Verifikasi administrasi kepesertaan meliputi kartu peserta/surat keterangan (lihat bab 3) lain yang sah oleh instansi yang berwenang, No SKP, surat rujukan. 2. Administrasi pelayanan meliputi nama pasien, No SKP, Nama dokter pemeriksa, tanda tangan komite medik (pada kasus yang masuk dalam Severity Level 3) 3. Administrasi keuangan meliputi bukti pembayaran tarif paket INA-DRG dilampiri dengan form pengajuan klaim INA-DRG 1A dan INA-DRG 2A. (Formulir 10) 4. Tenaga Pelaksana Verifikasi dalam melaksanakan tugas sehari-hari di PPK Lanjutan berada di bawah pembinaan dan koordinasi Tim Pengelola Jamkesmas Kabupaten/Kota. 5. Penunjukkan Koordinator untuk RS yang memiliki lebih dari satu verifikator independen sebagai penanggungjawab persetujuan rekapitulasi klaim.G. PROSES VERIFIKASI Proses verifikasi dalam pelaksanaan Jamkesmas, meliputi: 1. Pemeriksaan kebenaran dokumen identitas peserta Jamkesmas oleh PT. Askes (Persero). 2. Pemeriksaan Surat Rujukan dan Penerbitan SKP oleh PT. Askes (Persero) dan SJP oleh FASKES lanjutan. 3. Memastikan dikeluarkannya rekapitulasi pengajuan klaim oleh petugas RS sesuai dengan format yang ditentukan. 4. Pemeriksaan kebenaran penulisan diagnosis, prosedur, No. Kode. 5. Rekapitulasi pertanggungjawaban dana FASKES lanjutan yang sudah layak bayar. 6. Menandatangani rekapitulasi pertanggungjawaban dana FASKES lanjutan.
  • 42. - 36 - 7. Memastikan Direktur RS/Kepala Balai Kesehatan menandatangani rekapitulasi laporan pertanggungjawaban dana. 8. Membuat laporan hasil pekerjaan bulanan kepada Tim Pengelola Jamkesmas Kabupaten/Kota. (Formulir 11)H. PENGEMBANGAN JAMINAN KESEHATAN DI DAERAH Pengembangan program jaminan kesehatan di daerah (Jamkesda) dapat dilakukan dalam upaya menuju pencapaian kepesertaan semesta (universal coverage) sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Dalam rangka memperluas cakupan kepesertaan di luar kuota sasaran yang sudah tercakup dalam program Jamkesmas (Nasional), Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota yang memiliki kemampuan sumber daya memadai dapat mengelola dan mengembangkan program Jamkesda di daerahnya masing-masing. Untuk menyelenggarakan Jaminan Kesehatan di daerah, agar terjadi harmonisasi dan sinkronisasi maka mekanisme penyelenggaraannya seyogyanya mengikuti pula prinsip-prinsip asuransi sosial seperti: 1. Tidak bersifat komersial (nirlaba) 2. Pelayanan bersifat komprehensif 3. Portabilitas 4. Kendali mutu dan kendali biaya 5. Efisien dan efektif, transparan, akuntabel Selain memenuhi prinsip tersebut di atas, agar pelaksanaanya di lapangan dapat berjalan dengan baik, berkesinambungan (sustainable) serta tidak menimbulkan duplikasi (anggaran, sasaran dan benefit yang diterima) maka beberapa hal penting perlu diperhatikan sebelum menyelenggarakan Jamkesda, adalah sebagai berikut: 1. Kemampuan sumber daya yang cukup dan berkualitas. 2. Keterjangkauan Sarana dan Prasarana Pelayanan (accessible). 3. Rujukan yang terstruktur dan berjenjang. 4. Sistim Pencatatan dan Pelaporan yang terintegrasi dengan Jamkesmas. 5. Harmonisasi dan sinkronisasi dengan program Jamkesmas.
  • 43. - 37 - BAB VI PENGORGANISASIANPengorganisasian kegiatan Jamkesmas dimaksudkan agar pelaksanaanmanajemen kegiatan Jamkesmas dapat berjalan secara efektif dan efisien.Pengelolaan kegiatan Jamkesmas dilaksanakan secara bersama-sama antarapemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Dalampengelolaan Jamkesmas dibentuk Tim Pengelola di tingkat pusat, tingkatprovinsi, dan tingkat kabupaten/kota. Pengelolaan kegiatan Jamkesmasterintegrasi dengan kegiatan BOK.Pengorganisasian manajemen Jamkesmas dan BOK terdiri dari:A. Tim Koordinasi Jamkesmas dan BOK (bersifat lintas sektor), sampai tingkat kabupaten/kota.B. Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK (bersifat lintas program), sampai tingkat kabupaten/kota.A. TIM KOORDINASI 1. Tim Koordinasi Jamkesmas dan BOK Tingkat Pusat Menteri Kesehatan membentuk Tim Koordinasi Jamkesmas dan BOK Tingkat Pusat, yang terdiri dari Pelindung, Ketua, Sekretaris dan Anggota. Tim Koordinasi bersifat lintas sektor terkait, diketuai oleh Sekretaris Utama Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dengan anggota terdiri dari Pejabat Eselon I Kementerian terkait dan unsur lainnya. a. Tugas Tim Koordinasi Jamkesmas dan BOK Tingkat Pusat: 1) Menentukan strategi dan kebijakan nasional pelaksanaan Jamkesmas dan BOK. 2) Melakukan pengendalian dan penilaian pelaksanaan kegiatan Jamkesmas dan BOK secara nasional. 3) Memberikan arahan untuk efisiensi dan efektivitas pelaksanaan Jamkesmas dan BOK. 4) Menjadi fasilitator lintas sektor tingkat pusat dan daerah. b. Struktur Tim Koordinasi Jamkesmas dan BOK Tingkat Pusat: 1) Pelindung : Menteri Kesehatan 2) Ketua : Sekretaris Utama Kemenko Kesra 3) Sekretaris : Sekretaris Jenderal Kemenkes 4) Anggota : a) Irjen Kemenkes b) Dirjen BAKD Kemendagri
  • 44. - 38 - c) Dirjen Perbendaharaan Kemenkeu d) Dirjen Anggaran Kemenkeu e) Deputi Bidang SDM dan Kebudayaan Bappenas f) Dirjen Bina Upaya Kesehatan g) Dirjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes h) Dirjen P2PL Kemenkes i) Kepala Badan Litbangkes Kemenkes j) Staf Ahli Menteri Bidang Pembiayaan dan Pemberdayaan Masyarakat Kemenkes k) Staf Ahli Menteri Bidang Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Desentralisasi Kemenkes 5) Sekretariat : a) Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kemenkes b) Setditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes2. Tim Koordinasi Jamkesmas dan BOK Tingkat Provinsi Gubernur membentuk Tim Koordinasi Jamkesmas dan BOK Tingkat Provinsi, yang terdiri dari Pelindung, Ketua, Sekretaris dan Anggota. Tim Koordinasi bersifat lintas sektor terkait dalam pelaksanaan Jamkesmas dan BOK, diketuai oleh Sekretaris Daerah Provinsi dengan anggota terdiri dari pejabat terkait. a. Tugas Tim Koordinasi Jamkesmas dan BOK Tingkat Provinsi: 1) Menjabarkan strategi dan kebijakan pelaksanaan Jamkesmas dan BOK tingkat provinsi. 2) Mengarahkan pelaksanaan kebijakan Jamkesmas dan BOK sesuai kebijakan nasional. 3) Melakukan pengendalian dan penilaian pelaksanaan kegiatan Jamkesmas dan BOK di tingkat provinsi. b. Struktur Tim Koordinasi Jamkesmas dan BOK Tingkat Provinsi: 1) Pelindung : Gubernur 2) Ketua : Sekretaris Daerah Provinsi 3) Sekretaris : Kepala Dinas Kesehatan Provinsi 4) Anggota : a) Kepala Bappeda Provinsi b) Ketua Komisi DPRD Provinsi yang membidangi kesehatan c) Sekretaris Dinas Kesehatan Provinsi d) Lintas sektor terkait sesuai kebutuhan
  • 45. - 39 - 3. Tim Koordinasi Jamkesmas dan BOK Tingkat Kabupaten/Kota Bupati/Walikota membentuk Tim Koordinasi Jamkesmas dan BOK Tingkat Kabupaten/Kota, yang terdiri dari Pelindung, Ketua, Sekretaris dan Anggota. Tim Koordinasi bersifat lintas sektor terkait dalam pelaksanaan Jamkesmas dan BOK, diketuai oleh Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota dengan anggota terdiri dari pejabat terkait. a. Tugas Tim Koordinasi Jamkesmas dan BOK Tingkat Kabupaten/Kota: 1) Menjabarkan strategi dan kebijakan pelaksanaan Jamkesmas dan BOK. 2) Mengarahkan pelaksanaan kebijakan Jamkesmas dan BOK sesuai kebijakan nasional. 3) Melakukan pengendalian dan penilaian pelaksanaan kegiatan Jamkesmas dan BOK. 4) Menjadi fasilitator lintas sektor tingkat kabupaten/kota dan Puskesmas. b. Struktur Tim Koordinasi Jamkesmas dan BOK Tingkat Kabupaten/Kota: 1) Pelindung : Bupati/Walikota 2) Ketua : Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota 3) Sekretaris : Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota 4) Anggota : a) Kepala Bappeda Kabupaten/Kota b) Ketua Komisi DPRD Kabupaten/Kota yang membidangi kesehatan c) Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota d) Lintas sektor terkait sesuai kebutuhanB. TIM PENGELOLA JAMKESMAS DAN BOK Dalam pengelolaan kegiatan Jamkesmas dan BOK dibentuk Tim Pengelola Tingkat Pusat, Tim Pengelola Tingkat Provinsi, dan Tim Pengelola Tingkat Kabupaten/Kota. Tim Pengelola bersifat lintas program di Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi, dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. 1. Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Tingkat Pusat Menteri Kesehatan membentuk Tim Pengelola Jamkesmas terintegrasi dengan BOK. Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Tingkat Pusat terdiri dari Penanggung Jawab, Pengarah, Pelaksana dan Sekretariat yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan.
  • 46. - 40 -Penanggung jawab adalah Menteri Kesehatan, sedangkan Pengarah terdiridari pejabat eselon I di lingkungan Kemenkes, dengan Ketua adalahSekretaris Jenderal dan Wakil Ketua adalah Direktur Jenderal Bina Gizidan KIA.Pelaksana terdiri dari Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris dan Anggota yangmerupakan Pejabat Eselon I dan Pejabat Eselon II di lingkunganKemenkes.Sekretariat terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Anggota yang merupakanpejabat eselon II, pejabat eselon III dan pejabat eselon IV di lingkunganKemenkes.a. Susunan Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Tingkat Pusat: 1) Penanggung Jawab : Menteri Kesehatan 2) Pengarah : a) Ketua : Sekretaris Jenderal Kemenkes b) Anggota : Para pejabat eselon I terkait di lingkungan Kemenkes 3) Pelaksana : a) Ketua Pelaksana I : Dirjen Bina Upaya Kesehatan b) Ketua Pelaksana II : Dirjen Bina Gizi dan KIA 4) Anggota : Para pejabat eselon II dan III terkait 5) Sekretariat : a) Sekretariat I Bidang Jamkesmas 1. Ketua : Kepala P2JK 2. Sekretaris : Kepala Bidang Pembiayaan P2JK 3. Anggota : Semua Kabid/Kabag dan Kasubid/Kasub bag di lingkungan P2JK Sekretariat didukung oleh koordinator-koordinator bidang sesuai kebutuhan, yang melibatkan berbagai unit utama di lingkungan Kementerian Kesehatan. b) Sekretariat II Bidang BOK 1. Ketua : Sesditjen Bina Gizi dan KIA 2. Sekretaris : Kabag Keuangan Setditjen Bina Gizi dan KIA 3. Anggota : Seluruh Kabag di lingkungan Setditjen Bina Gizi dan KIA Sekretariat didukung oleh koordinator-koordinator bidang sesuai kebutuhan, yang melibatkan berbagai unit utama di lingkungan Kementerian Kesehatan.
  • 47. - 41 -b. Tugas Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Tingkat Pusat: 1) Pengarah a) Merumuskan dan menetapkan kebijakan operasional dan teknis, pelaksanaan Jamkesmas dan BOK agar sejalan dengan UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN dan Perpres Nomor 5 Tahun 2010 tentang RPJMN 2010-2014. b) Melakukan pengawasan dan pembinaan atas kebijakan yang telah ditetapkan. c) Melakukan sinkronisasi dan koordinasi terkait pengembangan kebijakan. d) Memberikan masukan dan laporan kepada Menteri Kesehatan terkait pelaksanaan Jamkesmas dan BOK. 2) Pelaksana a) Merumuskan dan melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan oleh pengarah. b) Menyusun pedoman teknis pelaksanaan, penataan sasaran, penataan fasilitas pelayanan kesehatan (pemberi pelayanan kesehatan) dalam rangka penyelenggaraan Jamkesmas. c) Menyusun dan mengusulkan norma, standar, prosedur dan kriteria dalam penyelenggaraan Jamkesmas dan BOK. d) Melaksanakan pertemuan berkala dengan pihak terkait dalam rangka koordinasi, sinkronisasi dan evaluasi penyelenggaraan Jamkesmas dan BOK. e) Melaksanakan advokasi, sosialisasi, sinkronisasi penyelenggaraan Jamkesmas dan BOK. f) Menyusun perencanaan, evaluasi, monitoring dan pengawasan seluruh kegiatan sesuai dengan kebijakan teknis dan operasional yang telah ditetapkan. g) Melakukan telaah hasil verifikasi, otorisasi dan realisasi pembayaran klaim dan mengusulkan kebutuhan anggaran pelayanan kesehatan. h) Membuat laporan hasil penyelenggaraan Jamkesmas dan BOK kepada pengarah. 3) Sekretariat Bidang I dan Bidang II a) Memberikan masukan kepada Tim Pengelola (pengarah dan pelaksana) terkait penyelenggaraan Jamkesmas dan BOK. b) Menyiapkan dan menyusun pedoman pelaksanaan Jamkesmas dan BOK sesuai dengan arah kebijakan pengarah dan rumusannya.
  • 48. - 42 - c) Membantu kelancaran administrasi pelaksanaan tugas Tim Pengelola. d) Menyiapkan norma, standar, prosedur dan kriteria penyelenggaraan Jamkesmas dan BOK. e) Menyiapkan dan menyusun bahan-bahan bimbingan teknis, monitoring, evaluasi penyelenggaraan Jamkesmas dan BOK. f) Membantu pengarah dan pelaksana dalam melakukan advokasi, sosialisasi, monitoring dan evaluasi penyelenggaraan Jamkesmas dan BOK. g) Melaksanakan pelatihan-pelatihan terkait penyiapan SDM dalam pelaksanaan Jamkesmas dan BOK di pusat, provinsi dan kabupaten/kota. h) Melakukan analisis aspek kendali biaya dan kendali mutu. i) Membuat laporan secara berkala kepada pengarah dan pelaksana.2. Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Tingkat Provinsi Tim Pengelola Jamkesmas sekaligus sebagai Tim Pengelola BOK. Kegiatan Jamkesmas (termasuk Jampersal) terintegrasi dalam pengelolaan dengan kegiatan-kegiatan BOK, karena itu semua bidang yang ada pada Dinas Kesehatan Provinsi harus masuk dalam struktur organisasi pengelola ini. Kegiatan manajemen Jamkemas dan BOK di provinsi dibiayai melalui dana Dekonsentrasi Pengelolaan Jamkesmas dari Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan (P2JK) Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan. Susunan Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Tingkat Provinsi: 1) Pelindung : Sekretaris Daerah Provinsi 2) Penanggungjawab: Kepala Dinas Kesehatan Provinsi 3) Pelaksana : a) Ketua : Sekretaris Dinas Kesehatan Provinsi b) Anggota : Seluruh Kepala Bidang pada Dinas Kesehatan Provinsi c) Sekretariat :  Ketua· : Salah satu Kepala Bidang yang ada di Dinas Kesehatan Provinsi  Ketua Koordinator Bidang Monitoring, Evaluasi dan· Pelaporan Pengelolaan Jamkesmas dan BOK  Ketua· Koordinator Bidang Verifikasi dan Klaim Pengelolaan Jamkesmas dan BOK  Setiap Koordinator Bidang dibantu· minimal 3 (tiga) orang staf
  • 49. - 43 -a. Tugas Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Tingkat Provinsi adalah: 1) Melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Pusat. 2) Mempertanggungjawabkan manajemen penyelenggaraan Jamkesmas dan BOK secara keseluruhan di wilayah kerjanya. 3) Mengoordinasikan manajemen kepesertaan, pelayanan dan administrasi keuangan dalam penyelenggaraan Jamkesmas. 4) Melakukan pembinaan (koordinasi dan evaluasi) terhadap pelaksanaan kegiatan Jamkesmas dan BOK di kabupaten/kota. 5) Melatih tim pengelola Jamkesmas dan BOK tingkat kabupaten/ kota. 6) Menyampaikan laporan dari hasil penyelenggaraan kegiatan Jamkesmas dan BOK Kabupaten/Kota ke Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Tingkat Pusat. 7) Mengupayakan peningkatan dana untuk operasional Puskesmas dan manajemen Jamkesmas dan BOK dari sumber APBD. 8) Mengoordinasikan manajemen administrasi keuangan Jamkesmas dan BOK. 9) Melakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap unit-unit kerja yang terkait dalam penyelenggaraan Jamkesmas dan BOK di wilayah kerjanya. 10) Memfasilitasi pertemuan secara berkala dengan Tim Koordinasi sesuai kebutuhan dalam rangka sinkronisasi, harmonisasi, evaluasi, dan penyelesaian masalah lintas sektor yang terkait dengan penyelenggaraan Jamkesmas dan BOK di provinsi. 11) Membuat laporan secara berkala atas pelaksanaan Jamkesmas dan BOK di wilayah kerjanya kepada Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Pusat. 12) Menangani penyelesaian keluhan dari para pihak. 13) Memonitor pelaksanaan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) yang menyelenggarakan Jamkesmas di wilayah kerjanya. 14) Meneruskan hasil rekruitmen PPK dari Dinkes Kabupaten/Kota ke Pusat. 15) Menyusun dan menyampaikan laporan atas semua hasil pelaksanaan tugas penyelenggaraan Jamkesmas dan BOK kepada Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Pusat.
  • 50. - 44 -3. Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Tingkat Kabupaten/Kota Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Tingkat Kabupaten/Kota dalam menjalankan tugas dan fungsinya terintegrasi menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Tim pengelola Jamkesmas sekaligus menjadi Tim Pengelola BOK. Dalam melaksanakan kegiatan manajamen Jamkesmas dan BOK, Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK mendapat dukungan pembiayaan yang berasal dari dana manajemen BOK (bersumber dari dana Tugas Pembantuan Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA Kemenkes). Sedangkan honor Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK, disediakan dari dana Dekonsentrasi Jamkesmas (untuk 5 orang dari Tim Pengelola) dan dari dana Tugas Pembantuan BOK (untuk 7 orang dari Tim Pengelola). Besaran dana disesuaikan dengan Standar Biaya Umum yang berlaku. Dalam melaksanakan tugas dan fungsi Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK secara serasi, harmoni, dan terintegrasi, maka pengorganisasian Jamkesmas dan BOK melibatkan seluruh struktur yang ada di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan demikian pengelolaannya tidak dilakukan oleh satu bidang saja di Dinas Kesehatan. a. Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Tingkat Kabupaten/Kota 1) Susunan Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Tingkat Kabupaten/Kota Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebagai penanggung jawab pengelolaan Jamkesmas dan BOK membentuk Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Tingkat Kabupaten/Kota. Tugas Tim Pengelola Kabupaten/Kota terintegrasi meliputi seluruh kegiatan pengelolaan Jamkesmas (termasuk Jampersal) dan BOK. Susunan Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Tingkat Kabupaten/Kota terdiri dari: a) Pelindung : Sekretaris Daerah b) Penanggung Jawab : Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota c) Pelaksana 1. Ketua : Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota 2. Anggota : Seluruh Kepala Bidang di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
  • 51. - 45 - 3. Sekretariat :  Diketuai oleh salah satu Kepala Bidang di Dinas· Kesehatan Kabupaten/Kota, diutamakan bidang yang bertanggung jawab dalam Jaminan Kesehatan  Ketua Koordinator Bidang· Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan Pengelolaan Jamkesmas dan BOK  Ketua Koordinator Bidang Verifikasi dan Klaim· Pengelolaan Jamkesmas dan BOK  Setiap Koordinator Bidang· dibantu minimal 3 (tiga) orang staf Tugas Sekretariat Tim Pengelola Jamkemas dan BOK secara keseluruhan sebagai pendukung (supporting) kelancaran pelaksanaan pengelolaan Jamkesmas dan BOK.2) Tugas Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Tingkat Kabupaten/Kota a) Melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Tingkat Pusat. b) Mempertanggungjawabkan manajemen penyelenggaraan Jamkesmas dan BOK secara keseluruhan di wilayah kerjanya. c) Melakukan pembinaan (koordinasi dan evaluasi) terhadap pelaksanaan kegiatan Jamkesmas dan BOK. d) Melakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap unit-unit kerja yang terkait dalam penyelenggaraan Jamkesmas dan BOK di wilayah kerjanya (termasuk pada fasilitas pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas dan jaringannya serta fasilitas pelayanan lanjutan). e) Memfasilitasi pertemuan secara berkala dengan tim koordinasi sesuai kebutuhan dalam rangka evaluasi, monitoring, pembinaan dan penyelesaian masalah lintas sektor yang terkait dengan penyelenggaraan Jamkesmas dan BOK. f) Mengoordinasikan manajemen pelayanan dan administrasi keuangan dalam penyelenggaraan Jamkesmas dan BOK. g) Melakukan sosialisasi dan advokasi penyelenggaraan Jamkesmas dan BOK. h) Melakukan monitoring, evaluasi, pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Jamkesmas dan BOK. i) Melakukan telaah atas rencana kegiatan (POA) Jamkesmas dan BOK yang diusulkan Puskesmas.
  • 52. - 46 -j) Menyalurkan dana kepada Puskemas yang didasarkan atas usulan kegiatan Jamkesmas dan BOK yang disetujui dan ditandatangani Kepala Dinas Kesehatan atau pejabat yang diberikan kewenangan oleh Kepala Dinas Kesehatan.k) Melakukan verifikasi atas semua kegiatan Jamkesmas dan BOK yang dilaksanakan Puskesmas berdasarkan usulan kegiatan sebelumnya.l) Melakukan verifikasi dan membayar atas klaim yang diajukan oleh FASKES yang melaksanakan Jamkesmas pelayanan dasar dan Jaminan Persalinan.m) Menangani penyelesaian keluhan terkait dalam penyelenggaraan Jamkesmas dan BOK.n) Melakukan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan FASKES swasta yang berkeinginan menjadi jaringan pemberi pelayanan kesehatan Jaminan Persalinan di wilayah kerjanya.o) Selaku pembina verifikator independen melakukan pembinaaan dan pengawasan pelaksanaan kegiatan verifikator independen di daerahnya, termasuk di dalamnya adalah melakukan evaluasi kinerja terhadap kegiatan verifikator independen.p) Mengupayakan peningkatan dana untuk operasional dan manajemen Puskesmas melalui BOK dan peningkatan dana kepesertaan Jaminan Kesehatan dari sumber APBD.q) Menyusun dan menyampaikan laporan keuangan dan hasil kinerja kepada Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Tingkat Pusat dengan tembusan ke Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Tingkat provinsi.r) Menyusun dan menyampaikan laporan atas semua pelaksanaan tugas penyelenggaraan Jamkesmas dan BOK kepada Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Tingkat Pusat melalui Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Tingkat Provinsi.
  • 53. - 47 - BAB VII PEMANTAUAN DAN EVALUASIA. INDIKATOR KEBERHASILAN Sebagai dasar dalam menilai keberhasilan dan pencapaian dari pelaksanaan penyelenggaraan program Jamkesmas secara nasional, diukur dengan indikator-indikator sebagai berikut: 1. Indikator Input Untuk indikator input yang akan dinilai yaitu: a. Tersedianya data kepesertaan yang sesuai dengan kebijakan; b. Tersedianya data jaringan FASKES; c. Tersedianya pedoman pelaksanaan (Manlak) dan petunjuk teknis (Juknis); d. Adanya penyelenggaraan Jamkesmas; e. Adanya Tim Pengelola Jamkesmas di tingkat Pusat/Provinsi /Kabupaten / Kota; f. Adanya Tim Koordinasi Jamkesmas di tingkat Pusat/Provinsi /Kabupaten/ Kota; g. Adanya tenaga Pelaksana Verifikasi di semua FASKES lanjutan; h. Tersedianya dana APBN untuk penyelenggaraan Jamkesmas sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan; i. Tersedianya APBD untuk mendukung penyelenggaraan Jamkesmas; j. Dimanfaatkannya Sistem Informasi Manajemen Jamkesmas. 2. Indikator Proses Untuk indikator proses yang akan dinilai yaitu: a. Terlaksananya kebijakan tentang data kepesertaan; b. Terlaksananya pelayanan kesehatan yang terkendali biaya dan mutu di semua FASKES; c. Terlaksananya penyaluran dana penyaluran sesuai kebutuhan FASKES; d. Terlaksananya INA-CBG’s sebagai dasar pembayaran dan pertanggungjawaban dana Jamkesmas di seluruh FASKES lanjutan; e. Terlaksananya verifikasi pertanggungjawaban dana Jamkesmas; f. Terlaksananya penyampaian pertanggungjawaban dana dari FASKES Jamkesmas ke Tim Pengelola Jamkesmas Pusat; g. Terlaksananya pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan Jamkesmas secara periodik dan berjenjang sesuai dengan sistem informasi Jamkesmas; h. Terlayaninya peserta Jamkesmas di seluruh FASKES.
  • 54. - 48 - 3. Indikator Output Untuk indikator Output yang diinginkan dari program ini yaitu: a. Terlayaninya seluruh peserta Jamkesmas; b. Seluruh FASKES lanjutan melaksanakan INA- C B G s sebagai upaya kendali biaya dan kendali mutu (KBKM); c. Tersedianya data dan informasi penyelenggaraan Jamkesmas; d. Terpenuhinya kecukupan dana dalam penyelenggaraan Jamkesmas; e. Jumlah FASKES lanjutan swasta sebagai pemberi pelayanan kesehatan Jamkesmas.B. PEMANTAUAN DAN EVALUASI 1. Tujuan pemantauan dan evaluasi Pemantauan dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang kesesuaian antara rencana dengan pelaksanaan Program Penyelenggaraan Jamkesmas, sedangkan evaluasi dilakukan untuk mengetahui dan menilai pencapaian indikator keberhasilan. 2. Ruang lingkup pemantauan dan evaluasi a. Data kepesertaan, kepemilikan kartu Jamkesmas, pencatatan dan penanganan keluhan. b. Pelaksanaan pelayanan kesehatan meliputi jumlah kunjungan peserta Jamkesmas ke FASKES tingkat pertama dan FASKES tingkat Lanjutan, jumlah kasus rujukan, pola penyakit rawat jalan dan rawat inap. c. Pelaksanaan penyaluran dana ke FASKES tingkat pertama dan FASKES tingkat Lanjutan, serta verifikasi pertanggungjawaban dana di FASKES. d. Pelaksanaan dan Penerapan INA-CBGs di FASKES tingkat lanjutan. e. Pelaksanaan verifikasi kepesertaan dan penerbitan SKP oleh PT. Askes (Persero) serta penerbitan SJP oleh Rumah Sakit. f. Pengelolaan Jamkesmas di tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota. 3. Mekanisme pemantauan dan evaluasi Pemantauan dan evaluasi diarahkan agar pelaksanaan program berjalan secara efektif dan efisien sesuai prinsip-prinsip kendali mutu dan kendali biaya. Pemantauan merupakan bagian program yang dilaksanakan oleh Tim Pengelola Jamkesmas Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota. Pemantauan dan evaluasi dilakukan secara berkala, baik bulanan, triwulanan, semester maupun tahunan, melalui: a. Pertemuan dan koordinasi b. Pengelolaan Pelaporan Program (pengolahan dan analisis)
  • 55. - 49 - c. Kunjungan lapangan dan supervisi d. Penelitian langsung (survei/kajian) TP Jamkesmas dan BOK Kabupaten/Kota melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap seluruh FASKES di wilayahnya yang bekerja sama dalam penyelenggaraan Jamkesmas, termasuk memastikan berjalannya proses verifikasi pertanggungjawaban FASKES oleh tenaga pelaksana verifikator. Hasil pemantauan dan evaluasi tersebut kemudian dilaporkan ke TP Jamkesmas dan BOK Provinsi untuk dianalisis lebih lanjut dan hasilnya diumpanbalikkan ke TP Jamkesmas dan BOK Kabupaten/Kota. Selain itu hasil analisa TP Jamkesmas dan BOK Provinsi seterusnya dilaporkan ke TP Jamkesmas dan BOK Pusat.C. PENANGANAN KELUHAN Penyampaian keluhan atau pengaduan dapat disampaikan oleh masyarakat penerima pelayanan, masyarakat pemerhati dan petugas pemberi pelayanan serta pelaksana penyelenggara program. Penyampaian keluhan atau pengaduan merupakan umpan balik bagi semua pihak untuk perbaikan program Jamkesmas. Penanganan keluhan/pengaduan dilakukan dengan menerapkan prinsip- prinsip, sebagai berikut: 1. Semua keluhan/pengaduan harus memperoleh penanganan dan penyelesaian secara memadai dan dalam waktu yang singkat serta diberikan umpan balik ke pihak yang menyampaikannya. 2. Untuk menangani keluhan/pengaduan masyarakat dapat memanfaatkan unit yang telah ada di FASKES tingkat pertama dan lanjutan serta Dinas Kesehatan selaku Tim Pengelola. Penanganan keluhan dilakukan secara berjenjang dari UPM yang telah ada di kabupaten/kota dan apabila belum terselesaikan dapat dirujuk ketingkat institusi yang lebih tinggi termasuk Pusat PJK/TP Jamkesmas Pusat.D. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN 1. Pembinaan dilakukan secara berjenjang oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan tugas dan fungsinya. 2. Pelaksanaan pengawasan penyelenggaraan Program Jamkesmas dilakukan melalui: a. Pengawasan melekat b. Pengawasan fungsional internal (Inspektorat Jenderal dan BPKP) c. Pengawasan fungsional eksternal (BPK)
  • 56. - 50 -E. PELAPORAN Untuk mendukung pemantauan dan evaluasi, sangat perlu dilakukan pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan Program Jamkesmas secara rutin setiap bulan (sesuai format pelaporan pada Formulir 12). Puskesmas/rumah sakit/balkesmas yang menjadi FASKES program Jamkesmas wajib mengirimkan laporan bulanan penyelenggaraan Jamkesmas setiap tanggal 5 b u l a n b e r i k u t n y a ke Tim Pengelola Jamkesmas Kabupaten/Kota. Kelengkapan menyampaian laporan FASKES akan menjadi pertimbangan Ti m Pengelola Pusat untuk pengalokasian dan pengiriman dana Jamkesmas berikutnya. Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK pada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selanjutnya melakukan entry data laporan tersebut ke dalam SIM JAMKESMAS yang terdapat pada website www.ppjk.depkes.go.id Pada waktu bersamaan rekapitulasi laporan telah dapat diakses untuk diolah dan dianalisis oleh Tim Pengelola Jamkesmas Provinsi dan Tim Pengelola Jamkesmas Pusat. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang belum mempunyai fasilitas internet tetap mengirimkan rekapitulasi laporan seluruh FASKES Jamkesmas ke Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Provinsi setiap tanggal 10 bulan berikutnya. Selanjutnya, Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK provinsi mengirimkan rekapitulasi laporan kabupaten/kota setiap tanggal 15 bulan yang sama ke Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Pusat. Demikian juga, Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Pusat mengirimkan laporan rekapitulasi nasional setiap tanggal 20 bulan yang sama ke Menteri Kesehatan RI. Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Kabupaten/Kota membuat dan mengirimkan umpan balik pelaporan ke FASKES. Tim Pengelola Jamkesmas d a n B O K Provinsi membuat dan mengirimkan umpan balik ke Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Kabupaten/Kota. Tim Pengelola Jamkesmas Pusat membuat dan mengirimkan umpan balik ke Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Provinsi.
  • 57. - 51 -PT. Askes (Persero) melakukan pelaporan seluruh kegiatan yang menjaditugasnya kepada Tim Pengelola Jamkesmas dan BOKKabupaten/Kota/Provinsi dan Pusat. Untuk memudahkan pemantauan danketertiban administrasi, laporan untuk Tim Pengelola Jamkesmas Pusatdisampaikan kepada: Sekretariat I Tim Pengelola JAMKESMAS dan BOK Pusat Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI. Gedung Prof. Dr. Sujudi Lt. 14, Jl. H.R. Rasuna Said Blok X- 5 Kav. 4-9 Jakarta Selatan 12950, Telp/Fax: (021) 527 9409, 52922020 SMS center: 0812 1167 755 Website: www.ppjk.depkes.go.id
58. - 52 - BAB VIII PENUTUPKesehatan merupakan kebutuhan dasar manusia untuk dapat hidup layak danproduktif. Untuk itu diperlukan penyelenggaraan pelayanan kesehatan yangterkendali biaya dan mutunya. Masyarakat miskin dan tidak mampu yangtersebar di seluruh Indonesia membutuhkan perhatian dan penanganankhusus dari Pemerintah sebagaimana diamanatkan dalam konstitusi NegaraKesatuan Republik Indonesia. Penjaminan pelayanan kesehatan, utamanyaterhadap masyarakat miskin akan memberikan sumbangan yang sangat besarbagi terwujudnya percepatan pencapaian indikator kesehatan yang lebih baik.Pengelolaan dana pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin bersumberdari Pemerintah yang merupakan dana bantuan sosial, harus dikelola secaraefektif dan efisien dan dilaksanakan secara terkoordinasi dan terpadu dariberbagai pihak terkait baik pusat maupun daerah.Diharapkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dapat dilaksanakandengan sebaik-baiknya untuk mewujudkan peningkatan derajat kesehatanmasyarakat seutuhnya. Semoga apa yang menjadi harapan kita semua dapatterwujud dengan baik dan kepada semua pihak yang telah memberikansumbangsihnya, baik gagasan pemikiran, tenaga dan kontribusi lainnyamendapatkan imbalan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.

 By Jeck  Miliar Marcus  Aim,
Asal . Distrik  Jila
Kampung / Desa . Dilloa

Menujuk ke SMA Lokon st Nicolaus Tomohon, di Sulawesi utara lanjut kuliah di Fakultas Kesehatan Masyarakat S1, di Universitas  sam ratulangi manado.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar